Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Praktik Senioritas di Kantorku, Sempat Membuatku Depresi

30 Juli 2021   10:47 Diperbarui: 31 Juli 2021   09:48 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika masih jadi reporter di lapangan bersama wartawan lainnya dalam satu acara jumpa pers (sok pribadi Nur Terbit)

HARIAN TERBIT

Dijual Dengan Pesangon Seadanya
Badai yang selama ini hanya berupa isu, akhirnya benar-benar terjadi. Surat kabar Harian Terbit yang beredar pertama kali dengan nama Pos Sore pada tahun 1970-an itu, akhirnya dijual ke pihak lain (perusahan lain) sehingga tidak lagi di bawah naungan manajemen Pos Kota Grup. Itu terjadi pada 10 Januari 2014 di mana para karyawan dan wartawan dinyatakan tidak bekerja lagi.

Sementara di tempat lain, pihak perusahaan yang membeli koran sore ini, langsung mengedarkan koran sore Harian Terbit versi baru dengan awak media yang sengaja direkrut baru. 

Ada juga mantan wartawan Harian Terbit lama yang diam-diam "melamar" sendiri dan lolos meninggalkan teman-temannya yang masih sibuk menghitung berapa kira-kira pesangon yang bakal mereka terima.

Belakangan baru terungkap. Meski tidak ada pengakuan dan pernyataan resmi dari pihak perusahaan, tapi dikabarkan Harian Terbit laku "terjual" seharga Rp.3,5 Miliar. (Ini saya ketahui belakangan, setelah saya baca majalah Tempo yang mengulas korupsi di lingkungan Pemda DKI Jakarta. Salah satu pelakunya, ternyata pembeli Harian Terbit ).

Pembelinya adalah R. AU, seorang wanita pengusaha, calon legislatif DKI Jakarta (waktu itu masih caleg, sekarang sudah terpilih sebagai anggota dewan), bekerja sama dengan orang tuanya, AU, yang pegawai PNS DKI Jakarta yang menduduki posisi penting di Sudin Dikdas Jakarta Barat.

Dari hasil pembelian koran senilai Rp3,5 miliar itu, kabarnya pemilik Harian Terbit menggunakan sekitar Rp 2 miliar untuk membayar pesangon wartawan dan karyawan. Sisanya untuk membayar utang perusahaan dan utang cetak koran di percetakan.

Sempat terkatung-katung soal pembayaran pesangon wartawan dan karyawan pasca koran Harian Terbit "terbenam" sementara di tempat lain masih beredar dengan wajah baru dan awak baru. 

Dengan hitung-hitungan "suka-suka" dari perusahaan, pimpinan memutuskan membayar pesangon tanpa menghitung lagi masa kerja, atau jabatan terakhir seseorang karyawan. Melainkan pukul rata. Pesangon Rp10 juta bagi yang masa kerja di atas 10 tahun, sedang tentu saja lebih kecil jatah mereka yang baru bekerja di bawah 10 tahun.

20160312_084120
Meliput di lapangan (foto dok pribadi)

Keputusan pimpinan ini tentu saja mendapat protes keras dari wartawan dan karyawan. Lalu keputusan tersebut direvisi. Tapi tetap tidak manusiawi, terutama mereka yang sudah puluhan tahun bekerja dan tidak pernah mutasi ke media lain dalam satu grup, misalnya "dikaryakan" ke anak perusahaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun