Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelecehan Seksual, Catatan Seorang Penyintas

14 Januari 2022   10:27 Diperbarui: 14 Januari 2022   10:30 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. merdeka.com

Luka itu tidak akan pernah sembuh, hanya kematian yang dapat menghentikan pedihnya.

Belakangan ini publik dikejutkan dengan begitu banyak berita mengenai kekerasan seksual yang terjadi. Belum selesai kasus hukum pemerkosa tiga belas santriwati, kita disuguhkan lagi berita lain yang tidak kalah membangkitkan amarah, para pelajar menjadi korban pelecehan seksual. 

Dari semua kasus yang terungkap, mayoritas pelaku adalah orang dewasa yang seharusnya menjadi pelindung dan korban merupakan anak - anak dibawah umur yang seharusnya dilindungi. Satu persatu kasus yang muncul ke media ini, menggiring saya kembali pada dua puluh tahun lalu. Ketika itu, usia saya baru menginjak sembilan.

Ibu kandung saya, meninggal dunia saat saya berumur tiga tahun. Ayah saya kemudian menitipkan saya pada adik perempuannya - bibi saya - yang sudah menikah dan hanya dikaruniai satu anak laki - laki. Sesekali, nenek saya - ibu dari ayah saya -  datang kerumah bibi bahkan tinggal dirumah bibi. Ketika saya berumur delapan tahun, nenek saya meninggal. Bencana pun dimulai!

Sepupu saya, lebih tua tujuh tahun daripada saya. Artinya, ketika saya berusia sembilan tahun sepupu saya sedang berada di fase pubertas, di usia enam belas tahun. 

Dan saat itu, saya harus mengatakan bahwa saya tidak tahu apa yang sedang dia dan saya lakukan. Sebagai anak laki - laki, saya bahkan pernah di make up layaknya anak gadis.

Ketika itu, di awal tahun 2000-an adalah masa - masa dimana televisi menayangkan serial laga dimana ceritanya para penjahat seringkali menculik gadis kampung. 

Cerita itulah yang sepupu saya dan saya praktikkan didalam rumah ketika paman dan bibi absen. Hanya saja, diakhir cerita saat sang gadis - gadis kampung seharusnya diselamatkan oleh jagoan dalam cerita. 

Dalam cerita saya sedikit berbeda. Dalam cerita saya, sepupu saya akan membuka celananya, dan memberi perintah untuk saya melakukan oral seks. Kejadian ini tidak berlangsung sekali, saya menjadi budak pubertas sepupu laki - laki saya hampir setahun penuh.

Yang lebih menyedihkan adalah ketika sepupu saya yang lain - anak dari bibi saya yang lain - menginap dirumah, saya pernah ditelanjangi didalam kamar, pada malam hari. 

Saat itu saya menangis, tapi mungkin paman dan bibi saya sudah terlalu lelap dalam tidur mereka sampai - sampai tidak mendengar tangisan saya.

Saya tidak tahu, kalau semua perlakuan tersebut merusak saya. Saya menjadi penjahat sejak kecil.

Saya tidak tahu untuk apa, tapi saya mulai mencuri uang dirumah bibi. Seringkali saya dihukum ketika kelakuan saya tersebut tertangkap. Mencuri dirumah bibi tidak memuaskan hasrat, saya mulai melakukannya dirumah tetangga. 

Sampai - sampai waktu itu saya terkenal akan kenakalan saya, dan tidak ada satupun orang tua yang mengizinkan anaknya untuk membawa saya bermain kerumah mereka.

Hal yang baru saya sadari belasan tahun kemudian, bahwa waktu itu saya sedang mencari perhatian dan sedang ingin diajak untuk berbicara tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Kejadian tersebut juga membawa trauma mendalam, yang membuat saya akhirnya enggan untuk menikah. Khawatir kalau - kalau suatu saat nanti saya tidak dapat melindungi anak - anak saya dari mendapatkan perlakuan sama seperti yang pernah saya alami. 

Kejadian yang (mungkin) pada akhirnya membuat saya lebih memilih untuk berhubungan dengan sesama pria tanpa resiko harus melahirkan anak suatu saat nanti.

Bukan hanya itu, trauma lain yang saya alami cukup mengerikan. Terakhir kali saya bertemu dengan sepupu saya sekira delapan atau sembilan tahun lalu. 

Saat itu, ketika melihatnya, yang saya bayangkan hanyalah dia membuka celananya dan memberi perintah yang sama seperti ketika masih terlalu kecil untuk memahami bahwa itu adalah sebuah kesalahan.

Peran Orang Tua

Setelah mempelajari kembali apa yang saya alami, ternyata peran orang tua dalam tumbuh kembang anak tidak sebatas memberi makan atau mengajarkan hal - hal baik dan buruk. 

Orang tua (dalam kasus saya paman dan bibi) adalah sekolah pertama bagi anak - anaknya. Ketika terjadi perubahan yang signifikan pada sang anak, maka sudah sepantasnya orang tua memanggil dan mencoba mengajak anak untuk mengobrol tentang apa yang sedang terjadi. 

Mungkin saya masih "terselamatkan" apabila waktu itu bibi saya yang ironisnya adalah seorang guru, bisa memahami gejala perubahan dalam diri saya. 

Bagaimana mungkin dua anak yang dididik oleh bibi saya (yaitu anaknya -sepupu saya- dan saya) sejak kecil, memiliki dua tabiat yang perbedaannya terlalu jauh. Sepupu saya dikenal sebagai anak baik - baik, sedangkan saya melenceng terlalu jauh dari jalur yang ditetapkan.

Mencoba Sembuh Sendiri

Saya tidak pernah memaafkan apa yang sudah terjadi, apalagi untuk melupakan. Sehingga hal - hal buruk yang saya lakukan setelah kejadian itu, saya anggap sebagai pembalasan saya terhadap hidup yang mendidik saya begitu kejamnya.

Namun, seiring berjalannya waktu, saya bosan. Bosan untuk terus menatap kebelakang, dan berucap seandainya. Karena saya tahu, sekalipun saya berteriak tentang kejadian tersebut, orang - orang hanya akan mendengar dan prihatin. Tapi mereka tidak akan pernah benar - benar merasakan apa yang saya lalui untuk bertahan dari kejadian tersebut.

Satu - satunya yang saya miliki sebagai sandaran adalah diri sendiri. Walaupun pada akhirnya, saya memiliki keinginan kuat untuk menemui sepupu saya, dan membicarakan kejadian dua puluh tahun silam sebagai dua pria dewasa.

Saya tidak mengharapkan sebuah permintaan maaf, karena saya tahu saya tidak akan pernah bisa memaafkan kejadian tersebut. Saya hanya ingin menunjukkan padanya, bahwa perlakuannya tidak hanya merusak hidup seorang anak manusia. Tapi kerusakan itu menjadi sesuatu yang tidak dapat diperbaiki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun