Setiap kali memasuki bulan Ramadan dan menjalankan ibadah puasa, saya selalu ingat bagaimana kakek-nenek dan ayah-ibu dulu di kampung halaman, mengajarkan anak cucunya bagaimana berpuasa untuk ukuran anak kecil.
Waktu itu, tentu saja belum dikenal apa yang disebut dengan "Ramadan dan Self-Growth". Kami anak kampung yang lahir dan melewati masa kanak-kanak di sana, menjalani puasa sesuai ajaran agama atas didikan lingkungan keluarga yang Muslim.
Dimulai dengan belajar ikut bangun makan sahur bersama keluarga di rumah. Setelah sahur, dilanjutkan dengan salat Subuh berjamaah di mesjid atau musholla terdekat.
Kami anak cucunya, juga diajarkan bagaimana bertahan agar menahan lapar dan haus. Itu dilatih kepada kami, Â hingga sampai waktunya berbuka puasa saat adzan Magrib berkumandang. Sebuah pelajaran berharga bagi anak seusia kami, bagaimana berlatih puasa.
Disaat berjuang menahan lapar dan haus ini, memang belum menjadi kewajiban sebagaimana kewajiban bagi orang dewasa. Alasannya sebab masih dianggap belum dewasa, tepatnya masih belum "balig" untuk menjalankan puasa sesuai perintah agama.
Suatu hari, pernah adik kami yang ikut belajar puasa sudah tidak kuat lagi menjalankan puasa. Sudah lemas. Saat itulah kakek-nenek dan ayah-ibu kami memberi solusi untuk berbuka saja. Koq berbuka, padahal belum adzan Magrib?Â
"Iya, ini yang namanya puasa setengah hari. Dimulai dengan makan sahur, lalu nanti buka puasa saat waktu Dhuhur. Setelah itu dilanjutkan lagi berpuasa hingga adzan Magrib, seperti puasa orang dewasa," begitu mereka mengajari kami.
"Sekarang sudah adzan Dhuhur. Boleh kalian buka puasa, tapi nanti diteruskan puasanya hingga Magrib ya..," kata nenek. Sambil berbisik, "boleh buka puasa sekarang, Tuhan gak tahu koq, mumpung Tuhan lagi tidur siang". Loh..Tuhan tidur siang? Ada-ada aja ya..
Nah begitulah nenek kami. Yang dengan pengetahuan agamanya yang terbatas, mencoba memberi semangat anak cucunya untuk puasa setengah hari, karena kami sudah tidak mampu meneruskan puasanya hingga Magrib.
Setelah sekarang saya juga sudah berkeluarga dan beranak cucu, "ilmu" berpuasa darinwarisan kakek-nenek dan ayah-ibu tersebut, saya turunkan kembali kepada ketiga cucu kami -- yang sulung sudah kelas 5 SD, cucu kedua baru masuk SD, dan si bungsu baru 6 usia bulan.