Belum lama ini, telinga kita kembali dibuat panas oleh pernyataan seorang menteri yang kontroversial. Kali ini, giliran Menteri Agama Nasaruddin Umar yang menuai kritik tajam terkait pernyataannya tentang guru.
Kejadian ini menambah panjang daftar "blunder" komunikasi pejabat publik di Indonesia. Entah itu menteri, anggota DPR, atau pejabat daerah, sepertinya selalu ada saja pernyataan yang keluar dari mulut mereka dan langsung memantik reaksi keras dari masyarakat.
Fenomena ini membuat kita bertanya-tanya, sebenarnya bagaimana kualitas pejabat kita dalam berkomunikasi? Apakah mereka tidak menyadari dampak dari setiap kata yang mereka ucapkan?
Dari kacamata masyarakat, ucapan-ucapan yang cenderung ceroboh ini seringkali dianggap sebagai cerminan dari kurangnya pemahaman terhadap isu yang mereka tangani, atau bahkan kurangnya empati terhadap kondisi riil yang dialami rakyat.
Ketika Kata-kata Menjadi Senjata Makan Tuan
Sebagai pejabat publik, setiap perkataan dan perbuatan mereka tidak lagi menjadi milik pribadi. Apa pun yang keluar dari mulut mereka akan diserap dan diinterpretasikan oleh ribuan, bahkan jutaan orang. Public speaking bagi mereka bukanlah sekadar seni berbicara di depan umum, melainkan sebuah tanggung jawab moral dan profesional.
Lihat saja kasus pernyataan Menteri Nasaruddin Umar. Meskipun mungkin niatnya baik, pemilihan kata yang kurang tepat justru memicu gelombang protes. Masyarakat, terutama para guru, merasa dilecehkan dan tidak dihargai.
Padahal, peran guru dalam membangun bangsa tidak bisa diremehkan. Pernyataan yang sensitif seperti itu seolah menunjukkan bahwa ada jurang pemahaman yang lebar antara pejabat dengan realitas di lapangan.
Pernyataan yang blunder seperti ini tidak hanya merusak citra pribadi pejabat yang bersangkutan, tetapi juga merusak kredibilitas institusi yang mereka wakili. Dalam kasus menteri, blunder ini bisa jadi membuat masyarakat mempertanyakan kompetensi seluruh kabinet.
Ini efek domino yang berbahaya, apalagi di tengah situasi sosial dan politik yang sudah cukup panas. Satu ucapan yang salah bisa menjadi percikan api yang membakar ketenangan publik.