Shalat adalah pondasi seorang mukmin, menjadi salah satu rukun Islam dan diletakkan pada posisi pertama, yang berarti sebagai pondasi - dasar keimanan seseorang. Maka, salah jika seseorang menganggap ibadah shalat adalah hal yang biasa - sepele.
Dari Mu'adz bin Jabal, Nabi SAW bersabda:
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ
Artinya: "Inti segala perkara adalah Islam dan tiangnya yang merupakan shalat." (HR. Tirmidzi No. 2616 dan Ibnu Majah No. 3973.)
Shalat adalah salah satu sarana bagi seorang mukmin untuk berdoa kepada Allah, karena di dalam shalat terdapat satu waktu di mana letak dekatnya seorang hamba kepada Allah; ialah saat sujud. Oleh karena banyak ulama menganjurkan agar ketika sujud perbanyaklah meminta kepada Allah, di antaranya ialah meminta agar meninggal dalam keadaan husnul khatimah.
Ketika shalat kita diminta untuk menghadirkan hati - khusyuk - menikmati ibadah shalat. Namun, sebagaimana manusia yang lemah tentu kita tidak dapat khusyuk sepenuhnya. Lantas bagaimana solusinya? Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Alaydrus - Khadim Majelis Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam (SAW) Provinsi Lampung, dalam kajian rutin bulanan yang digelar di Pondok Pesantren Al-Hidayah, Batanghari, Lampung Timur pada Ahad, 28 Januari lalu, mengatakan; "Jika tidak bisa khusyuk sepenuhnya dalam shalat, maka lakukanlah pada tiga waktu."
Habib yang pernah mengenyam pendidikan di Kota Tarim, Hadramaut itu mengatakan, waktu tersebut di antaranya ialah saat takbiratul ihram, pembacaan surah Al-Fatihah, dan tasyahud.
Ketika shalat biasanya pikiran kita selalu berkelana ke mana-mana, ada saja momen yang tiba-tiba terlintas di dalam pikiran. Terkadang, tiba-tiba ingat letak barang yang hilang, teringat jika kita lupa untuk melalukan sesuatu; mematikan kompor misalnya, dan lain sebagainya. Ya, itulah godaan terbesar dalam shalat.