Internet selalu punya cara unik untuk menghadirkan hiburan. Salah satunya lewat tren absurd seperti "ikan hiu makan tomat" hingga "ubur-ubur ikan lele" yang belakangan ramai diperbincangkan. Dari sekadar lelucon, tren ini berkembang menjadi fenomena budaya digital yang menarik untuk ditelaah dari berbagai perspektif: filosofis, sosiologis, psikologis, hingga akademis. Apakah ini sekadar guyonan belaka, atau ada sesuatu yang lebih dalam di baliknya?
Asal-Usul: Dari Absurd ke Viral
Tren ini bermula dari video editan yang memperlihatkan hiu dengan ekspresi konyol memakan tomat, diiringi lagu dengan lirik sederhana dan nada yang adiktif. Selanjutnya, muncul varian lain seperti "ubur-ubur ikan lele," yang semakin memperkuat absurditas tren ini. Popularitasnya meroket karena memenuhi tiga elemen utama viralitas internet: kesederhanaan, humor absurd, dan mudahnya replikasi oleh warganet.
Fenomena ini mirip dengan tren-tren sebelumnya seperti "Gangnam Style," "Baby Shark," hingga meme "Shitposting." Semakin aneh dan tidak masuk akal suatu konten, semakin tinggi kemungkinan ia menjadi viral. Namun, mengapa masyarakat begitu mudah terpancing oleh tren semacam ini?
Makna Filosofis: Kecintaan Manusia pada Absurditas
Secara filosofis, tren ini mencerminkan absurdisme dalam kehidupan manusia modern. Albert Camus, dalam filsafat absurditasnya, menjelaskan bahwa manusia sering mencari makna dalam dunia yang tidak masuk akal. Meme seperti "ikan hiu makan tomat" justru menegaskan ketidakteraturan dunia digital dan cara manusia menanggapinya: bukan dengan mencari makna, tetapi dengan tertawa dan ikut serta dalam absurditas itu sendiri.
Fenomena ini juga beririsan dengan teori postmodernisme, yang menolak gagasan bahwa segala sesuatu harus memiliki makna yang jelas. Dunia digital kini penuh dengan hal-hal yang sengaja dibuat tak bermakna, sebagai bentuk kebebasan berekspresi dan perlawanan terhadap norma yang terlalu serius.
Makna Sosiologis: Budaya Komunitas dan Identitas Digital
Dari perspektif sosiologis, tren ini menunjukkan bagaimana komunitas digital bekerja. Warganet bukan hanya penonton pasif, tetapi juga kreator aktif yang berpartisipasi dalam menciptakan konten turunan (remix culture). Misalnya, video ikan hiu makan tomat yang awalnya sederhana, berkembang menjadi meme dengan berbagai versi dan interaksi kreatif.
Tren ini juga menjadi bentuk komunikasi dalam budaya digital. Seperti penggunaan slang atau jargon dalam sebuah komunitas, tren absurd ini menjadi semacam "kode" yang hanya dipahami oleh mereka yang mengikuti dinamika internet. Ini menciptakan identitas kolektif, di mana orang-orang merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar: komunitas global yang menikmati humor tanpa batas.
Selain itu, tren ini juga mencerminkan bagaimana media sosial mengubah cara kita mengonsumsi informasi. Orang-orang semakin menyukai konten yang cepat, ringan, dan menghibur. Keseriusan semakin ditinggalkan, digantikan oleh selera humor yang semakin absurd.
Makna Psikologis: Humor Sebagai Pelepasan Stres
Dari sisi psikologis, fenomena ini menunjukkan bahwa manusia butuh mekanisme coping untuk menghadapi tekanan hidup. Dalam situasi dunia yang semakin kompleks—mulai dari tekanan ekonomi, perubahan sosial, hingga ketidakpastian global—konten-konten seperti ini memberikan hiburan instan yang melegakan.
Konsep ini sejalan dengan teori humor dalam psikologi, khususnya teori relief (Relief Theory) yang dikemukakan Sigmund Freud. Humor membantu kita melepaskan ketegangan emosional dan mengatasi kecemasan. Semakin absurd dan tidak masuk akal sebuah lelucon, semakin besar efek pelepasannya.
Selain itu, tren ini juga berkaitan dengan fenomena "doomscrolling," di mana orang terus-menerus mengonsumsi berita negatif. Meme seperti "ikan hiu makan tomat" menjadi antidot bagi siklus berita yang melelahkan, memberikan jeda humor dari realitas yang sering kali berat.
Makna Akademis: Kajian Meme dan Dampak Digital
Dari sudut pandang akademis, tren ini menambah daftar panjang fenomena digital yang layak dikaji lebih lanjut. Studi tentang meme, yang dikenal sebagai memetics, telah berkembang sebagai bagian dari kajian media dan budaya populer. Meme tidak lagi sekadar hiburan, tetapi juga alat komunikasi, kritik sosial, bahkan propaganda politik.
Dalam konteks ini, tren seperti "ikan hiu makan tomat" bisa dilihat sebagai bagian dari ekologi digital yang lebih luas. Ia menggambarkan bagaimana manusia semakin bergantung pada budaya internet dalam membentuk persepsi mereka terhadap dunia. Bahkan, beberapa peneliti berargumen bahwa meme memiliki potensi untuk memengaruhi pola pikir dan perilaku, baik dalam konteks humor maupun dalam isu-isu yang lebih serius.
Kesimpulan: Hiburan, Identitas, dan Refleksi Zaman
Tren seperti "ikan hiu makan tomat" hingga "ubur-ubur ikan lele" bukan hanya lelucon semata. Ia adalah refleksi dari berbagai aspek kehidupan digital, mulai dari absurditas filsafat, dinamika sosial, psikologi humor, hingga kajian akademis tentang budaya internet.
Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh tekanan, manusia selalu mencari cara untuk tertawa. Humor absurd adalah salah satu mekanisme yang paling efektif dalam menghadapi realitas yang kadang sulit dipahami.
Jadi, apakah tren ini akan bertahan lama? Mungkin tidak. Seperti tren-tren viral sebelumnya, ia akan segera digantikan oleh sesuatu yang baru. Namun, pola yang sama akan terus berulang: internet akan selalu menemukan cara baru untuk menghadirkan absurditas, dan manusia akan selalu menikmatinya sebagai bagian dari perjalanan hidup di era digital.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI