Mohon tunggu...
Claudia Magany
Claudia Magany Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Mantan lifter putri pertama Indonesia, merantau di Italia +15 tahun, pengamat yang suka seni dan kreatif!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Perempuan dan Angkat Besi

25 Mei 2021   05:00 Diperbarui: 26 Mei 2021   02:00 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Atlet angkat besi Indonesia Windy Cantika Aisah mengangkat beban dalam pertandingan Angkat Besi 49Kg Wanita kategori Snatch SEA Games ke-30 di Stadion RSMC Nino Aquino, Manila, Filipina, Senin (2/12/19). Windy Cantika Aisah berhasil mengangkat total beban tertinggi 190Kg sehingga meraih medali emas.(ANTARA FOTO/NYOMAN BUDHIANA)

Hari ini media sosial penuh dengan ucapan selamat atas prestasi gemilang yang dicapai lifter putri Windy Cantika Aisah. Lagu Indonesia Raya kembali berkumandang, merah putih kembali dikibarkan. 

Atlet asal Jabar usia 18 tahun tersebut berhasil meraih 3 medali emas di kelas 49 kg dalam Kejuaraan Dunia Junior di Tashkent (Uzbekistan). Pada angkatan Snatch, ia berhasil mengangkat 86 kg, Clean and Jerk 105 kg dan Total angkatan seberat 191 kg.

Tahun 1996 dulu, Sri Indriyani juga pernah mengukir prestasi ini. Ia menjadi lifter putri pertama yang meraih gelar juara dunia junior pada kejuaraan yang sama, di Polandia. 

Prestasinya berlanjut di Kejuaraan Asia bersama Sri Winarni dan Patmawati. Lalu Kejuaraan dunia dan Olimpiade Sydney tahun 2000, bersama Sri Winarni dan Lisa Rumbewas, mereka bertiga berhasil meraih medali.

Sebelumnya, hanya cabang olahraga bulu tangkis dan panahan yang pernah mencatat sejarah perolehan medali olimpiade. Namun setelah Olimpiade XXVII tahun 2000, bendera merah putih selalu berkibar lewat prestasi lifter-lifter Indonesia lainnya.

Jaminan bagi atlet angkat besi berprestasi, pada masa kepemimpinan almarhum Jenderal Soesilo Soedarman sebagai Ketua Umum PB PABBSI yang waktu itu menjabat Menteri Parpostel, adalah pengangkatan pegawai di Telkom dan Pos. 

Saya masih ingat saat beliau memberi wejangan, dengan kelakar kalau tenaga lifter bisa dimanfaatkan untuk angkut karung surat atau paket di kantor pos. Tapi akhirnya banyak lifter yang berhasil meniti karier di PT Pos sampai saat ini berkat jasa beliau. Tentu juga karena prestasi mereka yang sejak saat itu mendapat penghargaan dan perhatian pemerintah.

Dan sekarang, kalau membaca janji para pengusaha untuk atlet berprestasi khususnya olimpiade, konon katanya akan mendapat pensiun seumur hidup dan lain sebagainya, semoga benar adanya. 

Kesimpulan, menjadi atlet berprestasi di Indonesia memang bisa punya jaminan hidup masa depan yang cerah ceria. Walau pada kenyataan, masih banyak juga mantan-mantan atlet nasional berprestasi yang hidupnya sangat miris.

Mundur ke sejarah beberapa tahun lalu, saat merintis angkat besi putri, perjalanan yang saya lalui cukup banyak tantangan. 

Tahun 1984 itu, pertama kalinya saya pergi ke stadion Senayan sendirian. Sebelumnya pernah juga ke Istora waktu zaman SMP bersama teman-teman. 

Jadi waktu mencari pintu kuning seperti yang ditulis dalam majalah Sportif, saya sempat tersesat di Istora. Setelah itu, saya masih berputar keliling stadion utama, entah berapa kali ngider.

Karena berangkat dari rumah juga sudah agak sore, jadi saat putar-putar keliling stadion sudah tidak bisa membedakan warna pintu yang dimaksud, kuning atau putih karena hari mulai gelap. Kalau pintu merah dan pintu biru mudah sekali dilihat dari jauh.

Di dalam pintu masuk berukuran kecil yang bersebelahan dengan pintu toilet umum di bawah bangku-bangku penonton stadion, ternyata ada ruang yang sangat besar. Isi ruang ini juga bertingkat. Turun ke bawah terhampar sasana yang lebih luas dibanding area di atas. Nyaris seluruh dinding dalam gedung itu ditempel cermin-cermin besar.

Setiap kali saya terkejut mendengar bunyi barbell dibanting.

Tak mengukir prestasi, ukir kayu saja (Foto dok. Pribadi)
Tak mengukir prestasi, ukir kayu saja (Foto dok. Pribadi)

Oh ya, isi sasana ini semuanya laki-laki. Umumnya bertelanjang dada, bercelana pendek. Hanya satu dua bapak yang memakai celana training panjang. Sisanya malahan hanya bercelana dalam.

Waktu saya masuk, semua bertanya, "Cari siapa?". Beberapa di antara mereka ada yang langsung mengambil handuk untuk menutup bagian yang agak vulgar. 

Bingung cari siapa, saya hanya kasih lihat artikel dalam majalah Sportif yang memuat foto-foto binaragawati manca negara. 

Akhirnya saya beranikan diri menjawab, "Saya mau jadi wanita seperti dalam foto ini!"

Ooops!? Tiba-tiba saya dikerumuni. Mereka tampak heran, tak percaya dengan niat saya. 

Lalu mereka panggil coach penanggung jawab di tempat itu. Saya diwawancara dan ditanya kapan mau latihan dan seterusnya.

Besoknya, saya kembali dan serius latihan setiap sore kecuali Kamis dan Minggu. Kadang langsung dari sekolah sudah berbekal baju latihan. 

Awal-awal, mereka pada mencibir bahkan bertaruh kalau saya pasti hanya mampu bertahan sehari-dua hari, setelah itu bubar. Apalagi otot badan akan terasa pegal-pegal, pasti saya kapok dan tidak akan kembali latihan. 

Sebulan, dua bulan dan seterusnya, saya tetap datang ke pintu kuning walau saya satu-satunya wanita di antara pria. Maka, mulailah satu persatu mereka merasa terganggu dengan kehadiran saya. Sebab sejak saya bergabung, mereka tidak bisa lagi bertelanjang sebebas dulu. 

Tiba-tiba banyak dari mereka yang sangat sinis kalau melihat saya. Jangankan menegur, melihat pun tidak. Mereka melengos bahkan meludah depan saya.

Tak jarang kata-kata kasar mereka lontarkan agar saya meninggalkan sasana latihan itu. Istilah kepalang basah, saya tak mau menyerah begitu saja. Saya menganggap sikap negatif mereka sebagai latihan mental.

Pelatih yang merangkap penanggung jawab hall, ternyata tetangga dekat rumah. Saya tidak kenal sebab sehari-hari dia berangkat kerja subuh, langsung latihan di stadion sampai malam. Jadi sejak hari wawancara itu, saya sudah ikut Pak Sofyan (almarhum) pulang bareng dibonceng skuter.

Saya ingat, suatu hari saya pernah latihan pakai celana pendek. Sore itu satu gedung semuanya duduk manis menonton saya. Tumben.

Pas pulang, Pak Sofyan wanti-wanti agar saya pakai celana training panjang kalau latihan. Menurut beliau, sangat berbahaya karena satu-satunya perempuan di antara sejumlah laki-laki dewasa.

Tahun-tahun itu tim angkat besi nasional sedang pemusatan latihan untuk persiapan olimpiade Los Angeles di bawah asuhan Pak Madek Kasman, Oom Charlie Dephtios dan Oom Sinatra Kaeses (semuanya sudah almarhum). 

Atlet yang dipersiapkan waktu itu, antara lain Sori Enda Nasution, Maman Suryaman, kakak beradik Hadi dan Dirdja Wihardja, dan lain-lain.

Mungkin sikap orang-orang sinis di sasana atas (tempat latihan binaraga) terlihat oleh bapak-bapak pelatih Timnas angkat besi. Jadi Oom Sinatra menawarkan diri untuk melatih saya di sasana bawah bersama atlet-atlet nasional. 

Menurut beliau, binaraga itu olahraga estetika dan tidak dipertandingkan dalam olimpiade. Maksudnya, cabang ini agak subjektif cara penilaiannya, berbeda dengan angkat besi yang dinilai secara angka (objektif) dan juga dipertandingkan dalam olimpiade. Maka saya diarahkan untuk beralih cabang yang saat itu belum mencetak atlet wanita. 

Berbekal surat persetujuan orangtua, Pak Sinatra didukung atlet-atlet Pelatnas, menyiapkan saya menjadi lifter. Dibantu media yang memberitakan bahwa DKI sudah membina atlet putri angkat besi pertama, maka daerah ikut terpacu untuk menyiapkan atlet wanita.  

Tahun 1986 kami menggelar eksibisi angkat besi putri pertama di Hall B Senayan. Waktu itu daerah yang mengikuti eksibisi ini, antara lain DKI Jaya, Jabar, Lampung, Sulut, Bali.

Tim DKI JAYA (Foto dok. Pribadi)
Tim DKI JAYA (Foto dok. Pribadi)

Dari DKI Jaya ada saya, Novie Wihardja, dua anggota Polwan, yaitu Maria, Pergunan Tarigan, Lepsi (istrinya Sori Enda) dan istrinya binaragawan Jhonny Kabilaha (namanya saya lupa). 

Novie adalah putri almarhum Chandra Wihardja, keluarga lifter. Sedangkan kedua Polwan, mereka sebelumnya berpredikat sebagai atlet atletik yang sesekali ikut latihan angkat beban di pintu kuning.

Selesai eksibisi, PABBSI sudah menyiapkan program tim putri untuk mengikuti kejuaraan dunia pertama di Daytona (USA).

Tahun yang sama, saya lulus sipenmaru di Universitas Hasanuddin. Betul-betul dilema. Saya sempat menghadap rektor UI untuk menanyakan kemungkinan kalau saya tidak mengikuti penataran P4 sebab mau masuk Pelatnas.

Waktu itu saya hanya disuruh memilih, antara kuliah kuliah atau olahraga. Zaman itu kalau saya mengundurkan diri, berarti cadangan lain akan masuk menggantikan posisi saya sebagai mahasiswa baru. Akhirnya saya memilih kuliah.

Jangankan rektor, waktu eksibisi pun kami sempat ditentang oleh pihak KONI dan Menteri Peranan Wanita. Sejak awal saya berlatih binaraga, tidak semua orang menerima wanita memilih olahraga yang menurut mereka hanya untuk kaum Adam.

Sekarang walau tinggal jauh di Oderzo, tapi kalau membaca berita dari IWF (International Weightlifting Federation) atau media sosial tentang prestasi angkat besi Indonesia khususnya lifter putri, emosi saya bergejolak haru dan bangga. Akhirnya semua usaha yang pernah saya rintis bisa menghasilkan karya nyata. 

Ingatan saya langsung melayang ke Oom Sinatra, Pak Sofyan dan semua sesepuh PABBSI yang punya andil besar untuk merealisasikan semuanya terjadi. Tanpa mereka mungkin saya jenuh juga menghadapi caci maki dan cercaan orang-orang sinis yang ingin menyingkirkan saya karena menganggap wanita tak pantas mengangkat barbell pada masa itu.

Mungkin memang takdir untuk menjadi wanita perintis yang membuka jalan, bukan menjadi atlet berprestasi. Sebab pada prakteknya, saya pun tidak bisa membagi waktu untuk kuliah dan latihan. 

Seperti ucapan rektor UI zaman itu, bahwa hidup harus memilih. Pilihan saya hanya untuk memulai. Sebab kalau tidak ada yang memulai, mungkin cabang olahraga ini masih dimonopoli kaum pria.

Selamat sekali lagi kepada lifter Windy Cantika Aisah!! 

Menjadi juara itu mudah, yang sulit adalah mempertahankan. Tetap giat dan semangat untuk terus mengibarkan merah putih mengiring kumandang Indonesia Raya di mana pun! 

Jaya Indonesiaku! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun