Pola Pengupahan Wartawan
Sepanjang pengalaman dan pengetahuan penulis selama menjadi wartawan di Harian Terbit, standar gaji yang diberikan perusahaan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP).Â
Ini pula yang menjadi sorotan penelitian penulis saat membuat tesis untuk penyelasian program S2 di Universitas Islam Jakarta. Judul tesis Pola Pemberian Upah Untuk Kesejahteraan Wartawan Surat Kabar di Provinsi DKI Jakarta.
Di dalam uraian pada bagian yang mengulas soal upah di tesis ini, setiap wartawan menerima gaji (upah) yang kurang layak untuk hidup di kota besar seperti Jakarta ini.Â
Selain gaji bulanan, wartawan juga menerima uang transport perminggu, uang beras setiap pertengahan bulan, uang tunjangan hari raya (THR) satu setengah bulan gaji, bonus ulang tahun perusahaan untuk satu bulan gaji, dan uang kesehatan yang diterima sekali setahun.Â
Adapun asuransi dan Jamsostek baru ada setelah inisiatif wartawan sendiri dengan premi dipotong dari gaji setiap bulan.
Berkali-kali pula koran Harian Terbit diterpa badai karena kesulitan ekonomi. Biaya operasional sebagai koran harian, sering kali kedodoran karena tidak bisa tertutupi dari uang langganan koran dan pembayaran iklan.Â
Hal ini yang sering memusingkan pimpinan terutama di bagian pengendali redaksi dan usaha. Salah satu kendala utama, karena sempitnya masa edar untuk ukuran koran sore, belum lagi gangguan cuaca hujan yang terkadang membuat koran tidak laku atau rertur (balik) lagi ke percetakan.
Isu yang selalu ditiupkan pihak perusahaan bahwa koran selau merugi, terjadi kebocoran keuangan, harga kertas dan tinta naik, para agen ngutang setoran koran atau relasi belum membayar uang iklan, menjadi santapan sehari-hari bagi wartawan dan karyawan.
Berkali-kali pula dikabarkan koran ini mau dijual ke pihak lain, atau ditutup begitu saja karena alasan merugi. Ibaratnya mati segan hidup tak mau.
Baca juga : harian-terbit-satu-lagi-koran-nasional-yang-terancam-mati