Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Saatnya Mengangkat Sekubal dan Getuk Lampung ke Meja Sekolah

5 Oktober 2025   20:39 Diperbarui: 6 Oktober 2025   13:21 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan sekubal dipadukan dengan tahu-tempe goreng hangat dan seruit ringan ini. Lengkap secara gizi - karbohidrat dari ketan, protein nabati dan hewani dari tahu-tempe dan ikan, lemak sehat dari santan, dan serat dari sambal buah. Lebih penting lagi: anak-anak belajar mencintai makanan khas daerah mereka sendiri.

Di titik inilah MBG punya peluang besar: bukan hanya memberi makan, tetapi juga menumbuhkan rasa bangga terhadap kekayaan kuliner lokal.

Getuk Lampung: Manisnya Tradisi yang Membahagiakan

Getuk Lampung warna-warni berbahan singkong, disajikan dengan taburan kelapa parut yang gurih. (Sumber: lydiajenny76)
Getuk Lampung warna-warni berbahan singkong, disajikan dengan taburan kelapa parut yang gurih. (Sumber: lydiajenny76)

Anak-anak suka rasa manis, dan Lampung punya versi khasnya: getuk Lampung. Terbuat dari singkong kukus yang ditumbuk dan dicampur dengan gula kelapa serta parutan kelapa muda, getuk menyimpan rasa sederhana tapi hangat. Teksturnya lembut, warnanya menggoda, dan aromanya mengingatkan pada masa kecil di desa.

Getuk bisa menjadi pilihan pencuci mulut dalam menu MBG. Ia tidak hanya memenuhi kebutuhan karbohidrat tambahan, tapi juga berperan sebagai “pengikat emosi” antara anak dan tradisi kuliner daerah. Bayangkan jika setiap kali menikmati getuk, anak tahu bahwa makanan itu bukan sekadar camilan, tapi bagian dari warisan nenek moyang yang perlu dijaga.

Versi modernnya bisa dikreasikan: getuk bentuk mini warna-warni, tanpa pewarna buatan, disajikan dalam porsi kecil yang menarik. Anak-anak pasti menyukainya - terutama jika sekolah memberi konteks cerita: “Ini lho, getuk dari Lampung, makanan dari singkong yang ditanam di tanah kita sendiri.”

Mengapa Menu Lokal Penting untuk Anak-anak

Kita sering mengukur gizi dari kandungan angka dan takaran, tapi melupakan unsur budaya dan psikologis dalam makanan. Anak-anak yang terbiasa dengan rasa lokal memiliki ikatan batin dengan lingkungannya. Mereka tahu bahwa pangan tidak hanya datang dari pasar besar atau kota lain, tetapi tumbuh di sekitar rumah, di kebun, di sawah, di ladang desa mereka sendiri.

Dengan menyajikan makanan khas daerah, MBG bisa sekaligus menjadi ruang belajar. Anak-anak bukan hanya makan, tetapi juga belajar tentang identitas, sejarah, dan keberlanjutan.

Mereka akan tahu bahwa ketan bukan hanya bahan kue, melainkan sumber energi yang diwariskan sejak lama. Bahwa singkong bukan makanan “murah”, melainkan pangan cerdas yang tahan cuaca dan ramah lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun