Mohon tunggu...
Dadan  Rizwan
Dadan Rizwan Mohon Tunggu... Penulis - Ketua Forum Intelektual Muda Nahdliyyin (FIMNA)

Saya adalah seorang generasi muda yang senang akan diskusi dan pengembangan intelektual

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merevisi Revolusi Mental Pendidikan Nasional

4 Mei 2019   01:36 Diperbarui: 4 Mei 2019   01:38 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                      tribunnews.com 

Kondisi bangsa Indonesia saat ini menghadapi suatu paradoks yang menuntut respon dan keteladanan dari para pemimpin bangsa. Masyarakat atas nama demokrasi demikian bebas mengekspresikan gagasan dan kehendaknya. Saking bebasnya, kondisi masyarakat kita cenderung berubah menjadi masyarakat yang anarki, penuh konflik, reaktif, tidak toleran, tidak taat asas, dan cenderung destruktif.

Ironisnya, perilaku seperti ini telah mewarnai potret dunia pendidikan kita. Beragam perilaku amoral, seperti tawuran pelajar, tawuran mahasiswa, demonstrasi yang anarki, ketidakjujuran dan maraknya kasus Bullying di lingkungan pendidikan menjadi salah satu contoh betapa moralitas peserta didik kita demikian rendah. Suatu hal yang mengkhawatirkan.

Dengan sekian banyak rusaknya moral anak bangsa, pemerintah Jokowi-JK sudah mencoba untuk meperbaiki itu semua dengan mengeluarkan produk hukum berupa Perpres Nomor 2 tahun 2015 tentang Revolusi mental. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang bertujuan untuk memperbaiki dan membangun karakter bangsa. Yang mengacu pada nilai-nilai integritas, etos kerja, dan gotong royong.

Untuk memperkuat visi misi ini, secara tegas Presiden telah mengeluarkan Peraturan (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan karakter (PPK). PPK tersebut dilakukan melalui budi pekerti dan pembangunan karakter peserta didik sebagai bagian dari revolusi mental.

Inkonsistensi Kebijakan

Namun, praktik pendidikan di lapangan sesungguhnya belum sepenuhnya mengarah pada sasaran standar itu. Lembaga pendidikan kita saat ini belum jadi sebuah ekosistem yang menumbuhkan semangat belajar otentik. Hal ini bisa kita lihat dengan adanya inkonsistensi kebijakan yang justru menjauhkan siswa dari proses belajar dan menjauhkan guru dari proses pengajaran.

Pertama, inkonsistensi arah kebijakan. Melalui kurikulum (nasional) 2013, pemerintah menekankan kepada Penilaian sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) siswa, tetapi disisi lain tetap mempertahan Ujian Nasional (UN) sebagai syarat masuk ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Menjadikan UN sebagai "high stakes testing", sehingga potensi kecurangan dan manipulasi nilai ujian atau indeks prestasi kumulatif (IPK) akan tetap terjadi.

Hari ini menyebabkan pendidikan tak ubahnya seperti komoditi saja yang serba tunduk pada hukum pasar yaitu (supply and demand). Akibatnya, tidak heran manakala ditemukan banyak siswa yang memiliki nilai tinggi dalam pengetahuan, namun siswa tersebut penuh dengan kemunafikan, ketidakjujuran, intoleransi, bahkan tidak pernah melaksanakan syariat agamanya sendiri.

Kedua, Inkonsistensi jaminan pelayanan pendidikan. Tujuan pembangunan nasional khususnya di bidang pendidikan periode 2015-2019 secara jelas tertuang dalam Nawa Cita kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan Program Indonesia Pintar (PIP). Namun hal ini belum berjalan secara efektif dan maksimal.

Pendistribusian yang lambat, alokasi yang tidak akurat, dan juga penyelewengan dana turut menyelimuti gagalnya implementasi program tersebut secara maksimal. Kondisi demikian menyebabkan masih banyak anak miskin yang susah untuk masuk sekolah. Padahal dalam Pembukaan UUD 1945 ayat 1) dan 2) dijelaskan, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan pemerintah wajib membiayainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun