Tradisi Seren Taun, yang dikenal luas di masyarakat agraris Sunda, mengandung nilai-nilai sejalan dengan Tri Hita Karana. Upacara ini merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen, sekaligus penghormatan terhadap alam dan manusia. Dimensi Parahyangan tampak dalam doa dan persembahan yang dilakukan kepada Sang Pencipta, sedangkan Pawongan terlihat dalam kerja sama dan kebersamaan warga selama pelaksanaan upacara. Nilai Palemahan tercermin dari penghargaan terhadap tanah dan lingkungan yang menjadi sumber kehidupan. Dengan demikian, Seren Taun menggambarkan keseimbangan spiritual, sosial, dan ekologis sebagaimana ajaran Tri Hita Karana.
2. Upacara Ngaben
Ngaben merupakan salah satu tradisi keagamaan Hindu Bali yang melambangkan pelepasan roh dari ikatan duniawi menuju penyatuan dengan alam ilahi. Dalam konteks Parahyangan, Ngaben menjadi bentuk pengabdian spiritual kepada Tuhan dengan tujuan membantu roh mencapai kesucian. Nilai Pawongan terlihat dari kebersamaan dan gotong royong antarwarga saat menyiapkan upacara. Sementara Palemahan tampak dalam penghormatan terhadap unsur alam, karena prosesi Ngaben mengandung simbol keseimbangan antara elemen tanah, air, api, dan udara. Upacara ini bukan sekadar ritual kematian, tetapi juga pengingat akan keharmonisan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
3. Sistem Subak
Sistem pengairan tradisional Subak adalah salah satu penerapan nyata Tri Hita Karana dalam kehidupan masyarakat Bali. Lebih dari sekadar sistem teknis pertanian, Subak merupakan sistem sosial dan spiritual yang mengatur hubungan antarpetani agar adil dan seimbang. Dalam Parahyangan, para petani memuja Dewi Sri sebagai dewi kesuburan melalui upacara di Pura Subak. Dalam Pawongan, mereka bermusyawarah dan bekerja sama dalam membagi air irigasi. Sedangkan dalam Palemahan, petani menjaga kesuburan tanah dan kebersihan air. Subak menunjukkan bahwa harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan dapat diwujudkan dalam sistem kehidupan yang berkelanjutan.
4. Hari Raya Nyepi
Hari Raya Nyepi merupakan bentuk perwujudan keseimbangan spiritual dan ekologis yang sangat kuat. Dalam Parahyangan, umat Hindu melakukan tapa brata dan meditasi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Dari sisi Pawongan, Nyepi menciptakan suasana damai karena seluruh masyarakat berhenti dari aktivitas duniawi, memperkuat solidaritas dan kedamaian sosial. Sedangkan dalam Palemahan, hari hening ini memberikan waktu bagi alam untuk "bernapas" dan memulihkan diri dari aktivitas manusia. Nyepi adalah contoh nyata bagaimana nilai-nilai Tri Hita Karana diterapkan dalam kehidupan modern tanpa kehilangan makna spiritualnya.
Tri Hita Karana bukan hanya bagian dari budaya Bali, melainkan juga sebuah filosofi hidup universal yang mengajarkan keseimbangan dan harmoni. Sebagai filsafat hidup, ajaran ini menuntun manusia untuk menjaga hubungan yang selaras antara Tuhan, sesama, dan alam. Sebagai kearifan lokal, Tri Hita Karana termanifestasi dalam berbagai tradisi seperti Seren Taun, Ngaben, Subak, dan Nyepi, yang semuanya menanamkan nilai kebersamaan, penghormatan terhadap alam, dan kesadaran spiritual.
Dalam era modern yang sering menonjolkan kepentingan material dan individual, nilai-nilai Tri Hita Karana menjadi pengingat penting bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat dicapai melalui keseimbangan batin, sosial, dan lingkungan. Dengan memahami dan menerapkannya, manusia dapat menciptakan kehidupan yang damai, berkelanjutan, serta penuh makna bagi dirinya dan alam semesta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI