Beberapa waktu terakhir, kepercayaan masyarakat terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pejabat publik semakin memudar. Berbagai perilaku seperti gaya hidup hedonis, keputusan kontroversial, hingga aksi joget di gedung DPR, telah memperlebar jurang antara wakil rakyat dan rakyatnya sendiri.
Puncak kekecewaan itu terjadi saat video viral menunjukkan seorang pengemudi ojek online terlindas mobil rantis Brimob dalam sebuah demo di Senayan. Peristiwa ini memicu kemarahan publik yang lebih besar, seolah mencerminkan ketidakpedulian aparat dan pejabat terhadap rasa keadilan.
Di tengah situasi penuh kekecewaan, muncullah nama Dr. KH. Idham Chalid. Namanya mungkin tidak setenar tokoh nasional lainnya, tetapi ia adalah figur penting dalam sejarah Nahdlatul Ulama (NU) dan Gerakan Pemuda Ansor. Menariknya, sosok ini kembali viral karena banyak orang merindukan pemimpin dengan integritas, kesederhanaan, dan ketulusan seperti dirinya.
Sederhana dalam Sikap, Teguh dalam Nilai
Idham Chalid bukanlah pemimpin yang hidup bergelimang fasilitas mewah. Hidupnya sederhana, sikapnya rendah hati, namun memiliki wibawa yang kuat. Kedekatannya dengan KH. Abdul Wahab Hasbullah, salah satu pendiri NU, menunjukkan bahwa kepemimpinannya berakar pada nilai-nilai keislaman yang murni.
Ketika memimpin GP Ansor pada tahun 1950-an, kondisi politik Indonesia sedang tidak stabil. Idham Chalid hadir sebagai figur yang mampu menguatkan solidaritas antar-organisasi pemuda Islam. Meskipun kepemimpinannya singkat, ia berhasil membangun kerja sama strategis, bukan sekadar berteori.
Karakteristiknya sangat kontras dengan kondisi pejabat saat ini yang sering kali menampilkan gaya hidup mencolok. Saat rakyat menghadapi kesulitan ekonomi, para wakil rakyat terkesan lebih sibuk dengan pencitraan.
Perbandingan inilah yang semakin mempertegas kerinduan masyarakat terhadap pemimpin yang sederhana dan tulus. Sosoknya menjadi simbol bahwa kejujuran dan kesahajaan jauh lebih bernilai dibanding janji-janji kosong.
Gerakan Moral di Tengah Badai Politik
Salah satu warisan Idham Chalid yang paling penting adalah keberaniannya mengubah GP Ansor menjadi gerakan moral. Pada masanya, GP Ansor melancarkan kampanye untuk membubarkan "panggung joget" di gedung DPR. Bagi mereka, lembaga negara seharusnya tidak menjadi tempat hiburan yang menjauhkan wakil rakyat dari tugas utamanya.