Mohon tunggu...
Cornelia MariaRadita
Cornelia MariaRadita Mohon Tunggu... Lainnya - Masih Mahasiswa

Selamat Membaca! :)

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tika, Wanita Pertama di Indonesia yang Berhasil Mengumandangkan Indahnya Suara Tuba

14 Maret 2021   19:19 Diperbarui: 14 Maret 2021   19:30 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Tika bersama instrumen Tuba kesayangannya. Sumber: Dokumentasi Pribadi Atika S. Laksmi

Alunan suara dari alat musik tiup mengiringi sepanjang panggilan video saya bersama wanita nun jauh di sana. Tika, 24 tahun, berhasil menjadi wanita pertama di Indonesia yang tunjukkan besarnya cinta terhadap alat musik Tuba, yang kemudian membawanya pada segudang prestasi dalam hidup.

Senin (14/12/2020), saya melakukan wawancara dengan Atika Septiana Laksmi atau akrab disapa Tika, melalui panggilan video. Tanpa sadar, lebih satu jam saya mendengarkan perjalanan hidup Tika sebagai seorang musisi yang begitu menginspirasi. 

Wanita yang lahir dari pasangan Nanang Eko Mulyanto dan Uki Anggreni, di Wonogiri, 11 September 1996 ini melewati jatuh bangun dalam mempertahankan kiprahnya di dunia seni musik. Perjuangan begitu keras ia lalui hingga ia bisa meraih prestasi dan dijuluki sebagai 'Pemain Tuba Perempuan Pertama di Indonesia.' Kilas balik perjalanan hidupnya di dunia musik membuat saya tertegun selama mendengarkan.

Wanita pecinta bakmie ini sudah mencintai musik sejak usia taman kanak-kanak. Bernyanyi adalah hobi musik pertamanya dalam hidup. Berbagai perlombaan menyanyi ia ikuti ketika masih kecil. Bernyannyi pop hingga karawitan bisa ia lakukan, bahkan dalam satu kesempatan ia berhasil memenangkan kompetisi karawitan sebagai penyanyinya. Rasa cintanya terhadap dunia tarik suara semakin bertambah ketika ia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Ia dipercaya menjadi vokalis dalam band sekolahnya, dan banyak diberi tawaran untuk mengisi acara. Keyakinannya akan terus berkecimpung di dunia musik membawa Tika untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Musik (SMM) Yogyakarta.

Keputusan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah musik tidak sepenuhnya dilancarkan. Beberapa pihak keluarga tidak memberi izin kepada Tika karena khawatir akan dunia seni yang dikenal bebas. Lingkungan seni menjadi faktor utama penolakan keluarga Tika akan keputusannya. Namun, berbekal tekat yang kuat, ia berhasil mempertahankan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan di dunia musik. Hingga pada tahun 2011, ia merantau ke Yogyakarta dan jauh dari keluarganya demi menggapai mimpinya menjadi seorang musisi.

Mulanya ia memilih mayor (musik peminatan utama) vokal ketika di SMM. Hobi dan banyaknya pengalaman di bidang tarik suara menjadi alasannya memilih mayor vokal. Namun, seiring berjalannya proses pembelajaran praktek vokal, ia mulai menemui ketidaknyamanan dalam instrumen ini. Pengalaman menyaksikan penyanyi terkenal yang kurang dalam kualitas, namun mempunyai fisik yang sangat mendukung menjadi salah satu alasan ketidaknyamanan tersebut.

"Aku udah gak nyamannya dari diriku sendiri ya itu (masih banyak penyanyi yang disorot dari tampilan fisik). Kalau aku jadi penyanyi belum tentu bisa diiringi orkes," ujar Tika.

Melihat keadaan sekitar, Tika merasa bahwa vokal bukanlah jalan hidupnya. Pergulatan dalam diri untuk memutuskan apakah ia harus tetap melanjutkan vokal atau berpindah instrumen mayor. Di tengah pergulatan batin itu, Tika mulai mencoba membuka lebar lingkup pertemanannya dan berkawan baik dengan teman-temannya yang memilih mayor instrumen tiup logam.

"Weh, Tik. Eman-eman banget. Harusnya kamu tu masuk instrumen aja kayak string, tiup. Biar kamu bisa ikut orkes," ungkap Tika sambil menirukan temannya yang menyatakan hal tersebut.

Dari situ, Tika mulai mempelajari semua instrumen yang ada di SMM. Ia mulai berkeliling seluruh ruang praktik musik, hingga di ujung lorong ia menghentikan langkahnya di ruang praktik instrumen Tuba. "Wah, kok besar banget ya, dari logam pula," ungkap Tika sembari tersenyum, mengingat suara hatinya pada masa itu. Pada saat itulah ia menjatuhkan hatinya pada alat musik Tuba.

Keputusannya untuk mantab berpindah instrumen dari vokal menuju tuba melewati berbagai perjuangan. Harus menerima omelan guru, mengeluarkan biaya yang cukup banyak, harus membiasakan diri mengangkat instrumen seberat 15-20 kilogram, dan banyak mempelajari instrumen Tuba sendiri. Ketika mempelajari Tuba, Tika banyak berlatih secara otodidak, mengingat tidak ada guru yang mempunyai mayor Tuba di SMM.

"Soalnya tu, gak ada guru yang dari tuba beneran, adanya mayor trombon tapi bisa mainin tuba. Jadi aku dikasih bahan doang terus aku pelajari sendiri," ujar Tika.

Usaha Tika untuk dapat memainkan Tuba dan mengeluarkan warna suara yang indah tidaklah mudah. Dengan penuh keberanian, ia mendekati senior-senior instrumen Tuba untuk mengajarinya bermain tuba, bahkan dengan telaten ia menelusuri internet, mencatat nama-nama pemain Tuba di berbagai negara, dan menambahkan Tubist tersebut sebagai teman di Facebook. Dengan rendah hati Tika bertanya kepada kawan Facebooknya yang berasal dari berbagai negara itu mengenai cara bermain bermain Tuba yang baik, serta saling berbagi pengalaman.

Usaha tidak mengkhianati hasil, semakin lama Tika mulai bisa memainkan Tuba dengan lancar. Tika begitu giat berlatih Tuba secara mandiri. Namun layaknya remaja pada umumnya, Tika juga pernah melewati masa kenakalan remaja. "Tapi dulu aku tu nakal banget, Dek. Suka bolos praktek, sampe pas ketemu Pak Harun aku dimarahin suruh pindah vokal lagi," ungkapnya sambil tertawa.

Tiba di tahun terakhir di SMM, di mana Ujian Kompetensi sudah di depan mata, Tika semakin giat berlatih. Ambisi untuk menunjukkan bahwa, perempuan pun bisa memainkan tuba yang berukuran besar dengan baik melekat pada benaknya. Lagi-lagi, usaha kerasnya membuahkan hasil yang sangat menakjubkan. Tika berhasil memperoleh nilai yang sangat mendekati sempurna yaitu 98, dan ia menjadi salah satu siswa dengan pencapaian tertinggi. Pencapaian tersebut membawanya lolos pada Uji Kemitraan yang akan diuji oleh musisi senior Indonesia, Purwacaraka.

Gambar 2. Tika dan musisi senior Purwacaraka. Sumber: Dokumentasi Pribadi Atika S. Laksmi
Gambar 2. Tika dan musisi senior Purwacaraka. Sumber: Dokumentasi Pribadi Atika S. Laksmi

Selepas dari SMM, Tika mempunyai keinginan untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Namun, atas berbagai pertimbangan, terutama karena penggunaan bahasa Inggris yang belum lancar, membuat Tika memilih untuk melanjutkan studi di Indonesia dahulu tepatnya di Institut Seni Indonesia (ISI). Di sanalah, pengalaman dan prestasinya sebagai pemain Tuba membeludak.

Tahun pertama menjadi mahasiswa ISI sudah membawa Tika ke dalam pengalaman bergabung dengan salah satu orkestra profesional di Indonesia, Jakarta Simphony Orchestra (JSO). Tak langsung dilancarkan, Tika sempat terkena omel kondakter yang berasal dari Amerika karena rasa tidak percaya diri yang membuat permainan Tuba nya yang kurang lancar pada saat itu. Namun, hal itu tak kunjung membuat mentalnya terjatuh, Tika terus menambah usaha ketika berlatih.

Berangkat dari JSO, Tika mulai menerima tawaran mengisi instrumen Tuba dalam beberapa kelompok orkestra. Tak main-main, Tika mendapat kehormatan menjadi principal (pemain utama dalam kelompok alat musik) Tuba dalam konser-konser tersebut. Konser besar yang pernah ia ikuti antara lain Jakarta Symphony Orchestra, Jakarta City Philharmonic, Bandung Philharmonic Orchestra, Ananda Sukarlan Orchestra, Magenta Orchestra, Medical Chamber Orchestra, Orkes Mahasiswa ISI Yogyakarta, Surya Vista Orchestra, Caprice Music Orchestra, Orchestra OSBS Bandung, Student Symphonic Band Yogyakarta, Himasik Wind Orchestra, Orkestra Gita Bahana Nusantara, Tokyo Opera, . Bahkan hingga saat ini ia terus aktif dalam Gunsch Brass Quintet, yang merupakan kelompok anak muda pemain alat musik tiup logam.

Dari seluruh orkestra yang pernah Tika ikuti, ia mengaku bahwa Gita Bahana Nusantara adalah pengalaman konser yang paling berkesan selama 24 tahun hidupnya ini. Menjadi bagian dalam orkestra Gita Bahana Nusantara adalah hal yang rumit, Tika harus melawan banyaknya pemain tuba di satu provinsi sebelum akhirnya lolos dan diberangkatkan ke Istana Negara. Bahkan, Tika pernah mengalami kegagalan saat mengikuti seleksi pertamanya di tahun 2014.

"Waktu itu, pesaingnya senior-seniorku yang emang udah jago-jago banget," katanya sembari memegang jidat.

Namun, kegagalan tersebut tak kunjung membuat Tika berhenti melangkah. Ia kembali mencoba seleksi Gita Bahana Nusantara pada tahun 2015, sembari mengucap syukur Tika mengatakan bahwa ia berhasil lolos dan berangkat ke Istana Negara. Bangga, senang, terharu tergabung menjadi satu dalam perasaan Tika ketika akhirnya bisa mendapatkan kesempatan bermain alat musik di depan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. 

20 hari menjalani karantina dengan banyak berdinamika dengan orang-orang baru dari berbagai daerah di Indonesia, menjadikan pengalaman tergabung dalam orkestra ini menjadi sangat tidak terlupakan.  Satu hal yang membuat saya begitu tertegun adalah saat Tika bercerita bahwa ketika Sang Saka Merah Putih dikibarkan, ia menangis penuh haru teringat bagaimana para pahlawan telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Ungkapan tersebut begitu menyentuh hati saya, hingga tanpa sadar mata mulai berkaca-kaca.

Tika berhasil lolos dan mengikuti Gita Bahana Nusantara selama tiga tahun berturut-turut yaitu tahun 2015, 2016, dan 2017. Di tahun 2016, Tika dipercaya masuk ke dalam salah satu program NET TV yaitu NET12. 

Pada saat itulah, Tika mendapat julukan sebagai 'Pemain Tuba Perempuan Pertama di Indonesia'. Julukan tersebut tak lantas membuat Tika puas diri, ia justru merasa bahwa julukan tersebut sebenarnya sedikit menjadi beban karena ia merasa bahwa meskipun ia menjadi perempuan pertama di Indonesia yang memainkan alat musik berat ini, namun secara kemampuan masih banyak musisi yang jauh lebih baik. Hal itu mendorong Tika untuk semakin mengasah kemampuan supaya tidak hanya gender yang dilihat oleh masyarakat, namun juga kualitas.

Gambar 3. Tika saat sedang interview bersama Net 12. Sumber: Dokumentasi Pribadi Atika S. Laksmi
Gambar 3. Tika saat sedang interview bersama Net 12. Sumber: Dokumentasi Pribadi Atika S. Laksmi

Sejak saat itu, Tika mulai menerima banyak panggilan dari beberapa media seperti youtube channel Dolan Sana Sini, Melodyca Podcast, dan panggilan untuk menjadi pembicara. Tika juga ikut serta dalam film Ave Maryam sebagai pemain Tuba dalam chamber yang dipimpin oleh Chicco Jericho. Tak hanya itu, banyak orang tua yang akhirnya mempercayakan anaknya untuk les instrumen Tuba dengannya. Pengalaman yang terhitung sangat banyak di usia mudanya semakin lama mengarahkan Tika pada cita-cita sebagai seorang pengajar Tuba di Indonesia.

"Aku tu pengen liat regenarasi pemain Tuba gitu. Pengen berbagi ilmu sama adek-adek, supaya makin banyak pemain Tuba di Indonesia."

Keinginannya tersebut nyatanya memang sesuai dengan apa yang di lakukan. Garry Andrew Immanuela, yang juga alumni instrumen Tuba SMM angkatan 2015 menyatakan bahwa guru praktik musiknya kerap bercerita mengenai perjalanan Tika selama bermain Tuba, dan beberapa kali Tika diminta oleh guru tersebut untuk membimbing adik-adik kelasnya. Diungkapkan oleh Garry bahwa Tika adalah sosok yang senang berbagi ilmu dengan ulet dan tidak menjatuhkan.

" Sarannya dia itu baik, enggak bikin down. Jadi ya, tambah termotivasi lagu buat aku harus bisa," ungkap Garry. Bahkan Garry mengakui bahwa Tika adalah seorang pemain Tuba profesional di Indonesia. Hal ini dilihatnya dari banyaknya orkestra besar yang hingga saat ini terus memakai Tika dan kawannya bernama Aji untuk tergabung di dalamnya.

Perjalanan Tika berkecimpung dalam dunia musik membawa segudang prestasi yang amat membanggakan. Dari situ, tak jarang ia menemui orang-orang di sekitarnya yang tidak suka dan kerap membicarakan Tika di belakang.

"Ya, ada yang gak suka di belakangku, Dek. Bahkan ada yang aku tahu persis. Tapi ya udah, dihiraukan aja, kalo tak tanggepi jadi menghambat latihanku nanti, malah edan dewe," ucapnya dengan santai.

Di tengah kesuksesan yang ia raih di usia muda ini, nyatanya ia tetap terus berlatih dengan giat. Tanpa malu, Tika juga mengaku bahwa hingga saat ini masih banyak hal yang perlu diperbaiki dalam bermain Tuba. Tika masih harus terus melatih nada rendah supaya menghasilkan suara yang indah dengan nafas yang panjang sehingga ia harus rajin berolahraga pula.

Terjun di dunia musik membawa cinta yang begitu besar dalam hidup Tika. Selama kurang lebih 8 tahun perjalanannya sebagai pemain Tuba, Tika yang mulanya hanya bisa meminjam Tuba dari sekolah dan kampusnya akhirnya bisa membeli Tuba dengan hasil jerihpayanya sendiri. Bahkan saat ini Tika telah memiliki dua instrumen tuba dengan standar profesional. 

Walau begitu, Tika masih mempunyai keinginan untuk mempunyai Tuba dalam jumlah banyak dengan tujuan mulia yaitu nantinya bisa dipinjamkan pada adik-adik dan murid-murid yang ingin mempelajari Tuba namun belum mempunyai alatnya. Besar keinginan Tika untuk nantinya mampu mempunyai sekolah untuk instrumen tiup logam, dan mampu memfasilitasi murid-murid yang belum mempunyai alat musiknya.

Menjelang akhir wawancara, Tika menyampaikan apa yang menjadi pegangan hidupnya selama ini. Bagi Tika, sebagai seorang musisi mempunyai kewajiban untuk terus menjaga eksistensi. Hidup di dunia seni bagi Tika memerlukan adanya kemampuan untuk sosialisasi yang tinggi untuk dapat saling berbagi ilmu sehingga kompetensi yang dimiliki semakin berkembang. Hal-hal tersebutlah yang terus dipegang oleh Tika dan akan selalu dipertahankan sebagai seorang musisi. Tika terus menekankan bahwa siapapun harus percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang telah dipilih.

"Proses yang penuh rintangan wajib dilalui dan harus selalu disyukuri. Nikmatilah prosesmu, sekejam rintangan yang kita alami, rintangan tersebut adalah guru terbaik bagi kita," menjadi kalimat penutup dalam wawancara bersama dengan Tika. Harapan untuk regenerasi musisi Indonesia terus dikumandangan oleh Tika dalam berbagai kesempatan dan doa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun