Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta || Nasionalis-marhaenis || Adil sejak dalam pikiran..

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rempah, Emas, dan Penaklukan "Hindia" oleh Kekuasaan Belanda

18 Maret 2025   12:00 Diperbarui: 6 Maret 2025   22:56 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Gambar: Islam in Indonesia Wordpress Blog)

Pendahuluan

Sejarah kolonialisme di Nusantara tidak dapat dilepaskan dari ambisi bangsa Eropa untuk menguasai jalur perdagangan rempah-rempah. Keinginan untuk memperoleh kekayaan dari perdagangan komoditas berharga seperti cengkeh, pala, dan lada mendorong bangsa-bangsa seperti Portugal, Spanyol, dan Belanda untuk menjelajahi lautan, menaklukkan wilayah-wilayah baru, dan membangun jaringan perdagangan yang luas.

Pada akhir abad ke-15, pelayaran bangsa Eropa mulai membuka jalur maritim baru menuju Asia. Vasco da Gama dari Portugal menjadi yang pertama menemukan jalur laut ke India, sementara ekspedisi yang dipimpin oleh Ferdinand Magellan membuka akses bagi Spanyol ke Asia Tenggara. Tidak ketinggalan, Belanda pun berusaha memasuki arena perdagangan global ini dan akhirnya mendirikan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1602, yang kemudian menjadi penguasa utama perdagangan di Nusantara.

Namun, kehadiran bangsa Eropa di kepulauan ini bukan sekadar persoalan perdagangan. Seiring waktu, eksploitasi ekonomi berkembang menjadi dominasi politik dan militer, menandai awal dari era kolonialisme yang panjang. Tulisan ini akan mengulas bagaimana jalur perdagangan yang dibuka oleh bangsa Eropa akhirnya berujung pada penguasaan wilayah Nusantara oleh VOC dan kekuatan kolonial Belanda.

Penemuan Jalur Baru: Rute Maritim Eropa

Setelah upaya yang panjang dan penuh risiko, Portugal yang terkenal sebagai bangsa pelaut di Eropa berhasil membuka rute maritim ke Asia melalui ujung selatan Afrika pada tahun 1498. Vasco da Gama, tokoh yang memimpin ekspedisi tersebut, adalah yang berhasil menemukan jalur laut yang menghubungkan Eropa dengan India dan wilayah Asia Tenggara, termasuk Sumatra, Jawa, dan Kepulauan Maluku, yang dikenal sebagai Kepulauan Rempah-rempah.

Vasco da Gama (Sumber Gambar: Kompasiana)
Vasco da Gama (Sumber Gambar: Kompasiana)

Pada waktu yang hampir bersamaan, Spanyol juga berupaya mencoba jalur barat menuju Asia, yang dipimpin oleh Christopher Columbus. Meski Columbus tidak menemukan jalur langsung ke Asia, penemuan Dunia Baru yang dilakukan oleh Magellan beberapa dekade kemudian membuka pintu bagi Spanyol untuk mencapai Kepulauan Filipina dan akhirnya menuju Kepulauan Maluku.

Columbus (Sumber Gambar: Kompas.com)
Columbus (Sumber Gambar: Kompas.com)

Sementara itu, Belanda, yang mulai tertinggal dalam perdagangan rempah-rempah ini, akhirnya memutuskan untuk menempuh rute melalui selatan Afrika, mengikuti jejak Portugal. Pada tahun 1596, Cornelis de Houtman pun menjadi orang Belanda pertama yang mencapai pantai Jawa, segera setelah itu membuka jalan bagi Belanda untuk mengakses sumber rempah yang sangat diinginkan.

de Houtman (Sumber Gambar: Pontianak Post)
de Houtman (Sumber Gambar: Pontianak Post)

Era Perdagangan Liar dan Pembentukan VOC

Van Reybrouck menggambarkan periode setelah kedatangan de Houtman sebagai wild seafaring, atau pelayaran liar. Periode ini diwarnai dengan persaingan antara Belanda, Portugal, dan kekuatan kolonial lainnya, serta interaksi intens dengan berbagai kerajaan dan komunitas lokal di Indonesia.

Namun, pada tahun 1602, Belanda mengambil langkah strategis dengan membentuk Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), sebuah perusahaan dagang yang diberi wewenang untuk melakukan perdagangan, berperang, serta memerintah wilayah yang dikuasainya.

Logo VOC di papan kayu (Sumber Gambar: iStock)
Logo VOC di papan kayu (Sumber Gambar: iStock)

VOC menjadi perusahaan pertama di dunia yang menerbitkan saham yang dapat diperdagangkan, sehingga menarik minat banyak investor. Namun, dalam langkah perdagangannya VOC lebih fokus pada keuntungan pribadi para pemegang saham, yang mempengaruhi cara-cara mereka dalam menjalankan operasi kolonial di Asia, termasuk Indonesia, meskipun didukung oleh kekuatan publik yang luas di Belanda.

Kekerasan dan Eksploitasi: Dampak pada Masyarakat Lokal

Tidak seperti penaklukan militer yang sering diasosiasikan dengan ekspansi kolonial, VOC pada awalnya lebih berfokus pada perdagangan rempah-rempah saja dengan cara yang damai. Akan tetapi, seiring ketatnya persaingan dan konflik dengan Portugis serta ketidakpastian dalam mendapatkan pasokan rempah yang diinginkan, VOC terpaksa menggunakan kekerasan untuk mempertahankan monopoli perdagangan mereka.

Salah satu contoh yang paling terkenal dalam buku sejarah di Indonesia adalah pengambilalihan benteng Portugis di Ambon pada tahun 1605. Benteng ini menjadi titik awal permulaan dari pendirian kekuasaan Belanda di Indonesia.

Meski bentengnya relatif kecil, lokasi dari kota Ambon yang strategis membuatnya sangat penting bagi perdagangan rempah. Seiring berjalannya waktu, Belanda segera memperluas dominasi mereka di Nusantara, sehingga menciptakan struktur kekuasaan yang berbasis pada eksploitasi sumber daya alam dan manusia di wilayah ini.

Peran VOC dalam Pembentukan Negara Kolonial

Dengan penguasaan jalur perdagangan dan monopoli rempah-rempah, VOC tidak hanya memperluas kekuasaannya atas aspek perekonomian, tetapi juga mulai memainkan peran penting dalam struktur kekuasaan pemerintah di Nusantara. Hal ini terlihat dengan VOC yang memperoleh hak untuk melakukan negosiasi internasional, membangun benteng-benteng pertahanan, bahkan merekrut tentara dan membentuk hukum. Ini mengarah pada pembentukan sistem pemerintahan yang sangat terpusat dan terorganisasikan, meskipun pada dasarnya VOC adalah entitas komersial (persekutuan perdagangan) yang bertujuan utama untuk menghasilkan keuntungan.

Van Reybrouck menggambarkan bagaimana VOC, dengan semua kekuatan militer dan diplomatik yang diberikan oleh pemerintah Kerajaan Belanda, pada akhirnya melakukan eksploitasi secara besar-besaran terhadap rakyat Indonesia. Pelayaran panjang yang penuh marabahaya, kondisi buruk yang dialami oleh kru VOC serta benturan budaya dengan masyarakat lokal, menciptakan ketegangan yang mendalam, yang mengarah pada hubungan yang penuh konflik antara Belanda dan kerajaan-kerajaan lokal di Indonesia.

Referensi

Reybrouck, David Van. Revolusi: Indonesia and the Birth of the Modern World. New York City: W. W. Norton & Company, Incorporated, 2024. https://books.google.co.id/books?id=lA3wzwEACAAJ.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun