Mohon tunggu...
Cory Vidiati
Cory Vidiati Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Islam Bunga Bangsa Cirebon

Menulis, traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Literasi Wakaf Kini

9 Januari 2023   07:38 Diperbarui: 9 Januari 2023   07:47 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Defenisi Wakaf secara Etimologi

Lafal  Waqf  (pencegahan),  Tahbis  (penahanan),  Tasbil  (pendermaan  untuk  fisabillah)  mempunyai pengertian yang sama. Wakaf menurut bahasa adalah menahan untuk berbuat, membelanjakan. Dalam bahasa Arab dikatakan "Waqaftu kadza" dan artinya adalah 'Aku menahannya'. Kalimat Auqaftuhu (dengan bentuk auqafa bukan waqafa)(Saya mewaqafkan) hanya diucapkan dalam bahasa Arab dialek Tamimi. Redaksi seperti ini jelek, dan digunakan oleh orang-orang awam saja.

Kebalikkan  Waqafa adalah Ahbasa.  Lafal  Ahbasa.  Lafal  Ahbasa  lebih banyak  digunakan  daripada habasa.  Yang  pertama (ahbasa)  adalah  bahasa  fasih (fushah)  sementara  yang  kedua  (habasa)  jelek. Termasuk penggunaan pecahan kata Waqafa adalah Al-Mawqif yakni tempat menahan orang-orang untuk perhitungan (amal). Penggunaan kata waqaf kemudian populer untuk makna isim maf 'ul yakni barang yang diwakafkan. Waqaf diungkapkan juga dengan kata Al-Habsu.

 

Defenisi Wakaf secara Terminologi

Menurut mayoritas Ulama, Wakaf adalah menahan harta yang bisa dimanfaatkan sementara barang  tersebut  masih  utuh,  dengan  menghentikan  sama  sekali pengawasan  terhadap  barang tersebut dari orang yang mewakafkan dan lainnya, untuk pengelolaan yang diperbolehkan dan riil, atau pengelolaan revenue (penghasilan) barang tersebut untuk tujuan kebajikan dan kebaikkan demi mendekatkan diri kepada Allah.

Atas dasar ini, harta tersebut lepas dari kepemilikan orang yang mewakafkan dan menjadi tertahan  dengan  dihukumi  menjadi  milik  Allah  (yang dimaksud adalah harta tersebut tidak lagi menjadi milik orang mewakafkan, tidak pula berpindah menjadi milik orang lain. Ia dihukumi menjadi milik Allah semata. Inilah yang dimaksud dalam teks di atas. 

Sebab, kalau maksudnya tidak demikian maka semua adalah milik Allah), orang yang mewakafkan terhalang untuk mengelolanya,   penghasilan   dari   barang   tersebut   harus   disedekahkan   sesuai dengan tujuan pewakafan tersebut.

Diriwayatkan  bahwa  Umar  mendapatkan  tanah  di  khaibar  kemudian  dia  bertanya,  "Wahai Rasulullah, aku mendapatkan tanah di khaibar. Aku belum pernah sama sekali mendapatkan harta sebaik ini, apa yang engkau perintahkan kepadaku? "Rasulullah  saw.  Bersabda,  "Jika  kau  ingin,kau  bisa  menahan  (mewakafkan)  tanah  itu  dan menyedekahkan hasil dari tanah itu." 

Maka, Umar menyedekahkan penghasilan dari tanah tersebut- dengan syarat ia tidak dijual, tidak dihibahkan, tidak pula diwariskan. Sedekah itu diberikan kepada orang-orang fakir, sanak kerabat, budak belian, tamu, dan musafir. Orang yang mengawasi tanah tersebut tidak apa-apa makan dari hasil tanah itu dengan pertimbangan yang bijak, memberi makan dari hasil itu kepada orang lain, tanpa menyimpannya. (HR. Jamaah (Nailul Authaar. VI/20)). Ibnu Hajar dalam Fathul Baarii mengomentari," Hadist Umar ini adalah dasar legalitas Wakaf."

LEGALITAS, HIKMAH DAN SIFAT WAKAF

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun