Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Liverpool Pakai Empat Penyerang, Apa yang Kau Cari Klopp?

11 November 2020   18:15 Diperbarui: 12 November 2020   16:27 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyerang baru Liverpool, Diogo Jota, sumber :https://www.liverpoolfc.com/ https://cdn-2.tstatic.net/jogja/foto/bank/images/diogo-jota-penyerang-baru-liverpool.jpg

Musim ini Liverpool kedatangan Diogo Jota, winger Portugal asal klub Wolverhampton Wanderers. Tadinya Jota dibeli untuk menggantikan Xherdan Shaqiri yang diperkirakan akan hengkang.  Jota yang berposisi winger ini diplot untuk melapis Mane dan Salah.

Dalam beberapa kesempatan Klopp kemudian mencoba memainkan Jota di beberapa posisi karena ia yakin kalau Jota bukan sekedar pemain pelapis saja. Dan ternyata Jota sukses mencetak beberapa gol!

Kini Klopp jadi bingung. Ia memiliki empat penyerang yang punya kemampuan setara. Keempatnya adalah pekerja keras yang tidak suka duduk di bangku cadangan. Padahal tempat yang tersedia hanya tiga. Siapakah yang akan dicadangkan?

 Penggemar Liverpool dan pengamat sepak bola kemudian berteriak agar Firmino dicadangkan. Apalagi keran golnya juga sudah lama mampet.

Penulis kemudian tertawa (Klopp juga pastinya) Peran Firmino itu justru sangat penting di Liverpool, dan tugas utamanya bukanlah untuk mencetak gol. Tugas Firmino itu sangat banyak, dan tak terlihat karena stigma striker yang melekat padanya.

Ketika Liverpool menyerang dari sisi tengah, maka Firmino yang mengkreasi serangan, membagi bola kepada Mane atau Salah.  Firmino yang tidak egois ini jarang sekali memaksakan diri untuk menembak langsung, melainkan membaginya kepada kedua penyerang egois lainnya itu.

Ketika serangan Salah dan Mane patah, maka Firmino menjadi orang pertama yang berusaha merebut bola dari lawan, untuk memberi waktu bagi Henderson mengatur barisan pemain Liverpool dari mode menyerang ke mode bertahan.

Ketika Firmino bisa merebut bola, maka ia kemudian akan mengkreasi serangan kembali. Bola itu bisa ditembaknya langsung ke gawang lawan, diberi ke Mane atau Salah. Atau bola dioper dulu ke Henderson, untuk memberi waktu kepada Mane dan Salah sekedar bernafas sebentar, lalu mencari posisi bagus untuk menerima bola.

Jadi dalam skema "False-9" ala Klopp ini, tugas Firmino bukanlah sebagai penyerang murni, melainkan sebagai pengatur serangan merangkap gelandang bertahan di area lawan. Kalau begitu mengapa Klopp tidak menaruh pemain "bernomor sepuluh" seperti Chamberlain atau Wijnaldum saja di posisi Firmino?

Nah ini seperti psikologis saja. Stigma striker yang melekat pada sosok Firmino pastinya akan membuat dua bek tengah lawan tidak akan berani gegabah naik membantu penyerangan.

Demikian juga halnya dengan gelandang bertahan lawan, yang bertugas melindungi dua bek tengah tadi. Ketika Firmino bergerak mendekati area pertahanan lawan, otomatis gelandang bertahan lawan akan berusaha menghentikan pergerakan Firmino secepatnya, karena takut Firmino melakukan solo-run dan kemudian menembak langsung ke gawang. Ketika ia gagal, maka salah satu dari bek tengah tadi akan naik untuk menghadangnya. 

Nah tugas Firmino memang disitu, menarik perhatian lawan agar membuat ruang kosong yang bisa dieksploitasi oleh Mane, Salah maupun rekan lainnya.

***

Klopp memulai eksperimen empat penyerang ini pada pekan keenam saat berhadapan dengan SU (Sheffield United) Mane di sayap kiri, Jota di sayap kanan, Salah di posisi penyerang tengah dan Firmino di belakang Salah. 

Di awal babak pertama, kombinasi empat penyerang ini betul-betul tidak berguna. Sepanjang babak pertama Liverpool benar-benar tertekan, karena kalah jumlah pemain di tengah. Menempatkan Salah di posisi striker adalah hal yang sangat menggelikan. Posisi pemain berkaki kidal ini adalah winger kanan. Dari sana ia biasanya akan berlari cepat sambil melakukan cutting-inside, lalu menembak keras dengan kaki kidalnya itu.

Mane dan (terutama) Salah adalah tipe pemain yang terus bergerak, dengan atau tanpa bola, dan tidak pernah terpaku pada satu posisi tertentu. Salah akan terus bergerak mencari/menjemput bola. Meletakkannya di satu posisi tertentu (striker) justru mengisolasi dirinya sendiri.

Nah, ketika Salah bergerak ke kiri untuk membuka ruang/menjemput bola, maka ia akan "tabrakan" dengan Mane. Ke kanan "tabrakan" dengan Jota. Mundur sedikit, ada Firmino. Salah akhirnya jadi serba-salah. "Maju kena mundur kena, kanan kiri tidak oke pula!"

Kekurangan orang di tengah, membuat Jo Gomez sering naik. Apalagi Gini (Wijnaldum) dan Hendo (Henderson) sejatinya bukanlah gelandang bertahan. Ruang kosong yang ditinggal Gomez terpaksa harus ditutup Arnold. Sisi kanan Liverpool kemudian dieksploitasi habis-habisan oleh SU. Jota pun harus tunggang langgang karena posisi aslinya ketika di Wolves dulu adalah winger kiri. Apalagi Arnold pun lebih sering berada di dalam kotak penalti Liverpool sendiri. Kepanikan di awal babak pertama itu kemudian membuat Fabinho harus membabat Oliver McBurnie di ujung kotak penalti. Liverpool 0 Sheffield United 1.

Menjelang akhir babak pertama barulah Liverpool bisa menenangkan diri. Sebuah crossing dari Hendo kemudian disundul Mane, namun bisa ditepis Ramsdale, tapi langsung dicocor Firmino. Liverpool 1 Sheffield United 1.

Di babak kedua barulah Liverpool bisa mulai mendominasi dan mencetak gol kemenangan lewat Jota. Apa yang terjadi dengan kwartet penyerang Liverpool tadi?

Belajar dari kepanikan di babak pertama tadi, Mane kemudian sedikit mengalah. Ia bermutasi menjadi flank kiri untuk menghindari overlap diantara keempat penyerang. Salah kembali ke habitatnya semula, winger kanan untuk kemudian cutting-inside ke kotak penalti. Berada di posisi kanan, Salah juga otomatis menjadi orang pertama menahan serangan SU dari posisi tersebut.

Kini bek kiri SU, Stevens tidak berani lagi naik untuk membantu penyerangan. Sisi kanan Liverpool praktis kini lebih aman, membuat Arnold sering naik membantu penyerangan.

Firmino kembali ke posisi semula, striker false-nine, dengan tugas mengatur serangan sembari membagi bola. Jota sendiri berdiri di belakang Firmino, bergerak bebas sebagai penghubung lini depan dengan belakang, tugas yang biasanya diemban Hendo.

Ketika Salah masuk ke kotak penalti, Firmino biasanya akan sedikit mundur, lalu Jota bergerak ke kanan untuk mengisi pos winger kanan. Sebaliknya ketika Mane melakukan penetrasi, maka Jota berpindah ke kiri untuk menutup pos winger kiri. Anehnya pergerakan keempat pemain ini sangat smooth seakan mereka sudah lama bermain.

Sementara itu Hendo dan Gini membentuk dobel pivot di lini tengah Liverpool. Praktis kini Liverpool memakai pola 4-2-4. Duet dobel pivot ini mengingatkan penulis kepada duet Javier Mascherano dengan Xabi Alonso dulu.

Wolves kini justru tertekan di area pertahanan sendiri, sehingga menyerang dengan mengandalkan direct football langsung ke kotak penalti Liverpool, yang gampang saja dipatahkan Gomez dan Fabinho.

Untuk posisi penyerang tengah, Diogo Jota adalah pilihan terbaik bagi Liverpool. Bukan karena CV-nya selama di Wolves, tetapi karena "penampakan nalurinya" di kotak penalti lawan.

Dari sisi kiri Mane memberi crossing ke tengah, dimana ada Firmino, Salah dan Jota, plus enam pemain SU di kotak penalti SU. Walaupun dijaga dua pemain lawan, Jota mampu mencari posisi yang paling pas untuk menyudul bola crossing Mane tadi, melewati bek Stevens. Tandukan Jota tidak keras seperti halnya Mane, Salah atau Firmino, melainkan pelan saja. Namun placing bolanya sangat memikat, ciri khas seorang striker yang penuh percaya diri. Liverpool 2 Sheffield United 1.

***

Sukses melewati Sheffield United, Klopp mencoba pola empat penyerang ini ketika menghadapi Manchester City. Gila betul! Untunglah di City tidak ada Fernandinho, David Silva dan Leroy Sane.

Walaupun de Bruyne masih ada, tapi lini tengah adalah titik terlemah City saat ini. Dulu lini tengah City diisi seorang gelandang bertahan merangkap pembagi bola. Sosok Fernandinho ini ibarat Fabinho ditambah Thiago Alcantara. kebetulan ketiganya adalah "seniman" dari Brazil. Di depan Fernandinho ada duet gelandang kreatif terbaik di dunia, David Silva dan Kevin de Bruyne.

Rodri tipe bermainnya mirip dengan Gundogan. Jadi kini Pep memakai dua gelandang bertahan plus satu gelandang kreatif. Lini tengah City sekarang jelas kalah jauh dengan yang dulu. Sebagai gantinya pep memaksimalkan peran dua winger, Sterling dan Mahrez untuk menemani Aguero atau Jesus.

Peran winger City ini setali tiga uang dengan winger Liverpool. Perbedaannya, Liverpool memakai striker "KW," sedangkan City memakai "Ori!"

Awalnya keempat penyerang Liverpool ini bisa mendominasi permainan. Gol penalti Salah di menit ke-13 adalah salah satu buktinya. Namun keunggulan itu tak berlangsung lama. Empat bek plus dua gelandang pivot city kemudian berhasil mengunci pergerakan penyerang Liverpool.

Terpisah, Kevin de Bruyne menjelma menjadi gelandang kreatif sekaligus pembagi bola. Walaupun seorang diri, de Bruyne mampu mengalahkan dobel pivot Liverpool. de Bruyne rajin bergerak ke kiri, ke kanan maupun menusuk ke kotak penalti Liverpool. Sayang Sterling dan Torres bermain kurang maksimal untuk memberi umpan kepada Jesus ataupun melakukan tendangan langsung ke gawang.

Karena kurang mendapat suplay bola dari tengah, keempat penyerang Liverpool tadi terpaksa "turun gunung" untuk menjemput bola. Apalagi dua bek sayap tidak selalu bisa membantu penyerangan.

Apakah gunanya memakai empat penyerang kalau suplay bola ke mereka ini tidak ada? keempat penyerang ini justru terisolasi sendiri di dua pertiga lapangan. Skema empat penyerang ini jelas-jelas gagal ketika berhadapan dengan City. pada akhirnya Liverpool cukup beruntung bisa menahan seri City.

Apa yang sebenarnya dicari Klopp lewat "efek kejut 4 penyerang ini?" Apakah sekedar sensasi atau apa? Efek kejutnya kemudian terlihat di babak kedua. Ke-4 penyerang Liverpool itu kemudian "putus nafas" karena terlalu lelah berlari menjemput bola di babak pertama.

Sebaliknya empat pemain belakang Liverpool juga bekerja terlalu keras, dan kemudian memakan korban juga. Trent Alexander Arnold akhirnya terkapar karena cedera. Bukan karena laga ini saja, tetapi akumulasi dari pertandingan-pertandingan sebelumnya.

Klopp memang pelatih hebat, tapi bukan manajer hebat. Pelatih hebat bisa memaksimalkan kemampuan para pemainnya. Manajer hebat bisa "merawat" pemainnya agar bisa tampil sepanjang musim. Itulah sebabnya perlu kedalaman skuat agar bisa merotasi pemain, dan membuat mereka selalu tampil bugar ketika diperlukan.

Pendekatan Klopp dan Pep terhadap sepak bola memang berbeda. Pep akan mencari 18 pemain inti agar bisa memberi banyak opsi strategi ketika akan menurunkan 11 pemain ke lapangan. Strategi Klopp cuma satu, gegenpressing, dan dia juga sudah punya 11 pemain inti pilihannya. Kini dia tinggal mencari 7 pemain cadangan lagi, yang akan bermain ketika pemain inti cedera.

Saat ini Virgil van Dijk, Chamberlain, Fabinho, Thiago Alcantara dan Trent Alexander Arnold menepi karena cedera, dan Klopp tidak punya pemain pengganti yang sepadan dengan mereka. Januari nanti Klopp rencananya akan membeli bek tengah karena van Dijk dipastikan tidak akan bisa bermain dalam jangka waktu lama.

Ibarat ban, Klopp tidak akan pernah merotasi ban agar keausan kembang bannya merata. Ia lebih suka mengganti ban itu ketika benar-benar sudah rusak. Masalahnya Klopp jarang memperhatikan ban cadangannya, yang ternyata kempes karena kekurangan tekanan angin...

Salam sepak bola

Sumber :

Bola.net

Bola.net

Medcom

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun