Mohon tunggu...
Dadang Sukandar
Dadang Sukandar Mohon Tunggu... -

Penulis dan Praktisi Hukum

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pesan Dalam Botol

12 April 2012   15:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:41 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika mengawasi tim panjat tebing dari kapal di laut, saya melihat tiga sosok tubuh menyelinap dari arah timur, dari balik rerimbunan hutan pinus. Mereka terhubung dangan tali pengaman satu sama lain. Saya memperhatikan mereka dengan teropong. Seorang dari mereka yang perempuan turun ke dasar tebing di Swater Hook dengan tali, sementara dua lainnya, yang laki-laki, merayapi permukaan tebing menuju teras besar di atasnya. Setelah memperhatikan lebih dekat, mereka adalah rekan-rekan pemanjat tebing asal Lampung yang kemudian mendapat celaka karena pengaman jebol.

Beberapa hari yang lalu ketiganya pamit pada kami di Legon Cabe, pulau Rakata Besar, kepulauan Krakatau. Katanya mereka akan susur pantai, mengelilingi pulau Rakata Besar kearah timur lalu muncul kembali di Legon Cabe dari arah barat. Dalam hitungan hari, kami bertemu kembali dengan mereka di permukaan tebing yang curam, di sebelah utara pulau yang memotong lingkaran keliling pulau Rakata Besar. Mereka masuk dari sisi timur permukaan tebing, dari balik hutan, kemudian merayapi dinding utara Rakata Besar.

Saya tidak pasti apa yang sedang mereka lakukan. Komunikasi sulit dilakukan karena kencangnya angina laut. Suara kami, walau sudah teriak sekuat tenaga, hilang begitu saja ditelan kemegahan tebing. Saya hanya tahu kalau Piton dan Lodong saat itu sedang memanjat lebih tinggi, kearah teras besar, kemudian melanjutkan pemanjatannya dari tempat itu lebih tinggi lagi. Sementara, Ayak yang menuruni tebing sudah bersama kami di kapal.

Sampai matahari memerah, Lodong dan Piton belum juga turun. Seluruh anggota tim kami sudah turun ke kapal. Kami sempat menunggu Lodong dan Piton beberapa lama agar dapat kembali ke base camp di Legon Cabe bersama-sama. Namun, keduanya tak juga muncul sehingga kami mulai khawatir. Seorang dari kami di kapal melihat botol minuman yang jatuh. Botol tersebut tersangkut di tengah-tengah celah tebing.

Kami sempat bertanya pada Ayak, rekan mereka yang sudah di kapal bersama kami, apakah rekan-rekannya itu berencana menginap di tebing? Apakah mereka membawa perlengkapan menginap? Gadis itupun tidak dapat memastikannya. Yang ia tahu, kedua rekannya itu membawa sekotak susu dan ponco (jas hujan). Jadi, kalaupun mereka hendak menginap, hal itu masih dapat mereka lakukan dengan nyaman.

Akhirnya kami menyimpulkan bahwa mereka akan menginap di teras besar. Itu suatu hal yang wajar dilakukan oleh pemanjat tebing bilamana kemalaman di tebing. Kamipun pulang ke Legon Cabe tanpa Lodong dan Piton.

Esoknya, seperti biasa, pagi-pagi kami sudah `bekerja` di tebing. Agi, Yoshua dan Daus mulai menaiki tebing dengan meniti fixed rope sambil merapihkan tali-tali yang semalam berantakan tertiup angin. Saya meminta mereka supaya mengecek kedua rekan asal Lampung itu lebih dulu setibanya mereka di teras besar.

Tiba-tiba, dari radio komunikasi yang menghubungkan pemanjat dengan kapal terkirim berita, “Yoshua mengabarkan bahwa kedua orang tim dari Lampung mengalami kecelakaan”. Kabarpun dikirim balik, “Hentikan pemanjatan dan fokuskan pada evakuasi korban”.

Semua pemanjat segera menyerbu teras besar. Saya yang waktu itu di kapal ikut menyusul naik untuk membantu. Piton, mengalami luka-luka. Separuh kakinya terparut batu-batu tebing. Celananya sampai robek,robek. Katanya, pengaman mereka jebol sewaktu menambah ketinggian kemarin sore. Untungnya, mereka masih sadar dan masih sanggup turun tebing dengan dibantu Agi dan Yoshua. Setengah hari itu kami habiskan untuk evakuasi korban.

Ternyata Lodong dan Piton mengalami kecelakaan kemarin sore ketika tim kami sudah turun ke dasar tebing. Semalaman mereka hanya bisa menunggu di tempat itu dengan tubuh luka-luka. Mereka mencoba mengabari kami dengan melempar botol minuman yang berisi sebuah pesan di dalamnya. Kemarin, kami juga melihat botol itu, tersangkut di celah tebing. Kami sama sekali tidak menduga kalau botol itu adalah pesan buat kami. Maaf ya kawan…! (Dadang Sukandar).

Artikel Terkait:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun