Malam ini, Bekasi tidak hanya menjadi tuan rumah pertandingan, tetapi juga tempat bagi mimpi-mimpi muda menyatakan diri. Filipina U23 tak sekadar menang atas Brunei Darussalam U23 — mereka memberi pelajaran bahwa sepak bola bisa menjadi ruang untuk bertumbuh, bertarung, dan bermakna.
Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi , Jawa Barat pada Senin malam (21/7/2025), menjadi saksi ketika anak-anak muda dari Filipina menggenggam harapan dengan erat. Mereka tahu laga melawan Brunei Darussalam adalah soal hidup dan mati. Bukan dalam arti sesungguhnya, tentu. Tapi dalam arti mimpi dan kesempatan. Jika ingin melaju ke semifinal Piala AFF U23 2025, mereka harus menang.
Dan mereka menjawab tantangan itu dengan elegan: skor akhir 2‑0. Gol pertama datang dari titik putih (penalti) melalui eksekusi tenang Javier Mariona di menit ke-20 — sementara gol kedua disarangkan oleh gelandang bernomor punggung 16, Harry Nuñez, setelah menyambut umpan matang dari Jacutin Marioña di menit ke-85.
Namun kemenangan ini tidak sesederhana angka. Ia adalah cermin dari sesuatu yang lebih besar: kerja keras, keyakinan, dan bagaimana sepak bola bisa mengangkat mereka yang selama ini berada di pinggir arena kehidupan.
Siapa pun yang menyaksikan pertandingan antara Filipina dan Brunei tadi, mungkin hanya mencatat gol dan nama pencetaknya. Tapi mereka yang menyimak lebih dalam akan menyadari: sepak bola adalah panggung yang adil bagi siapa pun yang siap berjuang.
Lihat saja Harry Nunez. Ia bukan pemain dari akademi besar. Ia datang dari latar belakang sulit, tumbuh dalam komunitas yang jauh dari sorotan. Namun malam tadi, di stadion yang terang dan penuh mata kamera, ia berdiri sejajar dengan pemain manapun di Asia Tenggara. Golnya bukan hanya penentu kemenangan, tapi juga simbol bahwa kesempatan itu nyata bagi mereka yang tak menyerah.
Timnas Filipina U23 sendiri bukan favorit juara. Namun justru dari tim-tim seperti mereka lah kita belajar banyak hal — tentang keberanian menatap ke depan, tentang keindahan dalam kesederhanaan, dan tentang pentingnya kerja kolektif.
Sepak bola seperti kehidupan, tidak selalu berjalan sesuai naskah. Kadang yang menang bukan yang punya fasilitas terbaik, tapi yang punya semangat lebih besar. Filipina membuktikan itu. Mereka tahu ini bukan sekadar pertandingan grup, melainkan ujian tentang seberapa keras mereka bisa memeluk mimpi.
Bagi saya ada pelajaran penting dari laga ini:
1. Tekanan bukan untuk dihindari, tapi dihadapi. Saat wasit menunjuk titik putih, suasana menegang. Javier Mariona melangkah maju — tanpa banyak gestur, tanpa ragu. Ia mengambil posisi, menarik napas, lalu mengeksekusi dengan tenang. Lewat kakinya, ia seakan berkata: "Saya tidak takut pada tekanan."
2. Kesempatan kadang datang hanya sekali. Dan saat ruang itu terbuka, Nunez tak membuang waktu. Sepakannya bukan sekadar menuju gawang, tapi juga menembus batas — melangkah menuju masa depan.
3. Setiap orang punya tempat di lapangan. Asal konsisten berlatih dan tetap rendah hati, waktumu akan datang — dan dunia akan tahu siapa kamu.
Untuk Brunei U23: Jalan Panjang Itu Masih Terbuka