Aturan keempat harus mau jadi ketua panitia Perayaan hari Besar Islam (PHBI) Jakarta Timur di Lapangan Urip Sumoharjo Jatinegara yang dihadiri Walikota, Kapolres, para tokoh ulama dan ribuan jamaah lainnya. Berani menyampaikan laporan ketua panitia meskipun baca teks yang utama adalah berani maju dan bicara.
Manfaatnya bagi saya adalah kini saya sudah tak demam panggung lagi karena sudah bisa bicara di atas podium di hadapan ribuan jaama'ah solat Idul Fitri dan Idul Adha. Kadang di hadapan Khotib tokoh nasional seperti Ketua MPR, Ketua DPR dan Ketua Lembaga tinggi negara lainnya.
Setelah saya lulus Intermediate Training HMI dan Senior Course atau Kursus Pengader, alhamdulillah skill communication saya makin baik karena pembiasaan. Saya terbiasa menjadi pemandu di acara Basic Training, malah jika narasumber yang telah dijadwalkan batal hadir atau berhalangan, maka saya jadi narasumber pengganti.
Dengan terus menerus membiasakan diri menjadi pemandu atau pemateri di perkaderan HMI cabang Jakarta, Bekasi, Bogor, Lebak, Depok dan Bandung, maka jam terbang saya sudah puluhan bahkan ratusan. Sehingga tak perlu lagi pakai konsep saat mau bicara. Langsung saja, dan seperti ada teksnya jika bicara, karena point-point yang akan dibicarakan telah diformat dan disave dalam pikiran.
Jelang reformasi 98, saya beberapa kali diajak oleh senior HMI demo turunkan Presiden Suharto, saya jarang mau ikut karena tajut ditangkap lalu dipenjara. Suatu hari entah bagaimana seorang senior HMI berhasil membujuk dan meyakinkan saya untuk ikut demo. Saat demo berlangsung tiba-tiba di manggil saya dan mengatakan bahwa orasi selanjutnya dari teman kita Dail mahasiswa UNJ.
Daripada malu-maluin UNJ tak berani maju orasi, saya coba beranikan ambil toad an orasi dalam 1 menit, hanya Salam, terik hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia. Lalu orasi seketemunya, ditutup dengan demikian dari saya, terima kasih dan Salamu'alaikum warohmatullah.  Ada sekitra 2 hingga 5 orang  peserta demo yang tepuk tangan, dari momen itulah rasa pede saya untuk bicara di depan public sudah stabil dan mengalir.
Setelah wisuda UNJ, saya bekerja di beberapa tempat mulai jadi admin rental computer hingga jadi peneliti LP3ES di Slipi  Jakarta Barat di kegiatan Hitung Cepat Pilpres 2002 atau yang dikebal dengan Quick Count / QC, posisi sebagai korwil yang memegang 5-7 Propinsi. Butuh kemampuan komunikasi yang baik agar aturan dalam pelaksanaan QC sesuai aturan baku. Setelah kembali ke habitat asli saya sebagai guru, saya tak mengalami kendala dalam bicara karena sudah terbiasa dari sejak mahsiswa. Sehingga bisa menyesuikan dengan audiens. Saya ingat kata pepatah tentang bicara efektif yaitu yang sesuai dengan kondisi audiensnya.
Dengan menyesuaikan pembicaraan dengan audiens maka pembicaraan kita akan sesuai dan akan menimbulkan daya tarik. Beberapa hal mendasar yang bisa saya berikan sebagai tips dalam melatih dan meningkatkan kemampuan bicara di depan public bagi pembaca buku ini adalah:
Pertama : Ubah mindset lama yang beranggapan bahwa saya tak bisa berbicara di depan public dengan mindset baru bahwa saya mampu bicara di depan public karena saya sosok yang penting dan menarik.
Kedua : Kedua latihan di depan cermin atau kamar mandi, dengankan apa yang kita bicarakan apakah enak untuk didengarkan. Jika belum maka perbaiki, atur tempo bicara dan intonasi.