Otak manusia tidak bekerja hanya dengan logika; motivasi dan emosi memainkan peran besar. Dopamine dan noradrenaline memengaruhi fokus, ketekunan, dan minat terhadap informasi kompleks. Membaca secara reflektif buku yang menarik atau bermakna meningkatkan keterlibatan neural ini.
Pejabat yang tidak biasa membaca secara reflektif mungkin mudah terdistraksi oleh berita dangkal, tekanan politik, atau isu sensasional. Otak mereka cenderung berpindah ke mode "reaktif" daripada mode analitis.
Selain itu, keterlibatan emosional yang tidak terkontrol bisa merusak penalaran kritis. Membaca reflektif melatih otak untuk menyadari reaksi emosional, memisahkannya dari analisis, dan tetap fokus pada bukti serta argumen.
Dengan kata lain, membaca kritis juga merupakan latihan regulasi emosi dan perhatian. Ini membantu pejabat menjaga fokus dan membuat keputusan yang seimbang, terutama dalam situasi kompleks atau krisis.
Latihan konsisten membaca secara reflektif membuat otak lebih siap menghadapi tekanan emosional tanpa kehilangan kemampuan analisis kritis.
Konsekuensi Sosial dan Politik
Ketika pejabat publik tidak terbiasa membaca secara reflektif-kritis, implikasinya meluas ke seluruh masyarakat. Keputusan yang diambil lebih rawan bias, informasi yang digunakan bisa tidak diverifikasi, dan kebijakan cenderung reaktif atau populis.
Dampak langsungnya terlihat dalam kualitas pendidikan, ekonomi, kebijakan sosial, dan tata kelola. Tanpa refleksi kritis, pengambilan keputusan tidak memperhitungkan sejarah, data empiris, atau konsekuensi jangka panjang, sehingga risiko kegagalan kebijakan meningkat.
Sebaliknya, pejabat yang terbiasa membaca secara reflektif mengaktifkan jaringan neural yang memungkinkan mereka menilai fakta, memprediksi konsekuensi, dan menimbang nilai etis. Ini menghasilkan kebijakan yang lebih matang, adil, dan berorientasi jangka panjang.
Dalam perspektif neurosains, membaca secara reflektif adalah alat pembentukan otak untuk kepemimpinan yang bijaksana. Tanpa latihan ini, otak pejabat tetap pada mode reaktif, sementara dunia nyata semakin kompleks dan menuntut keputusan cerdas.
Oleh karena itu, budaya membaca reflektif tidak hanya penting untuk pengembangan pribadi, tetapi juga menjadi fondasi bagi tata kelola publik yang efektif dan berintegritas.