Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mendadak Narsis di Pasar Mangrove Kampung Terih Batam

27 Oktober 2018   13:13 Diperbarui: 28 Oktober 2018   11:56 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pintu Masuk Pasar Mangrove Kampung Terih Batam. | Dokumentasi Pribadi

Untaian kertas warna-warni yang selintas mirip chandelier bergoyang-goyang tertiup angin. Warna kertasnya yang semarak seolah menyambut setiap pengunjung Pasar Mangrove Kampung Terih, Batam, Kepulauan Riau, dengan hangat. Terlebih, di pintu masuk tersebut juga tertulis besar-besar "Welcome to Digital Destination, Pasar Mangrove Kampung Terih."

Banyak spot warna-warni seperti ini di Pasar Mangrove Kampung Terih Batam. | Dokumentasi Pribadi
Banyak spot warna-warni seperti ini di Pasar Mangrove Kampung Terih Batam. | Dokumentasi Pribadi
Tak ayal, setiap pelancong yang berkunjung Minggu pagi itu (21/10) menyempatkan diri berdiri lebih lama di lokasi tersebut. Sekadar mengamati juntaian-juntaian kertas itu sambil menikmati pemandangan laut yang membentang, atau mengabadikan diri dengan beragam pose untuk diunggah di media sosial.

Saya termasuk jenis pengunjung yang kedua, berlama-lama mengambil gambar untuk di-upload di media sosial. Tak hanya saya sendiri, saya bahkan mengarahkan anak pertama saya yang berusia tujuh tahun untuk berfoto dengan berbagai gaya, mulai dari pose standar, hingga (pura-pura) candid.

Masih di pintu masuk, sudah sibuk berfoto ria. | Dokumentasi Pribadi
Masih di pintu masuk, sudah sibuk berfoto ria. | Dokumentasi Pribadi
Bila tidak tergoda untuk segera melihat pertunjukan calung yang diiringi beragam tembang Sunda yang khas, saya mungkin akan lebih lama berjibaku dengan kamera dan " si model dadakan" di lokasi itu. Abai juga dengan langit yang tiba-tiba berubah semakin kelabu, pertanda hujan segera turun.

Disambut Alunan Calung dan Tembang Sunda

Dirasa...

Dirasa... Rasa...

Datangna kersaning Gusti...

Tembang Sunda tersebut mengalun samar diiringi lantunan calung yang khas. Saya sebagai orang Jawa Barat yang sudah satu windu merantau di Batam sebenarnya ingin segera ke lokasi pertunjukan alat musik yang terbuat dari bambu itu. Ingin menonton, sekaligus melepas kangen dengan kawih-kawih Sunda. Namun apa daya, sepanjang jalan menuju lokasi ada lumayan banyak spot instagenic yang cukup menarik perhatian anak sulung saya.

Pertunjukan Calung. | Dokumentasi Pribadi
Pertunjukan Calung. | Dokumentasi Pribadi
Ada perahu yang diberi papan warna-warni dengan tulisan daerah-daerah di Kota Batam, ada ayunan putih bersih berbunga-bunga dan hammock untuk bersantai sejenak, ada sepeda onthel yang dihias sedemikian rupa, hingga tenda Apache mini yang berwana krem-hitam-merah.

Tenda ala Apache. | Dokumentasi Pribadi
Tenda ala Apache. | Dokumentasi Pribadi
Alhasil saya harus bersabar lebih dulu menjadi fotografer dadakan si buah hati, dibanding menjadi pengunjung yang menyaksikan pertunjukan calung yang dibawakan Paguyuban Pasundan Danghiang Wulung. Padahal tujuan awal saya berkunjung ke Pasar Mangrove Kampung Terih karena tertarik melihat pertunjukan calung yang ditawarkan pengelola. Beberapa hari sebelumnya, saya tak sengaja melihat informasi pertunjukan ala Sunda tersebut melalui laman facebook yang dibagikan salah satu teman.

Berfoto di jembatan ala-ala. | Dokumentasi Pribadi
Berfoto di jembatan ala-ala. | Dokumentasi Pribadi
Berdasarkan obrol-obrol dengan salah satu pengelola desa wisata itu, belakangan saya tahu, setiap hari Minggu selalu ada pertunjukan yang ditawarkan oleh pengelola Pasar Mangrove Kampung Terih. Pertunjukannya berbeda-beda dan cukup variatif. Tujuannya tentu saja untuk menarik lebih banyak pengunjung.

Menjelajah bakau. | Dokumentasi Pribadi
Menjelajah bakau. | Dokumentasi Pribadi
Padahal setelah saya berkeliling kawasan wisata seluas 12 hektar itu, spot-spot instagenic yang ditawarkan pengelola sebenarnya sudah lebih dari cukup. Apalagi ditambah dengan rimbunnya pohon bakau yang dapat dikelilingi pengunjung melalui pelantar yang lumayan kokoh, atau dengan menggunakan boat yang disediakan. Belum lagi rumah pohon yang bisa dinaiki anak-anak sambil melihat pemandangan sekitar.

Berjalan bergandengan tangan di pelantar. | Dokumentasi Pribadi
Berjalan bergandengan tangan di pelantar. | Dokumentasi Pribadi
Namun pertunjukan berbau budaya khas daerah-daerah di Indonesia memang dapat membuat suasana di Pasar Mangrove Kampung Terih lebih semarak. Terlebih pengunjung tempat wisata yang menjadi salah satu andalan Kementrian Pariwisata di wilayah Kepulauan Riau ini juga tidak sedikit yang berasal dari mancanegara, khususnya dari negara tetangga --Singapura dan Malaysia.

Rumah pohon. | Dokumentasi Pribadi
Rumah pohon. | Dokumentasi Pribadi
Melihat Penyu hingga Menikmati Kalimat  "Nyeleneh"

"Pesek Itu Maniz" hanya satu dari sekian kalimat nyeleneh yang dipasang pengelola di sebuah papan panjang yang bisa dijadikan background untuk ber-selfie ria di tempat wisata di kawasan Nongsa tersebut. Ada juga tulisan "Mantan Kembang Desa", "Masuk Pak Ekooo", hingga "Delete Mantan, Download Gebetan."

Masuk Paak Ekoo! | Dokumentasi Pribadi
Masuk Paak Ekoo! | Dokumentasi Pribadi
Namun dari sekian banyak kalimat nyeleneh yang dipasang di beragam papan kayu berwarna-warni itu, ada satu kalimat yang menurut saya paling edukatif, yakni "Cinta Boleh Mati, Hutan Jangan." Kalimat itu dipasang di areal hutan kecil di antara "rumah" untuk dua penyu yang berukuran lumayan besar dengan pelantar untuk menikmati wisata mangrove.

Kalimat favorit nih.| Dokumentasi Pribadi
Kalimat favorit nih.| Dokumentasi Pribadi
Bila dibandingkan dengan tempat wisata alam lain yang pernah saya kunjungi, pengelola Pasar Mangrove Kampung Terih memang cukup intens mengedukasi pengunjung agar lebih peduli lingkungan melalui papan-papan kecil bertuliskan kalimat-kalimat unik, termasuk mengajak pengunjung agar tidak membuang sampah sembarangan.

Ada papan himbauan. | Dokumentasi Pribadi
Ada papan himbauan. | Dokumentasi Pribadi
Mereka juga cukup rajin memberi nama setiap pohon yang ada di areal wisata tersebut, sehingga pengunjung bisa tahu pohon apa yang sedang mereka ajak untuk berswa foto. Namun sayang, pengelola hanya sebatas memberi nama pohon-pohon itu, tidak ada penjelasan terperinci.

Pohon diberi papan nama. | Dokumentasi Pribadi
Pohon diberi papan nama. | Dokumentasi Pribadi
Padahal bila ada penjelasan --walaupun hanya secara singkat, lumayan juga kan bisa menambah wawasan, atau menggugah rasa ingin tahu, terlebih banyak anak-anak juga yang berkunjung ke tempat wisata tersebut. Jadi, sambil berwisata, bisa sekaligus belajar mengenai botani.

Pengunjung berfoto dengan background tulisan
Pengunjung berfoto dengan background tulisan
Bisa Mencicip Jajanan Khas Melayu

Saya dan suami sebenarnya sangat tertarik mampir ke salah satu kedai di objek wisata tersebut. Kami ingin mencicip aneka makanan yang ditawarkan sekaligus mengisi perut yang mulai kriuk, kriuk. Suasana yang sedikit lembab dan berangin, membuat perut mudah lapar. Namun sayang rintik hujan menyurutkan niat kami.

Salah satu kedai makan.| Dokumentasi Pribadi
Salah satu kedai makan.| Dokumentasi Pribadi
Akhirnya saya dan suami memutuskan untuk mengisi perut di tempat lain, sekaligus makan siang. Apalagi setelah berkeliling saya melihat hanya ada dua kedai yang buka. Sisanya, lapak-lapak kosong tanpa penjaga. Menurut salah satu petugas, lapak-lapak tersebut memang hanya diisi pada waktu-waktu tertentu, umumnya saat hari libur nasional.

Pemandangan Pasar Mangrove Kampung Terih Batam. | Dokumentasi Pribadi
Pemandangan Pasar Mangrove Kampung Terih Batam. | Dokumentasi Pribadi
Biasanya ada banyak makanan khas Melayu yang ditawarkan oleh penduduk sekitar dengan harga yang sangat terjangkau. Pengunjung hanya perlu berkeliling, untuk memilih dan mencicip aneka makanan-makan lezat khas daerah pesisir. Perut dijamin kenyang, tanpa harus menguras kantong.

Pemandangan Pasar Mangrove Kampung Terih Batam. | Dokumentasi Pribadi
Pemandangan Pasar Mangrove Kampung Terih Batam. | Dokumentasi Pribadi
Entah karena berada di ujung Batam, atau karena daerah wisata yang dikelola langsung oleh masyarakat --bukan korporasi, harga tiket masuk yang ditetapkan pengelola juga sangat terjangkau. Setiap orang dewasa hanya dikenakan tiket masuk Rp 5.000, biaya parkir kendaraan roda empat Rp 2.000, sementara anak-anak tidak dikenakan biaya apapun, alias gratis.

Pakai alas kaki yang nyaman. | Dokumentasi Pribadi
Pakai alas kaki yang nyaman. | Dokumentasi Pribadi
Harga tiket tersebut bahkan lebih terjangkau dibandingkan kita berkunjung ke pantai-pantai di sekitaran Nongsa yang juga dikelola oleh masyarakat sekitar. Untuk biaya parkir kendaraan roda empat di tepi pantai saja, biasanya pengunjung dikenakan biaya Rp10.000 per kendaraan. Padahal yang dinikmati hanya air laut dan pasir, tidak ada perkakas-perkakas lain yang instagramable.

Bawa bekal, terus ngariung begini dengan keluarga. | Dokumentasi Pribadi
Bawa bekal, terus ngariung begini dengan keluarga. | Dokumentasi Pribadi
Namun ada beberapa hiasan yang memang terlihat sudah usang dan tidak terawat di Pasar Mangrove Kampung Terih. Tidak sekinclong saat pertama kali ditetapkan sebagai kampung wisata. Sebaiknya perkakas-perkakas itu diganti, atau malah dipindahkan ke luar areal wisata sekalian. Tujuannya tentu saja agar tidak mengganggu pemandangan yang terlihat sudah cukup cantik itu.

Saya dan si sulung yang mendadak hobi di foto. | Dokumentasi Pribadi
Saya dan si sulung yang mendadak hobi di foto. | Dokumentasi Pribadi
Ah, tetapi tak ada gading yang tak retak kan? Secara keseluruhan, tempat wisata itu sudah cukup baik. Saya dan keluarga cukup menikmati menghabiskan waktu di tempat tersebut. Apalagi akses ke Pasar Mangrove Kampung Terih tersebut cukup mudah dijangkau. Jalan mulus dan rata. Selain itu, rute dapat menyontek melalui GPS. Dijamin tidak akan nyasar ke gang-gang sempit. Hehe namanya juga wisata kekinian, bila tidak terdeteksi GPS, Terlalu.

Salam Kompasiana! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun