Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta || Nasionalis-marhaenis || Adil sejak dalam pikiran..

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pascawafatnya Nabi Muhammad: Krisis Kepemimpinan Umat, Pemilihan Khalifah, dan Munculnya Teori Politik Islam

16 Februari 2025   17:28 Diperbarui: 16 Februari 2025   17:28 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Gambar: iStock)

"Berkat intervensi yang menentukan dari sahabat Nabi, Abu Bakar dan Umar bin Al-Khattab-lah, krisis berbahaya ini dapat diatasi."

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwasanya konsep dari khalifah atau kekhalifahan secara ketat menunjuk kepada periode sesudah Nabi; begitu juga istilah imamah yang baru dikembangkan oleh para yuris Islam abad pertengahan. 

Namun demikian, istilah imam dapat disandingkan pada posisi Nabi Muhammad sebagai seorang pemimpin politik umat yang efektif pada masa di Madinah. Landasan kesimpulan ini, bukan karena Nabi Muhammad menyatakan demikian, tetapi karena ini sudah berlandaskan pada fakta sejarah.

Pertemuan di Balai Bani Saidah berlanjut kemudian menjadi titik tolak yang sangat penting dalam sejarah politik Islam pada masa awal. Pertemuan ini adalah pelaksanaan konsepsi syura yang pertama kali di kalangan umat setelah wafatnya Nabi Muhammad . 

Sehari setelahnya pun merupakan titik awal dari penggunaan konsep 'ijma (konsensus), di mana 'ijma inilah yang menjadi landasan politik Islam sunni.

Pertemuan di Balai Bani Saidah ini punya dua konsekuensi penting dan berakibat jauh bagi teori politik dalam ajaran Islam. 

Pertama, para yuris Islam sunni abad pertengahan dan para teolog telah membawa peristiwa sejarah ini ke dalam teori konstitusional. 

Kedua, sejalan dengan perkembangan sejarah selanjutnya, para yuris memusatkan teori politiknya pada masalah kekhilafahan-imamah, terutama sebelum jatuhnya kekuasaan Baghdad, pusat imperium Kekhalifahan Abbasiah, ke tangan pasukan kekuasaan Mongol pada 1258 M.

Setelah malapetaka politik yang dialami oleh kekuasaan Baghdad, posisi yuris Islam abad pertengahan mulai berubah ke arah teori-teori yang hanya berkaitan dengan syari'ah, atau syari'at Islam

Oleh karena itu, teori kekhalifahan dan ketatanegaraan politik dalam Islam menjadi dikesampingkan, sebab kelembagaan ini memang telah ditelan oleh fakta sejarah. Dengan kata lain, para yuris Islam akhirnya menyesuaikan dengan kondisi ummat yang saat itu sedang membutuhkan berbagai pemikiran kesyariatan, daripada perpolitikan. 

Baru kemudian, mereka memutar otak untuk mencari prinsip syariah yang sedang dihadapi oleh ummat. Fauzi M. Najjar di dalam The Islamic State: A Study in Traditional Politics menjelaskan,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun