Mohon tunggu...
Christanto Panglaksana
Christanto Panglaksana Mohon Tunggu... Penulis

Warga pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pencerahan Tanpa Cahaya: Ilusi Kemajuan dalam Kabut Rasionalisme

27 Juli 2025   14:31 Diperbarui: 27 Juli 2025   14:49 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: idn.freepik.com/foto-gratis/wanita-tampak-samping-melihat-laut-saat-matahari-terbenam)

Dalam "Terang" Artifisial

Dalam sejarah peradaban manusia, istilah "pencerahan" seharusnya menunjuk pada bangkitnya kesadaran yang membebaskan dari ilusi, bukan sekadar perpindahan dari satu mitos ke mitos lainnya. 

Namun, ketika dunia Barat menyatakan dirinya telah "tercerahkan" pada akhir abad ke-17, yang sebenarnya terjadi bukanlah bangkitnya kesadaran, melainkan sekadar narasi pengalihan pusat otoritas dari istana dan agama ke kepala. Pengaruh istana dan gereja digulingkan, bukan untuk memberi ruang bagi keheningan suci, tapi untuk memberi mahkota baru kepada ego manusia.

Di sinilah ironi itu lahir: Barat menyebut dirinya tercerahkan, padahal cahaya yang ia agungkan tidak pernah keluar dari rongga batok kepala. Ia bukan menyatu dengan realitas, melainkan tenggelam dalam bayangannya sendiri.

Siddharta dan Cahaya Sejati: Terang yang Tak Menyilaukan

Siddharta Gautama tidak menulis traktat, tidak mengklaim kebenaran absolut, dan tidak mendirikan institusi kekuasaan. Ia duduk dalam sunyi dan menyaksikan kenyataan sebagaimana adanya. 

Ia juga tidak menciptakan sistem metafisika baru, melainkan membebaskan diri dari segala sistem yang membelenggu persepsi. Ia tidak mencari cahaya dari luar, melainkan menyadari bahwa cahaya sejati bersumber dari padamnya keinginan, lenyapnya ilusi, dan terbitnya kesadaran jernih yang tidak melekat.

Pencerahan dalam tradisi Buddhis bukanlah akumulasi pengetahuan, melainkan luruhnya si aku. Tidak ada subjek yang menaklukkan objek. Tidak ada "aku" yang mengerti dunia. Yang ada hanyalah keterjagaan, tanpa pemilik, tanpa dominasi. Inilah cahaya sejati: cahaya yang tidak menyilaukan, karena ia bukan cahaya mata, melainkan terang kesadaran.

Abad Pencerahan Barat: Ketika Pikiran Menyembah Dirinya Sendiri

Hampir 2.300 tahun kemudian, Eropa meledak dalam antusiasme terhadap akal. Akal diangkat menjadi raja baru. Agama dilucuti, bukan untuk membebaskan jiwa, tapi untuk membebaskan pikiran dari segala pembatasan. Inilah awal dari rasionalisme yang kelak menjadi fondasi dunia modern: Cogito, ergo sum - aku berpikir, maka aku ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun