Mohon tunggu...
Cindy Leviona
Cindy Leviona Mohon Tunggu... Penulis - CindyL

Seorang siswi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Keambiguan Transplantasi Organ sebagai Pedang Bermata Dua

6 Oktober 2019   18:18 Diperbarui: 7 Oktober 2019   21:13 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kesehatan adalah hal yang didambakan orang-orang, terlebih bagi mereka yang sedang menderita penyakit dari yang ringan hingga yang sudah parah/kronis hingga berada pada tahap dimana dokter juga memilih untuk angkat tangan. Tentunya kita semua ingin bisa melakukan semua aktivitas sehari-hari tanpa cemas akan hal-hal yang bisa menyebabkan penyakit. 

Namun, pada zaman sekarang ini, penyakit adalah hal yang perlu dikhawatirkan. Terkadang saat seseorang sedang sakit dan diberikan obat, belum tentu orang tersebut dapat menerima obat yang diberikan.

Hal ini disebabkan karena tubuh masing-masing orang bisa saja memiliki reaksi yang berbeda dengan obat yang berbeda. Reaksi ini bisa dianggap sebagai "penolakan" yang dilakukan oleh tubuh karena sistem kekebalan tubuh membangun antibodi untuk melawan obat tersebut karena tubuh menganggap zat tertentu dalam obat tidak familiar dan dapat membahayakan. (alodokter.com,2017)

Ada pula beberapa skenario lain yang terjadi di masyarakat sekitar. Salah satunya yang marak diperbincangkan adalah mengenai transplantasi organ

Pada masalah ini, yang ingin ditekankan penulis adalah efek samping atau bisa dibilang resiko akibat transplantasi organ. Frasa "transplantasi organ  memicu kanker" banyak diperbincangkan oleh masyarakat luas dan hal ini tentunya menuai  banyak pro kontra. 

Apabila seseorang berada di posisi dimana suatu organ yang dimilikinya rusak parah dan hanya tersedia pilihan untuk mentransplantasi organ tersebut atau membiarkan organ tersebut membusuk bahkan berimbas menginfeksi organ lainnya, apakah orang tersebut tetap akan memilih transplantasi organ saat mengetahui resikonya? Semua pilihan tentunya ada di tangan pasien, namun penulis akan menyertakan beberapa argumen terkait dengan masalah ini.

Kanker adalah penyakit yang  cukup familiar dikenal oleh  masyarakat dunia. Kanker sendiri adalah penyakit yang diakibatkan oleh sel-sel jaringan dalam tubuh yang bermutasi menjadi sel kanker, dan dalam perkembangannya sel ini dapat menyebar ke bagian tubuh lain. (Yayasan Kanker Indonesia, tt)

Bahkan, menurut sebuah riset mengenai kanker yang diselenggarakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), estimasi jumlah kasus kanker baru mencapai 18,1 juta dan 9,6 juta kematian oleh kanker terjadi tahun 2018. WHO juga menambahkan prediksinya bahwa kanker digadang-gadang bisa menjadi penyebab nomor 1 kematian akhir abad ini.(Juniman, Puput Tripeni, 2018)

Menurut sebuah penelitian , ditemukan bahwa penerima transplantasi organ beresiko 2x lipat terkena kanker dibanding populasi umum, dan resikonya meningkat untuk 32 jenis kanker yang berbeda. (health.detik.com, 2011)

Dari data yang disampaikan, diketahui bahwa jumlah penderita kanker meningkat terus menerus dan bahkan kematian yang diakibatkan juga berjumlah tidak sedikit. 

Data tersebut menunjukkan bahwa ada kemungkinan bahwa puluhan, ribuan maupun ratusan ribu kasus kanker yang disumbangkan oleh transplantasi organ. Hal yang menguatkan mengenai hal ini adalah resiko kanker yang meningkat setelah seseorang melakukan prosedur transplantasi organ.

Setelah seseorang melakukan prosedur transplantasi organ,  kekebalan tubuh orang itu akan meningkat drastis hingga berlebih setelah menerima organ donor. 

Hal ini disebabkan karena tubuh mengira ada  benda asing dalam tubuh yang bisa saja memiliki potensi bahaya sehingga tubuh mulai meningkatkan daya tahannya dan  mengeluarkan reaksi penolakan pada organ tersebut. Penolakan tersebut diatasi dengan suatu obat yang dikenal sebagai imunosupresan. (Rampengan,Zefanya,2011)

Dari namanya sendiri dapat ditebak bahwa obat ini memiliki fungsi untuk menekan  kekebalan tubuh/imun.  Walaupun imun berlebih itu tidak baik bagi tubuh karena beresiko pada penolakan organ, namun imun tubuh yang menurun membuka gerbang bagi virus/ bakteri penyebab penyakit yang salah satunya adalah kanker. 

Obat imunosupresan yang menuju dan menargetkan berbagai macam sel darah putih, akan secara signifikan meningkatkan resiko PTLD atau "post-transplant lymphoproliferative disorder". PTLD sendiri adalah semacam kondisi yang bisa terjadi setelah transplantasi. Kondisi ini melibatkan sistem imun dan menyebabkan sel darah putih limfosit membelah diri di luar kendali. Hal ini jika terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan  limfoma yaitu kanker yang menyerang keulenaar getah bening seseorang. (National Kidney Foundation, tt)

 Pada sebuah riset mengenai kanker, ditemukan bahwa sel-sel kanker secara terus-menerus muncul  dalam tubuh manusia, namun biasanya sel tersebut dibunuh oleh sistem kekebalan tubuh sebelum dengan sendirinya membentuk tumor. Sistem imun manusia tidak hanya melindungi tubuh dari berbagai macam indeksi namun juga menciptakan mekanisme perlindungan terhadap pertumbuhan sel-sel yang dianggap berbahaya/berpotensi merusak tubuh. Dengan adanya obat imunosupresan populasi sel kanker memiliki kesempatan untuk tumbuh, sehingga resiko kanker meningkat. (Chauhan, Veeraish, 2019)

Dalam berbagai hal, dapat ditemukan kesamaan antara mereka yang meminum obat imunosupresan dengan mereka yang menderita AIDs mengenai keadaan kekebalan tubuh, bahkan kedua kondisi dapat diserang oleh beberapa tipe kanker yang sama. 

Orang yang autoimun memiliki resiko kanker bukan hanya karena autoimun itu sendiri namun juga karena perawatan yang mereka terima yaitu penekanan kekebalan tubuh. 

Penyakit yang  menyerang kebanyakan pasien tersebut contohnya adalah limfoma, yaitu sejenis kanker yang menyerang limfosit dan limfosit ini juga merupakan sarana bagi kanker menyebar ke bagian tubuh lain. (doktersehat.com,tt)

Penelitian-penelitian dilakukan oleh para ahli salah satunya yaitu Engels yang bekerja di divisi epidemiologi dan genetika kanker di National Cancer Institute atau yang biasa disingkat NCI.

 Salah satu sisi positif yang didapatkan melalui penilitiannya terhadap jumlah anak-anak yang menderita kanker setelah transplantasi organ adalah, walaupun resiko terkena limfoma non-Hodgin meningkat, namun kebanyakan dari anak yang melalui proses transplantasi organ tidak diserang  kanker. Sekitar empat ratus atau kurang dari sekitar delapan belas ribu penerima transplantasi mengembangkan beberapa jenis kanker kurang lebih sekitar 4 tahun dari masa tindaklanjut. (National Cancer Institute, 2016)

Dari jumlah yang disebutkan, terlihat jelas perbandingan anak yang diserang kanker pasca transplantasi dan yang tidak. Hal ini tentunya tidak menutup kemungkinan bagi anak-anak itu menderita penyakit lain yang diakibatkan transplantasi.

Tetapi dari penelitian tersebut tampak bahwa jumlah penderita kanker akibat transplantasi organ tidak seberapa besar dibandingkan dengan mereka yang berhasil transplantasi tanpa terserang kanker.

Terbentuknya sel kanker dalam tubuh sebenarnya diakibatkan oleh banyak sekali faktor dan lemahnya imun tubuh merupakan satu diantaranya. 

Menempatkan transplantasi organ menjadi penyebab utama penyakit kanker bukanlah sesuatu yang tepat. Namun, menyangkal fakta bahwa salah satu pemicu kanker adalah transplantasi organ juga bukan hal yang tepat. 

Transplantasi organ memang meningkatkan resiko bagi kanker tumbuh dalam tubuh seseorang, tetapi bahkan seseorang yang menderita autoimun, AIDS maupun penyakit mengenai sistem imun juga dapat menderita hal yang sama. 

Mereka semua memiliki satu kesamaan yaitu masalah kekebalan tubuh yang tidak kuat melawan berbagai macam virus dan penyakit. Kekebalan tubuh yang menurun akibat obat imunosuppresan bukan hanya bisa menyebabkan kanker. Penyakit lain seperti infeksi juga dapat menyerang para pasien pasca meminum obat imunosuppresan.

Melalui data-data yang telah penulis peroleh dan melalui berbagai aspek yang dibandingkan, maka tingkat kesetujuan penulis terkait permasalahan bahwa transplantasi organ pada manusia  menimbulkan kanker mencapai  55%. 

Hal ini bukan tanpa alasan. Faktanya, kanker adalah penyakit yang dapat menyerang siapapun, dan resiko kanker yang meningkat pada pasien transplantasi organ juga diakibatkan oleh obat immunosuppresan. 

Jadi, dapat dikatakan bahwa yang menyebabkan kanker pada pasien adalah menurunnya kekebalan tubuh dan bukan masalah transplantasi organnya. 

Karena, pastinya organ yang ditransplantasikan dan pasien sudah di periksa kondisinya secara menyeluruh dan dipastikan bebas dari penyakit sebelum proses transplantasi dilakukan agar tidak menimbulkan adanya resiko lain maupun peningkatan resiko kanker karena faktor tersebut. Tentunya hal ini terjadi pada kemungkinan paling baik, namun bisa jadi ada faktor-faktor pengganggu pada proses transplantasi yang memicu pertumbuhan kanker, seperti malpraktik dokter ataupun pemberian obat yang salah dan berpotensi memicu kanker.

Semua orang yang tidak memiliki imun tubuh yang kuat memiliki potensi yang sama untuk terserang penyakit, baik itu kanker maupun penyakit lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Alo dokter.com. 2017. "Alergi Obat". Diunduh dari https://www.alodokter.com/alergi-obat , hari Sabtu, 5 Oktober 2019, pukul 15.45 WIB.
  2. Chauhan, Veeraish. 2019. “Reducing Risk of Cancer After a Kidney Transplant”. Diunduh Dari https://www.verywellhealth.com/link-between-kidney-transplants-and-cancer-4125901 , hari Sabtu, 5 Oktober 2019, pukul 18.09 WIB.
  3. Doktersehat.com. tt. "Risiko kanker meningkat saat system kekebalan tubuh menurun". Diunduh dari https://doktersehat.com/risiko-kanker-meningkat-saat-sistem-kekebalan-tubuh-menurun/ , hari Kamis, 3 Oktober 2019 pukul 19.10 WIB.
  4. Health.detik.com. 2011. "Risiko kanker berlipat ganda setelah transplantasi organ". Diunduh dari https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-1758642/risiko-kanker-berlipat-ganda-setelah-transplantasi-organ , hari Kamis, 3 Oktober 2019 pukul 19.20 WIB.
  5. Juniman, Puput Tripeni. 2018. "WHO: Kanker membunuh hampir 10 juta orang di dunia tahun ini". Diunduh dari https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180913133914-255-329910/who-kanker-membunuh-hampir-10-juta-orang-di-dunia-tahun-ini , hari Sabtu, 5 Oktober 2019, pukul 16.02 WIB.
  6. National Kidney Foundation. Tt. “Post-transplant lymphoproliferative disorder (PTLD)”. Diunduh Dari https://www.kidney.org/atoz/content/post-transplant-lymphoproliferative-disorder-ptld , hari Sabtu, 5 Oktober 2019, pukul 18.15 WIB.
  7. National Cancer Institute. 2016. "Cancer After Organ Transplant: Understanding the role of The Immune System". Diunduh dari https://www.youtube.com/watch?v=jeYnGX7JJIA, hari Kamis, 3 Oktober 2019 pukul 20.03 WIB.
  8. Rampengan, Zefanya. 2011. "Penerima Transplantasi Organ Beresiko besar kena kanker". Diunduh dari https://www.voaindonesia.com/a/penelitian-baru-di-amerika-penerima--133964393/100817.html , hari Kamis, 3 Oktober 2019 pukul 19.05 WIB.
  9. Yayasan Kanker Indonesia. Tt. "Tentang Kanker". Diunduh dari http://yayasankankerindonesia.org , hari Jumat, 4 Oktober 2019 pukul 19.23 WIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun