Jika coba kita amati bersama, peran edukasi (Sosial dan Kemanusiaan) tidak lagi bersumber pada partai politik bahkan apolitis semakin menjadi - jadi ulah dari para oknum yang salah sikap dalam bermanufer di partai politik. Ketika sengketa - sengketa politik menggaung pada penyiaran media massa disitu ranting demi ranting dahan tumpuan harapan masyarakat terpatahkan.Â
Lantas ini salah siapa?
Pertanyaannya adalah jika partai politik kian kehilangan esensi sebagai wadah pemersatu dan mesin pembangunan, maka siapa yang berani menegurnya?
Jangan nyinyir, ini pertanyaan yang kehilangan jawaban karna nepotisme golongan mampu melahirkan produk hukum dalam menjastifikasi setiap kepincangan yang ada. Ketika gerakan mahasiswa di gembosi dengan regulasi yang dirancang oleh mantan aktivis. Ketika komunitas, komunitas mahasiswa di giring untuk menyatakan sikap politik secara terang -terangan di depan publik.
Hanya kekuatan rakyat yang mampu mengembalikan detak nadi partai politik untuk rakyat itu muncul. Karena tumbal dari kerancuan Demokrasi yang dimainkan oleh koloni -koloni kecil ini sudah cukup menimbulkan kerisauan.
Sampai disini kita sama -sama bimbang bahwa masyarakat kini berangsur sadar akan dialektika politik telah dikondisikan dengan produk sembako - sembako politik hingga pada penjara - penjara demokrasi di negeri ini semakin kokoh diatas mimbar orasi kebangsaan. Semi Otoriterianisme atau Demokrasi yang semu kini menyelimuti titik nadi bangsa yang lupa sejarah.