Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Nakhoda, Selamatkan Kapalmu

21 Desember 2019   19:50 Diperbarui: 23 Desember 2019   05:14 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Nahkoda KM Kelimutu (TRIBUN JATENG/REZA GUSTAV)

"Siap berangkat Sayang?" Tanya seorang pria muda kepada seorang wanita yang baru dinikahinya.

"Yes, I do," jawab si wanita dengan senyum penuh kebahagiaan.

Dengan menaiki sebuah kapal kecil, kedua pasangan muda ini berencana menyeberangi samudra untuk sampai ke tanah harapan. Bekal mereka tidak banyak. Hanya alat penangkap ikan, bahan makanan, alat untuk menyuling air laut menjadi air minum, alat navigasi dan komunikasi, serta beberapa peralatan kesehatan.

"Sekarang aku nakhodanya, dan engkau adalah juru mudi dan juru masak." Si pria menggandeng istrinya menaiki kapal kecil mereka.

"Tanah harapan.... I am coming."

Tiga hari perjanalanan, keduanya menegarungi samudra begitu bahagia. Dunia kecil mereka berdua seluas permukaan kapal. Namun mereka merasa begitu lapang dan luas.

Hari keempat ujian pertama datang. Hujan badai mengombang-ambingkan kapal kecil mereka. Sebagian persedian makanan terlempar ke laut. Mereka sedang diuji dengan perasaan takut dan lapar. Si suami berusaha keras meyakinkan sang istri kalau kapal mereka akan baik-baik saja. 

Setahun berikutnya, sang istri melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat, lucu dan lincah. Mereka berdua membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Diajarinya si anak cara bertahan hidup, berfikir kritis dan bersyukur terhadap karunia Tuhan yang paling besar, yaitu nikmat hidup, kesehatan dan perasaan bahagia.

Kapal kecil tersebut berubah menjadi semakin besar. Tangkapan ikan selama perjalanan cukup untuk mereka makan dan menjualnya ke pasr ikan di pelabuhan yang mereka singgahi. Beberapa bahan dibeli untuk memperbaiki dan memperluas ukuran kapal.

"Kapten, aku hamil lagi," kata sang istri pada suaminya di suatu senja sambil menunjukkan alat test kehamilan. Si suami mendekap istrinya dengan mesra. Ini merupakan anugerah yang dinanti-nantinya selama perjalanan mengarungi samudra. Beberapa bulan kemudian, seorang anak perempuan lahir. Wajahnya cantik sempurna dengan kulit gelap seperti kulit bapaknya. Si anak pun sama seperti kakaknya. Dia tumbuh sebagai anak yang cerdas, galak, namun baik hati.

Sesekali mereka bercengkrama di buritan kapal, sambil menikmati masakan sang istri dan menikmati indahnya kerlap-kerlip bintang  di langit malam yang begitu luar terhampar. 

"Lihat, anak-anak sudah mulai tumbuh besar. Mereka mewarisi sifat-sifat dan perilakumu," kata sang istri sambil memperhatikan kedua anaknya yang sedang bermain bersama. "Tapi bawelnya sepertinya tidak jauh dari sifat-sifatmu," kata si suami menanggapi kalimat sang istri. Mereka tersenyum bersama tanda setuju.

"Berapa lama lagi kita akan sampai?" Tanya Sang istri.

"Masih separuh perjalanan lagi. Sabar ya. Kita semua akan sampai dengan selamat."

"Siap kapten!" Sang istri memeluk suaminya dengan erat.

Pagi hari matahari tidak begitu tampak. Awan cumulus tampak bergulung-gulung di depan mereka. Kilatan petir menyambar-nyambar tiada henti.

"Semuanya bersiap! Badai akan menghadang perjalanan kita."

"Siap Kapten!" Teriak seluruh penumpang dengan kompak.

Kapten kapal, sangg istri dan kedua anaknya langsung bersiap-siap menghadapi badai. Mereka mengikat semua peralatan agar tidak terlempar ke luar kapal. Layar kapal digulung dan diikat dengan erat. Semua jendela kapal ditutup dan dikunci, termasuk pintu palka yang ditutup dan dikunci dengan kuat.

Tak lama kemudian, kapal mereka terguncang dengan hebat. Ini badai yang begitu besar dan kuat selama mereka mengarungi samudra. Hampir 6 jam kapal kecil mereka terombang-ambing di permukaan air dengan gelombang yang begitu tinggi. Sampai akhirnya permukaan laut begitu tenang kembali.

Selepas badai, sang kapten kapal keluar dari palka untuk melihat apa yang terjadi di luar. Beruntung semua bagian permukaan kapal selamat tanpa ada kerusakan. Namun sang kapten melihat sebuah kapal lain pecah terbelah dua. Belahan satunya dinaiki oleh seorang pria dan belahan yang paling dekat dengan kapalnya dinaiki oleh seorang wanita.

Sang kapten berniat menolong sang wanita. Dilemparkannya seutas tali agar bisa ditangkap oleh si wanita. Saat si wanita berhasil menangkap tali dan mulai menariknya, Sang kapten dikejutkan oleh sebuah tepukan di bahunya.

"Kapten, saya tidak rela kapal kita mengangkut orang lain. Saya rasa kapal kita ini tidak cukup kuat dan luas untuk menampung orang lain."

"Tetapi kita harus menyelamatkannya."

"Bila kapten bersikeras akan menyelamatkannya, bukan mustahil malah kapal kita malah yang akan ikut pecah dan tenggelam. Kapal ini tidak sekuat yang kapten pikirkan."

"Kalau begitu kita tarik dan gandeng saja sampai dia menemukan kapal yang mau menerimanya."

"Apa kapten berani menjamin kapal kita cukup kuat untuk menariknya?"

"Apa saranmu?"

"Lepaskan dan biarkan dia mencari nasib dan kehidupannya sendiri. Kita sudah selamat melewati badai besar tadi. Namun belum tentu bisa selamat bila harus menyelamatkannya."

Sang kapten akhirnya melepaskan tali penyelamat yang dipakai untuk menarik si wanita tadi. Dia lebih memilih menyelamatkan kapal kecilnya, daripada harus menyelamatkan si wanita dan membuat badai lain dalam kapalnya.

Kapten, sang istri dan kedua anaknya meneruskan perjalanan ke tanah harapan. Entah badai apa lagi yang akan menghadang di perjalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun