Mohon tunggu...
Cornelius Andrew
Cornelius Andrew Mohon Tunggu... Pelajar

Saya merupakan seorang pelajar SMA.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bersyukur dalam Kesederhanaan: Menembus Batas Kata "Mungkin"

25 Februari 2025   10:00 Diperbarui: 25 Februari 2025   09:56 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konon katanya, orang yang difabel akan hidup sangat kesulitan sepanjang hidupnya. Terdapat sebuah stigma bahwa mereka tidak mungkin bisa maksimal karena disabilitas yang mereka miliki. Akan tetapi, sepasang ayah dan anak mampu membuktikan bahwa kata "mungkin" itu bisa ditembus dalam kesederhanaan. Di sekitar pepohonan taman kota, terlihat seorang ayah difabel bahagia sambil mengangkat anak difabelnya ke atas. Mereka terlihat bahagia, sekalipun tak memiliki apapun yang mewah. Hanya sebatas kruk untuk mendukung salah satu kaki ayahnya yang sudah buntung dan pegangan dua lengan ayah untuk mengangkat sang anak yang tak memiliki tangan maupun kaki. Baju mereka pun juga tak mewah, layaknya seperti orang-orang di taman kota pada jam 4 sore. Dari semua kesulitan ini, mereka pun masih bisa hidup bersama dengan berbagai keterbatasan yang ada.

Berangkat dari sepasang ayah dan anak tersebut, saya melihat sebuah hal yang sangat berkesan. Terkadang, kita sering mengeluh atas hal-hal kecil dalam hidup kita. Misalnya seperti mengeluh di pagi hari karena harus bangun dan berjalan ke sekolah. Namun, terdapat banyak orang di dunia ini yang hanya bisa membayangkan bahwa mereka bisa berjalan. Bahkan, tak semua orang bisa bangun di hari ini karena sebagian dari mereka sudah meninggal dalam tidur. Maka sepasang ayah dan anak ini menembus batas kata "mungkin" dengan mengapresiasi hidup melalui rasa syukur atas kondisi yang mereka miliki.

Kebahagiaan ayah dan anak tersebut mampu menunjukkan rasa syukur luar biasa yang tak tampak dalam kehidupan sehari-hari. Dari perspektif ayah, ia tetap bisa bahagia dengan kondisi kaki yang buntung. Ia mensyukuri kehidupan yang telah diberikan oleh Tuhan dengan memberikan usaha yang terbaik untuk anaknya. Dari perspektif anak, ia juga tetap bahagia dengan kondisi tak memiliki tangan maupun kaki. Melalui prinsip kebahagiaan, ia dapat diangkat oleh ayahnya sendiri. Alhasil, kebahagiaan sepasang ayah dan anak dapat menjadi sebuah inspirasi yang luar biasa dan menembus batas kata mungkin.

Saat saya menulis tulisan ini, saya merasakan sebuah sensasi pada lengan dan tungkai saya. Saya dapat lebih bersyukur atas organ tubuh yang lengkap pada tubuh saya. Saya merasa bahwa sepasang ayah dan anak ini dapat mengingatkan kita untuk bersyukur lebih banyak dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, semoga umat manusia di muka bumi ini bisa lebih bersyukur dalam kesderhanaan karena sesungguhnya tidak ada hal yang tidak mungkin.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun