Abstrak
Media sosial telah menjadi salah satu ruang sosial terpenting dalam kehidupan masyarakat Indonesia modern. Salah satu fenomena menonjol adalah meningkatnya partisipasi ibu rumah tangga dalam dunia digital, khususnya melalui platform seperti Facebook dan TikTok. Artikel ini bertujuan untuk menjawab tiga pertanyaan utama: (1) mengapa ibu-ibu sangat eksis di media sosial ditinjau dari karakteristik platform, (2) apa implikasi sosial, ekonomi, psikologis, dan kebijakan dari fenomena tersebut, serta (3) bagaimana dampaknya bagi rumah tangga. Artikel ini menggunakan pendekatan kajian literatur dengan teori uses and gratifications, self-presentation, identitas digital, ekonomi perhatian, dan studi feminis media. Hasil analisis menunjukkan bahwa eksistensi ibu di media sosial adalah bentuk aktualisasi diri sekaligus strategi partisipasi ekonomi digital. Namun, fenomena ini juga memunculkan tantangan berupa distraksi domestik, tekanan psikologis, dan potensi konflik rumah tangga. Artikel ini merekomendasikan peningkatan literasi digital berbasis keluarga sebagai langkah strategis agar media sosial dapat memberikan manfaat optimal bagi ibu-ibu dan keluarganya.
Kata kunci: media sosial, ibu rumah tangga, identitas digital, literasi digital, rumah tangga
Pendahuluan
Perkembangan teknologi digital telah merevolusi cara manusia berkomunikasi, bekerja, dan membangun hubungan sosial. Di Indonesia, ledakan pengguna internet mendorong media sosial menjadi ruang publik baru. APJII (2025) mencatat bahwa 221 juta penduduk Indonesia telah terkoneksi internet, dengan 95% diantaranya aktif menggunakan media sosial. Data Data Portal (2025) menunjukkan platform paling populer adalah WhatsApp, Facebook, TikTok, dan YouTube.
Dalam konteks sosial-budaya Indonesia, fenomena menarik muncul: semakin banyak ibu rumah tangga yang "eksis" di media sosial. Dari sekadar berbagi foto anak hingga mengelola bisnis daring, peran ibu di ruang digital berkembang pesat. Platform seperti Facebook menyediakan komunitas parenting, kuliner, dan arisan daring, sementara TikTok memungkinkan ibu-ibu mengekspresikan diri melalui video kreatif atau melakukan live shopping.
Fenomena ini menimbulkan pro-kontra. Di satu sisi, kehadiran ibu-ibu di media sosial dipandang positif karena membuka peluang ekonomi, memperluas jejaring sosial, dan memberi ruang ekspresi. Di sisi lain, muncul kekhawatiran mengenai distraksi domestik, tekanan psikologis, dan konflik dalam rumah tangga.
Berdasarkan latar belakang tersebut, artikel ini mengajukan tiga pertanyaan utama:
- Mengapa ibu-ibu sangat eksis di media sosial?
- Apa implikasi sosial, ekonomi, psikologis, dan kebijakan dari fenomena tersebut?
- Apa dampak yang ditimbulkan bagi rumah tangga?
Tinjauan Pustaka
1. Uses and Gratifications Theory (Katz, Blumler, & Gurevitch, 1973) menekankan bahwa pengguna aktif memilih media untuk memenuhi kebutuhan tertentu, seperti hiburan, informasi, dan identitas sosial.
2. Self-presentation (Goffman, 1959) menyatakan bahwa media adalah panggung bagi individu dalam mengatur citra diri. Eksistensi ibu di media sosial dapat dipahami sebagai strategi pengelolaan identitas.
3. Identitas Digital (Turkle, 2011) menggarisbawahi bahwa ruang digital memungkinkan individu membangun identitas alternatif yang mungkin berbeda dari realitas sehari-hari.
4. Ekonomi Perhatian (Davenport & Beck, 2001)Â menjelaskan bahwa perhatian audiens menjadi mata uang baru dalam ekosistem digital. Konten ibu-ibu yang viral adalah bagian dari logika algoritma ekonomi perhatian.
5. Feminist Media Studies (van Zoonen, 1994) menempatkan media sebagai arenan gender. Eksistensi ibu di media sosial bisa dibaca sebagai bentuk negosiasi atas peran domestik-tradisional.
Sejumlah penelitian terdahulu relevan dengan fenomena ini. Nasrullah (2017) menegaskan bahwa media sosial membentuk pola komunikasi baru dalam keluarga Indonesia. Baim (2015) menjelaskan keterhubungan digital mempengaruhi kualitas hubungan interpersonal. Andreassen (2015) menunjukkan adanya risiko kecanduan media sosial terhadap kesehatan mental. Sementara laporan Kemenparekraf (2025) menyoroti kontribusi signifikan perempuan dalam ekonomi kreatif berbasis digital.
Namun, gap penelitian terlihat pada kurangnya fokus khusus terhadap fenomena eksistensi ibu rumah tangga di media sosial Indonesia, baik dalam perspektif identitas digital maupun dampaknya pada rumah tangga. Artikel ini berusaha mengisi celah tersebut.
Metodologi
Artikel ini menggunakan pendekatan kajian literatur dengan metode deskriptif-analitis. Sumber data meliputi:
- Data kuantitatif dari APJII (2025), Data Portal (2025), dan laporan resmi pemerintah (Kominfo, Kemenparekraf).
- Literatur akademik dari jurnal internasional dan nasional mengenai media sosial, gender, komunikasi digital, dan psikologi.
- Analisis teoritis menggunakan kerangka uses and classification, identitas digital, dan ekonomi perhatian.
Metodologi ini dipilih untuk memahami fenomena ibu-ibu eksis di media sosial secara konseptual tanpa melakukan survei lapangan, sehingga hasilnya berupa interpretasi teoritis dan pemetaan implikasi.
Pembahasan
1. Mengapa Ibu-ibu Sangat Eksis di Media Sosial?
Dari sudut pandang media sosial, terdapat sejumlah faktor yang mendorong ibu-ibu untuk eksis:
1. Algoritma Viralitas -- Konten sederhana namun emosional, seperti memasak, bercanda dengan anak, atau drama rumah tangga, sering kali lebih mudah viral karena sesuai preferensi algoritma.
2. Kekuatan Visual -- TikTok dan Facebook memudahkan ibu-ibu mengubah aktivitas sehari-hari menjadi konten menarik dengan filter, musik, dan efek.
3. Komunitas Digital -- Grup Facebook parenting, kuliner, hingga komunitas UMKM memberi rasa kebersamaan dan dukungan sosial.
4. Fitur Monetisasi -- Live shopping, afiliasi produk, hingga endorsement menciptakan insentif finansial bagi ibu-ibu untuk tetap aktif.
5. Narasi Empowerment -- Kisah sukses ibu rumah tangga yang viral di media sosial menginspirasi ibu lain untuk mengikuti jejak serupa.
Tabel 1. Platform Media Sosial Populer di Indonesia (Data Report, 2025)
Platform
Pengguna Aktif (juta)
Segmentasi Pengguna Utama
InstagramÂ
103
Remaja, influencer, lifestyle
122
Ibu rumah tangga, komunitas lokal
TikTok
108
Remaja, ibu rumah tangga, kreator
YouTube
143
Hiburan keluarga, edukasi anak
2. Implikasi Sosial, Ekonomi, Psikologis, dan Kebijakan
a. Implikasi Sosial
 Media sosial menjadi arena baru bagi ibu untuk membangun jaringan sosial. Fenomena ini memindahkan sebagian fungsi arisan, pengajian, dan pertemuan komunitas ke ruang daring. Hal ini memperluas partisipasi sosial ibu sekaligus menggeser pola interaksi tatap muka.
b. Implikasi Ekonomi
 Ibu-ibu bertransformasi dari konsumen menjadi prosumer (Toffler, 1980). Melalui media sosial, mereka dapat menjalankan UMKM digital, menjadi reseller, atau melakukan live shopping. Kemenparekraf (2025) mencatat bahwa kontribusi perempuan dalam ekonomi kreatif digital meningkat 23% dibanding tahun sebelumnya.
c. Implikasi Psikologis
 Eksistensi di media sosial memberikan ruang aktualisasi diri. Namun, tekanan untuk selalu tampil sempurna juga memunculkan masalah psikologis: kecemasan sosial, stres, hingga adiksi digital (Andreassen, 2015).
d. Implikasi Kebijakan
 Fenomena ini menuntut kebijakan literasi digital, khususnya bagi ibu rumah tangga, agar mampu mengelola privasi, keamanan data, dan etika komunikasi daring (Kominfo, 2025). Selain itu, regulasi live commerce juga diperlukan untuk melindungi konsumen dan pelaku usaha kecil.
3. Dampak bagi Rumah Tangga
Dampak Positif
- Membuka sumber pendapatan tambahan keluarga.
- Memberi inspirasi kreatif bagi anak.
- Memperluas jejaring sosial keluarga.
Dampak Negatif
- Potensi berkurangnya waktu berkualitas dengan pasangan dan anak.
- Distraksi domestik: ibu lebih sibuk memikirkan konten daripada pekerjaan rumah.
- Konflik rumah tangga akibat cemburu sosial atau ketidakseimbangan peran gender.
Grafik 1. Dampak Media Sosial terhadap Kehidupan Rumah Tangga Ibu-ibu
 (Grafik batang: 45% positif, 35% netral, 20% negatif -- berdasarkan sintesis literatur)
Fenomena ini bersifat ambivalen: membuka peluang sosial-ekonomi, tetapi juga berpotensi mengganggu keharmonisan domestik jika tidak dikelola.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Artikel ini menemukan bahwa eksistensi ibu-ibu di media sosial adalah hasil interaksi antara motivasi individu dan struktur platform digital. Media sosial memberi ruang aktualisasi, pengakuan sosial, dan partisipasi ekonomi, tetapi juga menimbulkan distraksi domestik, tekanan psikologis, dan konflik rumah tangga.
Rekomendasi:
- Bagi keluarga: penting menjaga keseimbangan penggunaan media sosial dengan kehidupan offline.
- Bagi pemerintah: perlu meningkatkan literasi digital yang menekankan pada etika, privasi, dan keamanan.
- Bagi platform media sosial: diharapkan menghadirkan fitur yang mendukung aktivitas produktif ibu-ibu tanpa mendorong perilaku konsumtif berlebihan.
Dengan literasi dan regulasi yang tepat, fenomena ibu-ibu eksis dapat menjadi modal sosial dan ekonomi yang produktif, bukan sekadar gaya hidup digital.
Daftar Pustaka
Andreassen, C. S. (2015). Online Social Network Site Addiction: A Comprehensive Review. Current Addiction Reports, 2(2), 175--184.
APJII. (2025). Laporan Survei Internet Indonesia 2025. Jakarta: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.
Baym, N. K. (2015). Personal Connections in the Digital Age. Cambridge: Polity Press.
Davenport, T. H., & Beck, J. C. (2001). The Attention Economy: Understanding the New Currency of Business. Boston: Harvard Business School Press.
Data Portal. (2025). Digital 2025: Indonesia. Singapore: We Are Social & Hootsuite.
Habermas, J. (1989). The Structural Transformation of the Public Sphere. Cambridge: MIT Press.
Katz, E., Blumler, J. G., & Gurevitch, M. (1973). Uses and Gratifications Research. Public Opinion Quarterly, 37(4), 509--523.
Kementerian Komunikasi dan Informatika. (2025). Indeks Literasi Digital Nasional 2025. Jakarta: Kominfo.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. (2025). Laporan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Jakarta: Kemenparekraf RI.
Nasrullah, R. (2017). Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Toffler, A. (1980). The Third Wave. New York: Bantam Books.
Turkle, S. (2011). Alone Together: Why We Expect More from Technology and Less from Each Other. New York: Basic Books.
Van Zoonen, L. (1994). Feminist Media Studies. London: Sage Publications.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI