Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Catatan Hari Santri Nasional, Pentingnya Menggali Sejarah Ulama Dulu

23 Oktober 2021   11:16 Diperbarui: 7 November 2021   14:04 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peringata hari santri dengan shalawat di ponpes Nurul Yaqin Ringan-Ringan. (foto shafwatul bary)

Inti dari momen peringatan Hari Santri Nasional yang ditetap setiap 22 Oktober, adalah untuk mengenang sekaligus untuk pelajaran tentunya perjuangan ulama dulu.

Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945, tentu satu dasar hukum, untuk menjadikan momen itu sebagai hari santri.

Banyak perjuangan ulama lainnya dalam mempertahankan republik ini dari rong-rongan penjajah, serta perjuangan dalam bentuk lain yang belum dicatat sejarah.

Itulah yang jadi tanggungjawab moral bagi santri sekarang. Bagaimana santri sekarang menggali dan mengkaji sejarah ulama di lingkungannya, agar tak hilang oleh perjalanan waktu yang kian kencang larinya.

Barangkali, catatan ringan hari santri kali ini selayaknya kita jadikan sebagai momen untuk bangkit dari budaya tutur ke budaya tulisan.

Ulama dulu, sebut saja Tuanku Shaliah Sungai Sariak yang terkenal nyentrik, dan fenomena kontroversi di zamannya. Tapi hanya terdengar dari mulut ke mulut. Sulit sumber ilmiah kita temukan soal kehebatan dan ke karamahan beliau di tengah masyarakat.

Tuanku Sidi Talua di Sampan, terkenal jago debat. Berjam-jam duduk bersila menghadapi perdebatan, dia tenang dan santai saja. Serta karamah lainnya yang amat terkenal di kalangan ulama kita.

Banyak lagi kisah-kisah ulama yang terendap, belum diungkap secara intelektual. Tentu menjadi tuntutan santri sekarang untuk mewujudkan itu semua, dalam menghadapi era globalisasi dan digitalisasi.

Tak cukup hanya eforia di media sosial, tapi lebih penting dari itu menggali sejarah ulama, untuk pengajaran bagi generasi sekarang.

Era masyarakat 5.0 atau super smart society (society 5.0), adalah tantangan santri saat ini. Santri dan alumni santri terus dituntut untuk terus belajar dan belajar tentang banyak hal, sebagai pengejawantahan dari kitab kuning itu sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun