Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kejahatan Jalanan "Teror Busur" di Kota Kendari, Apa dan Bagaimana Mengatasinya?

17 Mei 2022   17:46 Diperbarui: 17 Mei 2022   17:50 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Survey Litbang MPI (sindonews.com)

Dalam 2-3 bulan terakhir ini, warga Kota Kendari diresahkan oleh maraknya aksi kejahatan jalanan berupa penyerangan oleh orang-orang yang tidak dikenal dengan menggunakan senjata tajam. Adapun yang menjadi sasaran dari pelaku kejahatan jalanan ini adalah orang-orang yang berada atau melintas di tempat-tempat sepi yang memungkinkan para pelaku melakukan aksinya tanpa diketahui.

Dari aksi kejahatan jalanan telah banyak korban luka yang berjatuhan, bahkan ada yang hingga meninggal dunia. Oleh karena itu semenjak awal merebaknya aksi kejahatan jalanan yang oleh warga Kota Kendari disebut sebagai "teror busur" telah menjadi atensi khusus dari aparat kepolisian di daerah, dengan melakukan operasi khusus mengejar para pelaku kejahatan jalanan ini. Namun, meski sebagian telah terciduk tetapi aksi teror tetap saja masih berlangsung dengan pelaku yang berbeda.

Perlu diketahui 'busur' disini adalah sejenis senjata tajam buatan/rakitan yang dibuat dari besi, biasanya dari besi terali ban sepeda motor atau batang besi ukuran paku sepanjang kira-kira 10-20 cm yang ujungnya dilancipkan dan ujung belakangnya diberi rumbai-rumbai dari tali rapia, senjata yang tajam ini sebagai 'peluru' yang dilontarkan menggunakan ketapel.

Foto: Busur (tribunnewssultra.com)
Foto: Busur (tribunnewssultra.com)

Fenomena maraknya aksi pembusuran ini menjadi begitu meresahkan oleh karena pelakunya tidak lagi hanya anak usia remaja tetapi juga orang-orang yang sudah berusia di atas 20an tahun, jika dahulu sasaran aksi 'busur' ini adalah antar geng yang terlibat tawuran. Sekarang tidak lagi seperti itu, sasarannya sudah tidak pandang bulu lagi mulai dari remaja hingga orang dewasa, orang nakal ataupun orang baik-baik dan laki-laki juga perempuan semua menjadi korban yang mereka sasar secara acak.

Pelaku busur ini dari yang sudah tertangkap dan yang sudah teridentifikasi oleh petugas usianya ada yang masih unyu'-unyu' 14-25 tahun. Modus ataupun motivasi para pelaku melakukan aksinya ini belum bisa disimpulkan apakah itu merupakan aksi kriminalitas semata, kenakalan remaja ataupun bentuk pembangkangan sosial karena kondisi dan situasi akibat pandemi atau mungkin saja politik. Entahlah.

Saat awal-awal mulainya teror busur ini, biasanya terjadi di tengah malam sekitar pukul 23.00 ke atas waktu dan di tempat yang sepi, namun sekarang tidak lagi bahkan pukul 20.00 yang masih ramai orang melintas pelaku berani melancarkan aksinya.

Dari aksi yang mereka lakukan kebanyakan korban tidak tahu akan menjadi sasaran. Salah satu yang pernah menjadi korban pembusuran ini, kebetulan anak yang tinggal di kompleks saya, ketika saya tanya bagaimana kronologisnya, ia pun tidak paham apa yang sebenarnya terjadi, ia hanya duduk-duduk di depan rumah salah satu warga yang kebetulan berada di jalan umum, saat itu melintas dua sepeda motor dan tiba-tiba saja ia merasa kepalanya basah dan panas, dan ketika ia pegang sudah ada busur yang menancap kuat di kepalanya. Dan busur itu agak sulit untuk dicabut begitu saja karena diujungnya itu berkait seperti pancing dan untuk amannya harus dicabut di rumah sakit.

Ada pula pelaku yang datang tanpa ba bi bu langsung main tusuk setelah korbannya terluka dan ketakutan pelaku meminta uang dan pergi dengan santai, padahal korbannya terluka cukup parah dan akhirnya menghembuskan nafas di rumah sakit. Rata-rata pelaku menggunakan sepeda motor, ada yang bergerombolan ada pula yang hanya berboncengan dengan satu sepeda motor.

Sejak mulainya di awal tahun ini, jumlah korban teror busur ini sudah lebih dari belasan korban, dua hari belakangan ini saja telah bertambah empat orang korban. Dan ini sudah sangat meresahkan warga Kota Kendari, terutama bagi mereka yang memiliki aktivitas di malam hari, seperti para pekerja yang harus pulang kerja di atas jam sepuluh malam, para pengemudi ojek, baik yang online maupun yang offline.

Merebaknya aksi kejahatan jalanan ini tentu saja harus segera diberantas, sebelum masyarakat yang resah melakukan tindakan sendiri untuk melawan aksi para pelaku, indikasi ke arah itu sudah mulai terasa dari adanya upaya warga untuk mencari dan mengejar orang yang dicurigai untuk melakukan aksi penghakiman jalanan, tentu ini tidak kita inginkan karena bisa saaja akan salah sasaran dan semakin memperburuk situasi dan kondisi.

Dari kondisi yang terjadi, dapat kita lihat ada beberapa hal yang saling berkaitan dalam terjadinya tindak kejahatan jalanan ini yaitu pelaku, korban, petugas keamanan, serta situasi lingkungan tempat kejadian.

Hal pertama yang menjadi sorotan tentu adalah pelaku, dari gambaran yang diperoleh rata-rata pelaku adalah pengangguran, bisa jadi bahwa kondisi sosial pelaku menjadi pemicu dari aksi mereka, seperti kesulitan ekonomi, kurang perhatian dari orangtua/keluarga, salah pergaulan dll.

Yang pertama harus dilakukan adalah mengidentifikasi wilayah potensi pelaku, disini ada kerjasama antara aparat RT/RW, kelurahan, petugas kantibmas dari Polsek hingga ke atasnya. Disini harus ada data berapa anak yang putus sekolah dengan potensi kerawanan sosial, ini mudah terlihat dari penampilan, cara bergaul dan kawan-kawan bergaulnya. Jika ini sudah ada, tentu pendekatannya yang bersifat mendidik dan membangun bukannya menghukum.

Hal yang kedua adalah korban, dari data korban yang ada ini sangat acak, ada yang anak geng juga, ada orang yang mencari hiburan dengan menikmati malam, ada yang pulang kerja dan ada yang kebetulan saja melintas karena sesuatu urusan yang mengharuskannya beraktifitas di luar rumah. Hal yang perlu dihimbau bagi warga yang kebetulan harus berada di luar/di jalan pada malam hari utamanya di jam-jam yang rawan agar menghindari tempat-tempat yang berpotensi rawan yaitu yang sunyi, gelap dan jauh dari permukiman, jika terpaksa harus melintas disitu harus memastikan terlebih dahulu situasi sekelilingnya tidak ada yang mencurigakan serta harus benar-benar aman.

Hal yang ketiga, petugas keamanan dalam hal ini aparat kepolisian. Karena maraknya aksi teror busur ini sudah menjadi atensi khusus aparat kepolisian sebenarnya sudah tidak ada masalah lagi, mungkin yang harus lebih difokuskan adalah bahwa pelaku juga tidak sembarangan dalam melakukan aksinya, mereka juga akan melihat situasi 'keamanan' dari pantauan aparat keamanan di lokasi-lokasi yang akan mereka pilih sebagai lokasi aksinya. Ini berkaitan kapan mereka akan melakukan aksinya dan bagaimana bentuk aksi yang akan mereka lakukan. Artinya pelaku punya perhitungan juga untuk memanfaatkan situasi dan kondisi, terutama di lokasi-lokasi yang sudah terpantau, dimana mereka akan memanfaatkan timing yang tepat untuk melakukan aksinya.

Hal terakhir adalah situasi lingkungan, para pelaku tentunya akan mencari lingkungan yang situasi dan kondisinya sangat memungkinkan mereka melakukan aksinya dengan 'aman' dan 'lancar'. Biasanya adalah lokasi yang cukup sepi dengan penerangan yang samar-samar, tidak ada saksi mata. Untuk hal ini seperti disebutkan sebelumnya bagi warga masyarakat agar tidak menjadi korban supaya menghindari tempat-tempat atau jalan-jalan yang rawan itu. Dan bagi pemerintah daerah agar meminimalisir tempat-tempat/jalan-jalan yang berpotensi rawan tersebut dengan menyediakan lampu penerangan yang memadai, termasuk menyediakan peralatan CCTV baik oleh pemerintah daerah maupun kerjasama dengan masyarakat yang mampu di sepanjang jalan yang rawan tersebut untuk memasang CCTV.

Kejahatan jalanan dimana-mana itu sangat meresahkan, dan yang lebih menggenaskannya lagi jika pelakunya adalah bocah-bocah yang masih dalam usia sekolah namun telah terpapar hal-hal negatif baik dari akibat pergaulan yang salah maupun akibat dari pengaruh media sosial yang tidak bisa kita pungkiri bahwa penggunaan media sosial yang tidak terkontrol bagi generasi muda kita membawa pengaruh yang negatif bagi tumbuh kembang perilaku para remaja kita. 

Yang jelasnya sebagaimana fenomena klitih di Yogya, fenomena busur di Kendari ini bukan hanya sekedar kenakalan remaja, pembangkangan sosial atau apapun yang lainnya, ini adalah akumulasi dari banyak persoalan hidup di masyarakat dan memerlukan antisipasi yang lebih dari semua pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun