Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghayati Perangai "Ahlul Ma'rifah" Menapaki Puasa Sepuluh Hari Kedua

13 Maret 2025   13:36 Diperbarui: 13 Maret 2025   13:36 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perangai Ahlul Ma'rifah.Sumber: https://bincangsyariah.com

Perangai yang dapat dijelaskan pada tingkatan ini adalah keberhasilan seorang mukmin menahan diri tidak makan, minum, berhubungan badan di siang hari, dan berhasil menahan lisannya dari ghibah, bohong, dan berbicara tiada guna. Bahkan sudah bisa menjadikan puasanya sebagai perisai hatinya dari semua hal yang tidak dikehendaki Allah SWT. Semua itu dilakukan untuk memperoleh keridlaan-Nya.

Maka secara proses, perangai ahlul ma'rifah adalah seorang mukmin yang berhasil memuasakan badannya, lisannya, dan hatinya dari semua hal yang dilarang untuk memperoleh keridlaan Allah SWT. Ahlul ma'rifah inilah seorang mukmin yang sudah berhasil melakukan pendekatan kepada Allah dengan menjaga hatinya.  

Pentingnya menghayati Perangai Ahlul Ma'rifah

Seperti diketahui, bahwa puasa bulan Ramadan yang diwajibkan, tujuanya adalah agar seorang mukmin dapat berubah predikatnya menjadi seorang muttaqin. Predikat muttaqin akan bisa diraih oleh seorang mukmin yang berhasil mengasah hatinya dalam mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Maka mengenal perangai ahlul ma'rifah pada sepuluh hari kedua puasa sangatlah penting. Sebab dapat menjadi pijakan dalam mempertajam hatinya dalam puasa di sepuluh hari ketiga.  

Ahlul Ma'arifah adalah orang yang berhasil memgenal dan mendekatkan diri melalui ketajaman hatinya. Puasa ramadan mempunyai peran besar dalan menajamkan hati orang beriman agar menjadi taqwa. Sebagai upaya meraih puncak puasa (sepuluh hari terakhir), perlu kiranya seorang mukmin menghayati perangai ahlul ma'rifah. Urgensinya adalah agar pada sepuluh hari terakhir seorang mukmin bisa secara maksimal mengasah ketajaman hatinya sebagai upaya menggapai predikat seorang muttaqin. Meniti jalan ahlul ma'rifah memang tidak mudah, namun kesungguhan dan kesadaran arti pentingnya Allah SWT dalam kehidupan seorang mukmin, maka mendekat Allah dengan menajamkan hati adalah kebutuhan jiwa bagi seorang yang menginginkan predikat taqwa. Ketajaman hati menjadi jalan menggapai keridlaan Ilahi Rabbi. Semoga bermanfaat!

Bahan bacaan:

Hasbi Ash Shidieqy.1954.Pedoman Puasa.Bulan Bintang.Jakarta

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun