Desa Sumberwringin, 24 Juli 2025 -- Dalam rangka mewujudkan pengabdian kepada masyarakat melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kolaboratif Tahun 2025, tim KKN Posko 212 yang ditempatkan di Desa Sumberwringin, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember melaksanakan program kerja bertema pendidikan, khususnya untuk memperkenalkan pendekatan Computational Thinking kepada siswa sekolah dasar. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 23--24 Juli 2025 di SDN Sumberwringin 01 dan diikuti oleh siswa kelas 5 dan 6 SD. Melalui kegiatan ini, tim mahasiswa KKN berupaya menghadirkan model pembelajaran Matematika yang menyenangkan, interaktif, serta berbasis pada pengembangan pola pikir logis dan sistematis sesuai dengan keterampilan abad ke-21.
Computational Thinking: Membentuk Pola Pikir Logis Sejak Dini
Computational Thinking merupakan pendekatan menyelesaikan masalah secara runtut, logis, dan efisien. Konsep ini terdiri dari empat komponen utama:
1. Decomposition (Pemisahan masalah), memecah permasalahan besar menjadi bagian-bagian kecil.
2. Pattern Recognition (Pengenalan Pola), mengidentifikasi kemiripan atau tren dari data yang ada.
3. Abstraction (Abstraksi), menyaring informasi yang relevan untuk fokus pada inti masalah.
4. Algorithmic Thinking (Berpikir algoritmis), menyusun langkah-langkah logis untuk menemukan solusi.
Pendekatan ini tidak hanya penting dalam dunia teknologi dan komputer, tetapi juga sangat berguna dalam pelajaran Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, hingga kehidupan sehari-hari. Sayangnya, pendekatan seperti ini masih belum banyak diperkenalkan dalam pembelajaran di tingkat sekolah dasar, terutama di daerah. Karena itu, tim KKN Posko 212 melihat hal ini sebagai peluang besar untuk memberikan kontribusi nyata di bidang pendidikan dasar melalui kegiatan inovatif namun tetap sederhana.
Pembelajaran Matematika lewat Metode Coding Unplugged
Untuk mengenalkan Computational Thinking kepada siswa, tim KKN menerapkan metode coding unplugged, yaitu konsep pembelajaran pemrograman tanpa menggunakan komputer atau perangkat digital. Siswa diberikan lembar kerja berupa kertas kotak-kotak yang berisi soal penjumlahan. Setiap jawaban dari soal penjumlahan tersebut dikaitkan dengan warna tertentu dari potongan kertas origami. Setelah siswa menyelesaikan soal-soal dan mencocokkan jawabannya dengan warna, mereka diminta menempelkan potongan kertas warna ke dalam kotak-kotak sesuai dengan koordinat yang telah ditentukan.
Aktivitas ini bukan sekadar menempel warna. Di balik proses tersebut siswa secara tidak langsung sedang mempraktekkan algoritma yakni mengikuti instruksi langkah demi langkah, mengenali pola, dan berpikir sistematis. Setelah semua warna ditempel sesuai aturan, akan muncul gambar seekor tikus berwarna yang terbentuk dari pola origami. Hasil akhir ini tidak hanya menjadi media apresiasi visual, tetapi juga bentuk nyata dari keberhasilan siswa menyusun algoritma mereka sendiri.
Antusiasme Tinggi dari Guru dan Siswa
Kegiatan ini disambut dengan antusiasme yang sangat tinggi oleh siswa maupun guru. Banyak siswa yang awalnya menganggap pelajaran Matematika membosankan, menjadi lebih semangat karena suasana belajar yang dikemas seperti permainan. Beberapa siswa bahkan menunjukkan inisiatif bekerja dalam kelompok, berdiskusi menentukan warna yang tepat, serta saling membantu dalam menempelkan origami. Dari sisi guru, mereka sangat mengapresiasi metode pembelajaran ini karena mampu menggabungkan logika, warna, dan kreativitas, sekaligus memperkenalkan cara berpikir komputasional yang jarang ditemukan dalam kurikulum standar. Mereka berharap metode ini bisa direplikasi oleh guru lain di kelas yang berbeda, bahkan dijadikan sebagai alternatif pembelajaran tematik.