Ada yang berbeda sore tadi di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Bukan karena stadion penuh atau karena nama besar tim-tim yang bertanding. Tapi karena pertandingan antara Malaysia U-23 melawan Brunei Darussalam U-23 menjadi semacam pengingat halus: bahwa sepak bola, bahkan di level muda, adalah panggung tempat kemenangan dan kekalahan bukan cuma soal angka, tapi soal rasa.
Malaysia tampil gesit sejak wasit membunyikan peluit. Tanpa menunggu waktu lama, pasta gol dimulai. Baru tiga menit berjalan, M. D. S. bin Tajuddin berhasil membobol tahanan gawang Brunei. Lalu, satu menit kemudian, petaka kembali datang lewat gol bunuh diri N. Azaman.
Skor 2-0 di menit ke-4 jadi sinyal bahwa Malaysia tak datang untuk sekadar mengembalikan harga diri setelah kalah dari Filipina di laga pertama. Mereka datang untuk mencetak pernyataan.
Dan pernyataan itu makin lantang. Di menit ke-32, H. Danish ikut menambahkan gol lewat yang rapi dari sisi kanan lapangan. Disusul oleh H. Azim di menit ke-42 yang membuat Malaysia menutup babak pertama dengan keunggulan 4-0.
Sementara itu, di tribun, atmosfer campur aduk. Pendukung Malaysia bersorak girang, tapi di sisi Brunei, beberapa wajah tertunduk, ada yang memilih berdiri dan tetap mengibarkan bendera kecil, seperti ingin berkata: “Kami masih di sini.”
Babak kedua dimulai dan Malaysia belum puas. D. H. bin Sahaludin menambah skor jadi 5-0 di menit ke-69. Namun, di tengah gempuran yang tiada henti itu, Brunei akhirnya menjawab. Menit ke-74, M. H. N. bin Syamra mencetak gol hiburan yang langsung disambut sorakan meriah dari tribun pendukungnya.
Satu gol itu memang tak mengubah banyak dalam skor akhir, tapi ia menyalakan semangat bahwa kehormatan bisa tetap diperjuangkan, bahkan dalam kekalahan.
Malaysia terus melaju. F. Tierney menambahkan satu gol di menit ke-76, dan H. Azim kembali mencetak gol ketujuh sekaligus menutup pertandingan dengan hat-trick di menit ke-89. Skor akhir 7-1, kemenangan besar yang meyakinkan, membuat Malaysia kembali ke jalur persaingan usai dikalahkan oleh Filipina.
Tapi yang menarik, bukan cuma gol demi gol yang tercipta. Pertandingan ini memotret banyak hal yang tak bisa dicatat statistik. Seorang suporter Brunei tua terlihat berdiri tegak sepanjang laga, tak beranjak. Di pundaknya, syal Brunei, meski timnya kebobolan terus.
Di kursi lain, seorang anak kecil bersorak keras saat Brunei mencetak gol, seolah itu adalah kemenangan sejati. Di antara gemuruh kemenangan Malaysia, suara kecil semacam itu tak kalah pentingnya.