Mohon tunggu...
Fathurrahman
Fathurrahman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Catatan jalanan

Percaya satu hal, Sederhana tapi Luar biasa !

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ibu dan Ayah, Restui Aku Menjadi Apa yang Ada Dalam Doamu

6 November 2019   04:41 Diperbarui: 6 November 2019   04:42 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu... Ketika lulus dari bangku SD, saya diantar oleh orang tua dan saudara ke salah satu Pesantren tahfidz (Darul Huffadh) di Bone Sulawesi selatan.. Orang tua berharap sy menjadi penghafal Al-qur'an dan mampu menguasai bahasa arab.. Ayah saya termotivasi oleh salah satu keluarga yg hafal Qur'an, faseh bahasa arab, dan pernah kuliah di Madinah.. (Al Fatihah u/ Alm. Om Amru)..Setelah menyelesaikan semua urusan administrasi dengan pihak pesantren, saya ditinggal sendiri u/ menjadi seorang santri.. Pada usia baru memasuki kelas 1 SMP, saya sdh harus dipisahkan dngn seluruh kenyamanan dan kebahagiaan, apalagi jarak dari bone ke tmpt tinggal saya cukup jauh, mesti ke makassar dengan jarak tempuh sekitar 5-6 jam, lalu naik kapal menuju balikpapan kira2 20 jam, Anak seusia saya saat itu sdh bisa dipastikan akan hilang jika ingin melarikan diri dari pesantren tersebut..

Tak tau apa yg ada dipikiran saat itu, Hanya bisa menangis, krn pasti akan merindukan tempat mengadu dan rindu bermain, Menangis krn akan menjadi orang asing yg kesepian ditengah ramainya ratusan santri.. Sebelum saya ditinggal pulang, Ummi (ibu) memeluk erat dan menangis, mungkin krn memikirkan bagaimana kabar dan keadaan anaknya kedepan, atau mungkin bakal rindu dngn kenakalan anaknya selama ini..

Saat itu, kami dipastikan akan terpisah tanpa sms apalagi video call, Kami hanya bisa bertemu dan berkomunikasi ketika libur tiba, ketika saya pulang atau orang tua datang menjenguk.. Saya dan ummi menangis, tp saya melihat seorang bapak msh terlihat tegar, bukan tak sedih, mungkin ingin menunjukkan pada anak jagoannya bahwa laki2 tak boleh cengeng dan harus siap ditempa..

Enam tahun berlalu, Saya dinyatakan lulus dari Madrasah Aliyah Hidayatullah Balikpapan.. Perjalanan selama 6 tahun lumayan penuh liku2, saya harus 4 kali pindah sekolah di sulsel (Darul Huffad Bone, Tahfiz Ibadurrahman Panreng sinjai, MTSN 1 Sinjai, dan MA Darul Istiqamah Sinjai), lalu kemudian kembali dan lulus di balikpapan..

Ketika lulus dari bangku SMA/MA, Saya Bersama teman berangkat ke samarinda u/ mencari kampus dan mendaftar kuliah, Sambil menunggu Pengumuman hasil tes ujian Mahasiswa Baru, tiba2 dapat kabar ayah saya jatuh sakit dan dilarikan ke RSU Balikpapan, setahu saya, Itu pertama kalinya masuk RS selama hidupnya.. Mendengar kabar itu, saya segera pulang dari samarinda ke balikpapan, Tiba di RS, kami masih sempat bercerita, lalu beberapa jam kemudian, ayah saya meninggal dunia, Saat sedang melaksanakan sholat Ashar, pukul 4 sore...

Tanggal 13 September 2003, Hari yg paling menyedihkan, Rasa mau mengamuk dan menangis keras, Panutanku pergi saat jagoannya membutuhkan.. Hari itu juga, kampus tempat saya mendaftar menerbitkan pengumuman nama2 mahasiswa baru yg diterima, saya salah satunya..

Setelah ayah pergi, seminggu kemudian saya pamit dngn Ibu/ummi krn mau kembali ke samarinda untuk menyelesaikan proses registrasi dikampus, dan akan mengikuti rangkaian ospek.. Ummi memberi pertimbangan krn banyak hal, dan saya minta agar ummi tdk memikirkan apa yg dijadikan pertimbangan, saya hanya minta di do'akan, agar diselamatkan atas apapun dan sanggup atasi situasi bagaimanapun...

Sejak itu saya tidak lagi tinggal satu atap dngn ummi, saya tinggal dan menetap di samarinda hingga saat ini, sesekali pulang ke balikpapan, atau kadang ummi yg datang berkunjung ke samarinda. Komunikasi aktif via tlf, hampir setiap waktu mendapatkan nasehatnya melalui pesan singkat..

Saya selalu memberi hormat yg sangat tinggi u/ ummi, Ketika sedang melakukan apapun, saya tak akan pernah mengabaikan tlf dari seorang ummi, jika tak dengar maka sesegera mungkin mentlf balik, jika ingin bepergian jauh kemanapun, tak pernah luput memberi kabar via tlf atau pesan singkat dan meminta do'a, Saya tdk memberi kabar pada ummi hanya ketika saya sedang sakit..

Disisi lain sy juga sadar diri belum mampu menjadi harapannya, belum bisa memberikan apapun, apalagi membalas jasanya, yang bisa saya lakukan hanyalah berusaha untuk meringankan beban pikirannya, berupaya menenangkan dan tidak melukai hatinya, meninggikan derajatnya setinggi mungkin, dan Menjadikannya yg pertama dan utama...

4 Januari 2018,
Ummi bersama adiknya berangkat menjalankan ibadah umroh, Kami mengantar ummi ke bandara, dan sedihnya krn hanya menjemput kopernya... kami mendapat kabar ummi agak kurang sehat dan sempat dirawat di madinah, kalau ditanya ummi selalu bilang faktor capek krn kelamaan duduk selama perjalanan.. dan akhirnya kami mendapat kabar Ummi meninggal dunia di kota mekkah pada 10 januari 2018..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun