JIka saja kejadian semi pembunuhan itu tidak terjadi. Entah apa yang akan terjadi. Ibu mendekapku kala itu.
"Semoga kamu cepat dapat penggantimu. Anak ibu yang paling ibu sayang harus buang waktu untuk laki-laki seperti itu. Insya Allah penggantimu akan jauh lebih baik."
Hanya bisa mengaminkan. Hingga akhirnya Rei datang menjadi pahlawan. Shalatnya tidak pernah terlewat. Puasa senin kamis rajin sekali dia melakukannya.
Tidak butuh waktu lama, tanpa buang waktu Rei langsung melamarku hanya dalam tempo tiga bulan dari perkenalan kami. Bukan taaruf, kelak peristiwa ini bernama Tak Arif.
Semua sudah ipersiapkan. Tepat satu bulan sebelum menikah, Rei membawaku ke rumah Eyangnya.
"Dru sudah dibawa keliling kemana saja?. Sudah bertemu Mama atau Papanya?. Semoga kalian langgeng ya, jangan seperti Mamanya, nikah dua kali."
Tak lama Opanya datang. Wajah kental jawa langsung aku kenali dari Opa. Walau pensiunan tentara, Opa rupanya kalah oleh kecantikan Oma. Opa yang berasal dari keluarga muslim taat rupanya memilih untuk tidak mau kehilangan Oma yang merupakan blasteran Manado dan Filipina.
"Rei, ini perempuan yang waktu itu kamu ajak menginap ya. Jadi juga kalian menikah. Opa senang mendengarnya."
Pertama kali menginjakkan kaki di rumah Oma. Kaget bukan kepalang.
Artinya, aku bukan satu-satunya perempuan yang dibawa ke rumah Oma. Menginap pula.
Seharusnya saat itu aku beranikan diri untuk mundur. Bodohnya aku, perjalanan terus dilakukan.