Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ojek dan Sisi Kemanusiaan Kita

2 September 2017   07:16 Diperbarui: 2 September 2017   20:07 1970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ojek di jalanan kita (foto: Kompas)

Hotel yang saya tuju terlihat di seberang jalan dua arah yang ramainya minta ampun. Saya membilang, paling butuh 10 ribu rupiah untuk menyeberang dengan ojek. Yang bikin nyeri hati karena dia tidak mau kurang dari 15 ribu. Padahal jujur saja, motif saya mau berbagi rezeki belaka, makanya tak mau menggunakan aplikasi online.

Toh, tempatnya sudah kelihatan dan dekat? Tapi si tukang ojek enggan. Yang bikin sedih karena dia seperti ngoceh ke sana, ke sini. Tapi tidak semua juga begitu. Kadang mereka juga bilang, bayarnya terserah abang, semaunya.

Cerita lainnya, pada ojek yang lain adalah ketika menggunakan ojek online di Kota Hujan Bogor pada akhir bulan Agustus kemarin. Saya naik ojek dari Stasiun Bogor ke Desa Sukamantri, jaraknya sekira 15 kilometer. Biayanya 15ribu sebagaimana tertera di aplikasi.

Singkat cerita ada yang sedia bawa. Titik yang saya tuju tidak jelas sehingga dua kali tersesat.

Pada situasi begini, saya membatin, ada juga yah yang mau bawa meski destinasi tak rinci?

Nah, yang saya bangga sebagai manusia karena drivernya sungguhlah sabar dan tak neko-neko ketika kami sampai di pengkolan buntu. Kemudian ketika nyasar sampai di kaki gunung.

"Maaf ya pak, maaf ya," begitu katanya berulang kali.

Dia merasa bersalah karena merasa tidak melayani penumpangnya dengan baik. Dia pengojek yang masih muda ranum, usianya sekira 20 tahun.

Kami bahkan sampai ke arah bahu gunung, di jalan tanpa aspal penuh kerakal. Bensin nyaris habis. Untung kami dapat penjual bensin tidak jauh dari pengkolan. Di sini pula kami bertanya titik tujuan dimaksud dan---kuasa Tuhan, alhamdulillah kami tiba, seketika dalam hitungan detik setelah seorang ibu memberi informasi.

Sang pengendara tak menunjukkan rasa letih. Malah terlihat lugu, sorry. Dan dengan itu saya bilang, bensin saya yang bayar dan saya genapkan 20ribu biaya ojeknya.

Di timur di Pulau Jawa, di kaki Pulau Sulawesi, sore ini, (31/8) saya hendak naik ojek dari Bandara SHIA ke poros Maros -- Makassar. Si tukang ojek tidak mau sekali jalan 25ribu, padahal jaraknya cuma 3 kilometer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun