Dengan mata tertutup dan menghadap kiblat aku mulai bertawasul kepada Baginda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam, lalu berniat membacakan surah An-Nass sebanyak seribu kali yang ditujukan kepada orang yang telah melakukan fitnah kepada Papa.
Entah berapa lama waktu yang aku habiskan di atas sajadah, hanya hitungan tasbih yang melekat dalam ingatan. Ya, itu adalah putaran terakhir dalam lipatan seratus. Setelah genap seribu kali, tiba-tiba tubuhku tumbang. Rasa kantuk dan lelah seharian membuatku terlelap di atas sajadah, belum sempat melepas sarung dan ganti pakaian.
"Kak, bangun sahur," sayup terdengar bisikan lembut di telingaku.
Aku dibuat kaget tiba-tiba Papa berada di sampingku. Yang lebih mengagetkan lagi ketika tahu diriku tidak lagi di atas sajadah, melainkan di atas kasur di ruang tengah. Papa bilang jika ia yang membopongku ke ruang tengah, aku sangat pulas tidur di sajadah sehingga tidak sadar ketika dibangunkan.
Waktu sahur tersisa beberapa menit lagi, aku menyempatkan untuk shalat tahajjud dua rakaat lalu menyusul Papa menuju ruang makan. Di sana Papa sudah menyiapkan mie goreng dengan telur mata sapi yang ia masak khusus untukku. Katanya Mama lagi sedang tidak enak badan, jadi makan seadanya.
Antara senang dan terharu, aku sangat bersyukur bisa sedekat ini dengan Papa. Sejak kebersamaan kita dalam satu atap, baru kali ini mendapat perhatian lebih darinya. Papa memintaku untuk rutin melakukan wirid surah An-Nass sebanyak seribu kali itu hingga tujuh hari ke depan, namun ia menyarankan agar aku melakukannya usai sholat subuh saja, agar tidak larut malam.
Alhamdulillah, setelah rutin melakukan wirid tersebut, perlahan fitnah yang ditujukan kepada Papa akhirnya tidak dapat dibuktikan. Dan, kabar baiknya lagi orang yang melakukan fitnah tersebut dikeluarkan dari kepengurusan. Sejak saat itu perhatian Papa berubah, beliau makin banyak bercengkrama denganku dan menghabiskan waktu bersama ketika di rumah.Â
Sebagai anak asuh, aku senang memiliki orang tua yang peduli dan penuh kasih. Sayangnya beliau sudah terbukti sejak pertama kali aku memutuskan untuk menetap bersama, terlebih perhatian-perhatian kecil yang beliau berikan saat ini. Surah An-Nass pun menjadi saksi nyata bagaimana aku menyayangi beliau dan keluarga setulus hati.
Momen ramadan mengingatkan aku dengan sejuta cerita yang terukir dalam bingkai perjalanan. Ada banyak kisah yang tersimpan, manis asinnya kehidupan. Suatu saat nanti akan ada waktu untuk bercerita. Al-Fatihah untuk Papaku G.A.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI