Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Saatnya Mengangkat Sekubal dan Getuk Lampung ke Meja Sekolah

5 Oktober 2025   20:39 Diperbarui: 5 Oktober 2025   20:39 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Irisan sekubal khas Lampung, terbuat dari ketan dan santan, disajikan di atas daun pisang yang harum. (Sumber: dunialoka.id)

Kita sering lupa bahwa rasa, gizi, dan budaya bisa tersaji di satu piring. Saat pemerintah menggulirkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk anak sekolah, sebagian orang mungkin langsung berpikir: nasi, lauk, sayur, dan buah. Padahal, Indonesia memiliki ratusan sumber pangan lokal yang tak kalah bergizi dan jauh lebih dekat dengan akar budaya masyarakatnya.

Di Lampung, misalnya, ada sekubal, seruit, dan getuk Lampung - tiga sajian yang mewakili kekayaan rasa sekaligus kearifan lokal. Masing-masing punya potensi besar untuk diadaptasi menjadi menu MBG yang bukan hanya bergizi, tapi juga mengandung nilai edukatif dan rasa kebanggaan daerah.

Sekubal: Ketan, Santan, dan Filosofi tentang Kebersamaan

Sekubal adalah penganan berbahan dasar beras ketan dan santan yang dimasak perlahan hingga padat, lalu dibungkus daun pisang dan dikukus lama. Dari luar tampak sederhana, tapi di balik keharumannya tersimpan filosofi tentang kesabaran dan kebersamaan. Di banyak keluarga Lampung, sekubal menjadi hidangan wajib saat hari raya atau acara adat - simbol bahwa kerja keras dan waktu yang lama akan menghasilkan sesuatu yang bermakna.

Sebagai bagian dari menu MBG, sekubal sebenarnya sangat potensial. Ketan adalah sumber karbohidrat kompleks yang memberi energi tahan lama. Santan menambah rasa gurih sekaligus asupan lemak nabati yang dibutuhkan tubuh. Bila dipotong kecil, dikemas menarik, dan disajikan dengan lauk sederhana seperti tahu goreng, tempe, atau ikan kecil, sekubal bisa menjadi alternatif nasi yang tidak membosankan.

Masalah utamanya hanya pada proses produksi yang memakan waktu lama. Tapi ini bisa diatasi dengan pendekatan komunitas - melibatkan ibu-ibu sekolah, kelompok dapur lokal, atau UMKM kuliner setempat. Dengan begitu, sekubal bukan sekadar makanan, melainkan hasil gotong royong warga untuk memberi yang terbaik bagi anak-anak mereka.

Lebih dari sekadar gizi, sekubal membawa rasa rumah, rasa tanah sendiri.

Seruit Ringan: Rasa yang Menyambung Identitas

Kalau bicara Lampung, sulit memisahkan diri dari seruit. Hidangan ini biasanya berupa campuran ikan bakar atau goreng yang disajikan dengan sambal terasi khas Lampung, kadang dicampur tempoyak atau mangga muda. Rasanya pedas, asam, dan sedikit manis - cerminan karakter masyarakat pesisir yang terbuka dan hangat.

Tentu, untuk program MBG, versi seruit yang terlalu pedas tidak bisa disajikan langsung. Tapi kita bisa menciptakan “seruit ringan”: ikan goreng yang disuwir halus dengan sambal lembut tanpa cabai berlebihan, lalu dicampur sedikit perasan jeruk nipis untuk kesegaran rasa. Hasilnya tetap memiliki identitas rasa Lampung, tetapi aman dan ramah untuk lidah anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun