Inti dari momen peringatan Hari Santri Nasional yang ditetap setiap 22 Oktober, adalah untuk mengenang sekaligus untuk pelajaran tentunya perjuangan ulama dulu.
Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945, tentu satu dasar hukum, untuk menjadikan momen itu sebagai hari santri.
Banyak perjuangan ulama lainnya dalam mempertahankan republik ini dari rong-rongan penjajah, serta perjuangan dalam bentuk lain yang belum dicatat sejarah.
Itulah yang jadi tanggungjawab moral bagi santri sekarang. Bagaimana santri sekarang menggali dan mengkaji sejarah ulama di lingkungannya, agar tak hilang oleh perjalanan waktu yang kian kencang larinya.
Barangkali, catatan ringan hari santri kali ini selayaknya kita jadikan sebagai momen untuk bangkit dari budaya tutur ke budaya tulisan.
Ulama dulu, sebut saja Tuanku Shaliah Sungai Sariak yang terkenal nyentrik, dan fenomena kontroversi di zamannya. Tapi hanya terdengar dari mulut ke mulut. Sulit sumber ilmiah kita temukan soal kehebatan dan ke karamahan beliau di tengah masyarakat.
Tuanku Sidi Talua di Sampan, terkenal jago debat. Berjam-jam duduk bersila menghadapi perdebatan, dia tenang dan santai saja. Serta karamah lainnya yang amat terkenal di kalangan ulama kita.
Banyak lagi kisah-kisah ulama yang terendap, belum diungkap secara intelektual. Tentu menjadi tuntutan santri sekarang untuk mewujudkan itu semua, dalam menghadapi era globalisasi dan digitalisasi.
Tak cukup hanya eforia di media sosial, tapi lebih penting dari itu menggali sejarah ulama, untuk pengajaran bagi generasi sekarang.
Era masyarakat 5.0 atau super smart society (society 5.0), adalah tantangan santri saat ini. Santri dan alumni santri terus dituntut untuk terus belajar dan belajar tentang banyak hal, sebagai pengejawantahan dari kitab kuning itu sendiri.
Era ini pertama kali diperkenalkan Pemerintah Jepang pada 2019, yang dibuat sebagai solusi dan tanggapan dari revolusi industri 4.0 dan dianggap akan menimbulkan degradasi manusia.
Setelah memasuki era revolusi industri, Indonesia akan memasuki era society 5.0. Lantas apa yang perlu dipersiapkan oleh santri saat ini?
pandemi covid, disamping jadi beban berat negara saat ini dan dua tahun belakangan, juga menjadi pelajaran penting bagi kita semua.
belajar dengan bertindak cepat dan tepat. Sekarang era demikian tanpa kita tunggu telah dan akan merasuki kehidupan kita kaum santri.
berkawan dan berteman dengan tekhnologi tak mudah. Banyak negatif yang sulit untuk dihindari. Nah, santri yang selalu dibekali dengan kajian kitab standar, tentu mampu menyaring itu semua untuk kebaikannya sendiri.
Bangkit dari banyak hal. Santri harus jadi pelopor berjalannya kehidupan surau yang banyak di tengah masyarakat lingkungannya sendiri.
Padang Pariaman, Sumatera Barat jangan hanya bangga dan senang dengan banyak santri, tapi surau dan masjid di perkampungannya sepi dan sunyi dari aktivitas shalat berjemaah tiap waktu.
Dari sekian pesantren yang mencetak ulama dan cendekiawan di Padang Pariaman saat ini, ada sekitar seribuan santrinya yang bergelud dengan ilmu pengetahuan di pesantren itu.
Namun, ketika kita masuk ke perkampungan, suraunya sepi dari aktivitas keagamaan. Catatan penting bagi santri, untuk melihat fenome ini, untuk melahirkan tindakan bagaimana menghidupkan surau yang mati suri itu.