Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Aku Seorang Skizofrenia (Lanjutan)

17 Juni 2020   07:02 Diperbarui: 17 Juni 2020   06:53 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar Sumberpost.com

Aku tumbuh dari keluarga yang broken home, besar bersama dengan ibu tiri. Bukan mengkambing hitamkan ibu tiri yang kejam seperti di dongeng-dongeng, tapi memang demikianlah adanya,  pola asuh yang kujalani lebih ditekankan pada kekerasan daripada kasih sayang, kekerasan sudah menjadi makanan keseharian dalam hidupku. Terkadang aku tidak bisa tidur, aku insomnia sejak kecil,  saat kecil orang-orang bilang aku sangat hiper aktif, mungkin karena itulah, cacian, makian dan juga penyiksaan sering dilayangkan padaku oleh ibu tiriku. 

Padahal aku merasa biasa-biasa saja, hanya pemikiranku memang kurasakan sangat aktif, aku memikirkan banyak ide-ide, dan selalu ingin mewujudkan ide-ideku yang terkadang membuat orang-orang sekitarku menggeleng kepala atas kegilaan ide-ideku. Aku terus tumbuh dalam pola asuh yang sudah melenceng sejak awal, sudah tiga kali aku mencoba mengakhiri hidupku, dua kali dengan meminum racun, dan sekali mencoba gantung diri. 

Saat aku depresi berat karena bertengkar dengan ibu tiriku yang menganggapku gila dan akan membawaku ke rumah sakit, aku kalap, dan diotakku seperti terus membisiki dan menyuruhku untuk lebih baik mati saja, saat itu aku melihat sebotol m***o cairan pengharum cucian, kutenggak habis satu botol penuh, aku terkapar dan cepat dilarikan ke rumah sakit, sehingga aku tertolong. 

Kali kedua aku kembali mencoba bunuh diri setelah bertengkar dengan ayahku yang bersikeras akan membawaku ke rumah sakit karena melihat tingkahku yang sudah seperti orang gila, aku berlari ke kamar, aku melihat sebotol racun nyamuk yang langsung kuminum habis, rasanya seperti terbakar, aku lemas dan terputar, aku pun segera dilarikan ke rumah sakit, untung saja racun serangga yang kuminum sisa sedikit, sehingga aku masih bisa diselamatkan. 

Kali ketiga percobaan bunuh diriku, hanya karena aku merasa jengkel saja kepada diriku sendiri, oleh karena sejak dua kali aku mencoba bunuh diri dengan meminum racun, maka di rumah semua jenis dan bentuk racun disingkirkan, akupun mencoba bunuh diri dengan menggantung diri, untung saja tali yang kupakai menggantung diri itu adalah tali rapia, sehingga ketika aku sudah tergantung talinya putus.

Saat itu aku baru saja masuk ke perguruan tinggi, awalnya aku stres gara-gara merasa tidak siap untuk mengikuti ujian semester, aku merasa seakan-akan ada yang membisikkan ke telingaku, kalau aku itu seorang peramal, yang bisa meramal kejadian yang akan menimpa seseorang di masa depan, ketika aku bertemu seseorang yang membuatku simpati, maka aku seperti melihat kebaikan-kebaikan menyertai orang itu, demikian juga jika aku bertemu dengan orang yang membuatku jengkel maka yang kulihat adalah keburukan-keburukan dan bahkan kengerian yang terjadi pada orang tersebut. 

Aku merasa sekelilingku adalah dunia yang abstrak, aku hanya tahu dunia kecilku yang aku rasakan begitu real. Aku merasa aneh, dan aku merasa seperti orang yang terkena guna-guna, seperti dirasuki oleh setan. Halusinasi-halusinasi yang hadir dalam diriku semakin hari semakin parah, terkadang suara gemuruh tetes hujan yang jatuh di atas atap, bagiku seperti suara senapan yang pelurunya ditembakkan pada diriku. Suara tokek yang berbunyi seakan mengejekku sebagai gadis tak berguna, aku mulai takut keluar rumah, aku berkurung terus di dalam kamar dan berhenti dari kuliahku. 

Aku menolak ketika akan dibawa ke dokter, aku tidak merasa sakit secara medis, aku sering mengamuk, lalu akhirnya bertengkar hebat dengan ibu tiriku yang membuatku mencoba bunuh diri. Setelah tiga kali percobaan bunuh diri yang gagal, keluargaku pun akhirnya berhasil membujukku untuk memeriksakan diri ke psikiater. Dan dari hasil pemeriksaan aku didiagnosa menderita skizofrenia. Aku menjalani pengobatan dan terapi, aku juga akhirnya bergabung dengan komunitas bagi pengidap skizofrenia. 

Aku akhirnya sadar, ada yang berbeda dalam diriku, tapi aku bertekad untuk sembuh dari sakitku, dan itu bukan sesuatu yang mustahil, meski aku harus terus mengkomsusi obat-obatan, untuk mengontrol kadar dopamine yang menjadi neuro transmitter di otakku. Aku juga menterapi diriku sendiri dengan banyak menulis, aku seperti hidup di alamku sendiri, aku menuliskan semua yang hidup dan bermain di dalam kehidupan dunia lainku. 

Dari kesibukanku menulis itulah aku berkenalan dengan Rafka, seorang pemuda yang humble, orang yang waras saja pasti akan jatuh cinta pada pandangan pertamanya, apalagi dengan aku yang merasa begitu rindu akan adanya sosok yang bisa mengayomiku.

Rafka berdiri mematung di pojok taman sambil terus memandangku, yang sibuk sendiri dengan keasyikan dunia lainku. Sesekali tatapanku juga kulemparkan ke arah Rafka, aku berdehem, seperti ada yang berdesir di ujung-ujung rambutku, kulemparkan senyum yang hanya secepat kilat lalu kutundukkan wajahku kembali asyik dengan puisi puisi yang mengalir di dalam ilusiku. Tiba-tiba Rafka telah ada berdiri di hadapanku, aku terperanjat, tapi merasakan kegembiraan yang kekanak-kanakan, bermain di dalam hatiku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun