Di sisi lain, peraturan untuk usia masuk SD di beberapa negara Asia dan Eropa cukup bervariasi karena disesuaikan dengan sistem pendidikan di negara masing-masing. Contohnya, Malaysia, Singapura, dan Finlandia mewajibkan anak masuk SD pada usia 7 tahun, berbeda dengan Thailand, Filipina, dan Jepang yang menetapkan pada usia 6 tahun.
Lantas, apa saja alasan yang biasanya menjadi pertimbangan orang tua untuk memutuskan gap year?
Alasan untuk Mempertimbangkan Gap Year sebelum Masuk SD
Praktisi psikologi anak usia dini, Aninda, M.Psi.,T, dalam reels yang diunggah di akun Instagram pribadinya (@aninda143), menyatakan bahwa setiap orang tua tentu memiliki alasan masing-masing untuk mempertimbangkan gap year sebelum masuk SD. Akan tetapi, ia menyimpulkan empat pertimbangan yang sering muncul, di antaranya:
- Anak sudah lulus TK, tetapi dari hasil observasi orang tua dan guru, serta penilaian psikolog, anak belum siap secara emosional.
- Anak dikhawatirkan akan merasa bosan jika harus mengulang TK.
- Ingin mengembangkan aspek kognitif anak, termasuk untuk calistung, karena saat ini banyak SD yang mengutamakan unsur akademik sejak awal.
- Usia anak masih kurang untuk masuk SD negeri, biasanya berusia 6-6,5 tahun saat lulus TK.
Perlu diketahui bahwa selama gap year bukan berarti anak tidak belajar. Justru, ini adalah kesempatan emas untuk fokus pada aspek-aspek perkembangan yang krusial sebelum memasuki dunia akademik yang lebih terstruktur.Â
Saat ini, penguatan keterampilan sosial dan emosional menjadi perhatian utama bagi sebagian besar orang tua, terutama dengan maraknya perundungan di lingkungan sekolah.Â
Di SD, anak akan berinteraksi dengan lebih banyak teman, menghadapi situasi sosial yang lebih kompleks, dan dituntut untuk lebih mandiri. Gap year memberikan ruang bagi anak untuk belajar beradaptasi, mengelola emosi, dan membangun hubungan yang sehat melalui berbagai pengalaman di luar lingkungan sekolah.
Selain itu, gap year dapat mengurangi risiko stres akademik pada anak. Stres akademik adalah suatu tekanan yang muncul ketika tuntutan akademik tidak sejalan dengan kemampuan siswa (Sarafino dan Smith, 2017).Â
SD memiliki kurikulum yang lebih padat dan ekspektasi yang lebih tinggi. Dengan memberikan anak satu tahun tambahan untuk bermain dan belajar yang terarah, orang tua dapat membantu anak dalam membangun fondasi yang lebih kuat dan menghindari potensi stres di awal masa sekolah.Â
Kesempatan ini juga bisa dimanfaatkan untuk menelusuri minat dan bakat anak. Apakah ia menunjukkan ketertarikan pada seni, musik, olahraga, atau alam? Gap year adalah saat yang tepat untuk memberikan anak kesempatan mengeksplorasi hal tersebut melalui kegiatan yang menyenangkan.
Kegiatan yang Dapat Dilakukan selama Gap Year sebelum Masuk SD
Berdasarkan aspek perkembangan anak dan beberapa alasan gap year yang dijelaskan di atas, berikut ini adalah beberapa pilihan kegiatan yang dapat anak dan orang tua lakukan selama gap year:
- Menyusun kurikulum sederhana sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak. Ini dapat berupa jadwal kegiatan dengan target harian, mingguan, atau bulanan. Misalnya, kegiatan hari ini adalah membuat prakarya dan membaca buku bersama, kemudian kegiatan esok hari adalah pergi hiking ke bukit. Hal ini penting untuk menciptakan rutinitas dan struktur yang ringan namun tetap terarah.
- Mengikuti program kelas stimulasi anak, baik online maupun offline. Biasanya program ini berlangsung singkat, yaitu antara 1-3 bulan, dengan tema-tema tertentu. Keuntungan dari mengikuti program ini adalah orang tua tidak perlu menyusun ide kegiatan atau mempersiapkan alat dan bahan, karena sudah disediakan oleh penyelenggara program.
- Mengikuti les yang disukai anak, seperti les olahraga, seni, bahasa, dan robotik. Hal ini penting sekali dilakukan untuk menelusuri minat dan bakat anak, serta bermanfaat untuk masa depannya.
- Traveling bersama anak. Orang tua bisa mengajak anak untuk wisata alam (mengunjungi pantai, hutan, taman, kebun), wisata budaya (menonton pertunjukan kesenian daerah), wisata kota (mengunjungi museum dan kebun binatang), bepergian dengan menggunakan transportasi yang berbeda, atau bahkan piknik bersama keluarga di alam terbuka.