Pada 16 September 1963, Perdana Menteri Malaya, Tunku Abdul Rahman, secara resmi mengumumkan pembentukan Federasi Malaysia.Â
Keputusan menggabungkan Malaya, Singapura, Sarawak, dan Sabah ini langsung mendapatkan tentangan keras dari Presiden Indonesia, Sukarno.
Sukarno menilai Malaysia sebagai proyek neo-kolonialisme Barat dan mengancam kawasan Asia Tenggara. Akibatnya, konflik yang dikenal sebagai Konfrontasi Indonesia-Malaysia dan Operasi Dwikora pecah, yang berlangsung pada tahun 1963 sampai 1966.
Latar Belakang Konflik
Sukarno, yang dikenal luas sebagai Pemimpin Besar Revolusi Indonesi saat itu, menentang pembentukan Malaysia karena melihatnya sebagai strategi Inggris untuk mempertahankan pengaruhnya di Asia Tenggara. Indonesia lantas merasa khawatir bahwa federasi baru ini akan mengancam nasionalisme ke-Asia-an dan stabilitas di kawasan.Â
Retorika anti-Malaysia, seperti Ganyang Malaysia, semakin memanas, dan berbagai aksi protes pun terjadi di Jakarta.
Dalam laporan dari arsip Kementerian Luar Negeri Inggris, Duta Besar Inggris di Jakarta, Andrew Gilchrist, menggambarkan ketegangan yang semakin meningkat tersebut.Â
Kedutaan Besar Inggris di Indonesia menjadi sasaran demonstrasi dari massa yang mendukung Sukarno, yang berubah menjadi kekerasan, dengan pengerusakan kendaraan dan pembakaran fasilitas diplomatik.Â
Dalam sebuah laporan diplomatik milik Inggris, Gilchrist menyatakan bahwa "kantor kedutaan dan kediamannya dijaga ketat setelah serangan massa yang menyebabkan kehancuran besar."
Serangan ke Kedutaan Inggris di Jakarta
Lalu, pada tanggal 18 September 1963, hanya dua hari setelah pengumuman Federasi Malaysia, massa yang revolusioner langsung menyerbu Kedutaan Besar Inggris di Jakarta. Aksi ini berujung pada kerusuhan besar, pembakaran gedung, dan evakuasi staf diplomatik Inggris.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!