Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kemensos: Pekerjaan Baru Mengurus Sekolah Rakyat

24 Agustus 2025   20:28 Diperbarui: 24 Agustus 2025   20:28 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Lewat  Inpres Nomor 8 Tahun 2025, Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem,  Kemensos mendapatkan penugasan yang paling banyak dan cukup berat. Pada poin 7 dari Inpres tersebut, Kemensos mendapatkan 6 macam penugasan termasuk mengurusi Sekolah Rakyat.

Kementerian lain, paling banyak 3-4 macam penugasan yang harus dilakukan. Irisan yang tebal dalam penugasan itu adalah dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Karena memang seharusnya soal pendidikan dasar dan menengah apakah sekolah rakyat maupun sekolah negeri dan swasta menjadi urusan Kemendikdasmen. Tapi ya sudahlah karena itu keinginan Presiden lewat Instruksinya mana ada menteri yang protes, apalagi Mensos Gus Iful yang orangnya kalem dan tidak ada bakat melawan.

Dasar hukum Inpres itu sebenarnya lemah dan berlaku untuk internal penyelenggara pemerintahan apalagi dibandingkan dengan Undang-Undang. Kalau dulu masa rezim Jokowi, menabrak Undang-Undang biasa.  Caranya dengan merubah Undang-Undang sesuai keinginan Presiden,  cepat selesai. Untuk  membuat UU saja cukup 40 hari seperti Undang-Undang Tentang IKN. Memang di DPR saat ini berkumpul manusia-manusia super, istilah Jokowi kekuatan besar yang bermain politik. Dan kekuatan besar itu saat ini sedang berbalik meng"hajar" Jokowi.

Kembali ke persoalan Kemensos. 5 tahun terakhir Kemensos itu sudah remuk redam ditangan Menteri Risma.  Antara lain, dimasa Risma Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin dihapuskan. Bubar total. Dirjen, para Direktur, Kepala Bagian yang menangani kemiskinan terjun bebas.

Perlu diketahui, bahwa penanganan kemiskinan itu ada perintah dalam UU Fakir MIskin Nomor 13/2011, harus diselenggarakan oleh Kemensos. Di media Risma menyebutkan bahwa di Ditjen Penanganan  Fakir Miskin  banyak korupsi. Pernyataan itu keliru besar. Korupsi yang menggemparkan itu di Ditjen Linjamsos. Tapi Ditjennya tidak dibubarkan.

Pada awal Pemerintahan Jokowi setahun dan dua tahun pertama masih bagus. Belum ada toxic yang meracuninya. Dalam Perpres Nomor 46/2015 terkait Kementerian, Kemensos tercantum Ditjen Penanganan Fakir Miskin (PFM), yang dilanjutkan dengan pembentukan beberapa Direktorat PFM. Hal ini sejalan sesuai amanat UU 13/2011 Tentang Fakir Miskin.

Lantas pada periode Kedua, dengan alasan yang tidak jelas, berbungkus efisiensi kementerian, dihapuslah Ditjen PFM dengan Perpres Nomor 110/2021. Disamping Jokowi, Mensos Risma adalah pihak terkait yang harus bertanggung jawab pembubaran Ditjen PFM. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka waktu itu. Seharusnya PDI-P sebagai partai wong cilik yang sedang berkuasa dimana Jokowi dan Risma kadernya, juga ikut memikul dosa menelantarkan pengurusan orang miskin sebagai amanat Konstitusi " fakir miskin  diurus oleh Negara"

Sampai detik ini, di Kemensos itu tidak ada nomenklatur  yang mengurusi Fakir Miskin atau Kemiskinan. Seharusnya dengan momen Inpres 8/2025, Mensos Gus Iful, harus cepat bermanuver kepada Presiden Prabowo agar Ditjen Penanganan Fakir Miskin  dihidupkan kembali, agar ada rumah lingkup tugas untuk mrengelola sekolah rakyat untuk orang miskin dan miskin ekstrim.

Kebijakan Risma lainnya, yang menyebabkan Kemensos tidak popular dikalangan Pemerintah Propinsi, adalah  meniadakan dana dekonsentrasi APBN sector Kemensos yang seharusnya diterima oleh para Dinas Sosial Propinsi. Akibatnya hubungan dan komunikasi dengan Dinas Sosial masa itu mungkin juga sekarang tidak baik baik saja. Agar program-program pusat dapat dideliver ke daerah Risma melakukan refungsionalisasi Panti-Panti Sosial milik Kemensos yang masih ada di sebagian Propinsi.

Panti social menjadi Sentra, yang tugasnya tidak lagi mengurusi peserta disabilitas, tidak mencari lagi PMKS di daerah-daerah pelosok. Sentra itu menjadi tempat stok bantuan social kejadian bencana. Pegawai panti berubah fungsi menjadi relawan bencana alam  maupun bencana social. Termasuk penyaluran Bansos lainnya. Semua jenis panti social digabung. Tidak ada lagi melihat pendekatan spesifikasi  penyandang cacat. Peran Peksos terabaikan.

Kita tidak  melihat keinginan Mensos Gus Iful mengembalikan fungsi semula Panti -- Panti Sosial itu. Seperti orang yang sedang mengambang di air. Termasuk kekosongan beberap pejabat eselon II yang belum di isi masa Risma, sampai sekarang masih di PLT kan.

Program Rehabilitasi Sosial Terabaikan

Sejak di "porak poranda" Panti2 Sosial yang umumnya Panti Rehabilitasi Sosial, menjadi sentra-sentra untuk kegiatan ibarat jamu bakul, berdampak  tidak terurusnya secara maksimal para disabilitas.

Salah satu pilar utama dalam UU Kessos Nomor 11 tahun 2009, adalah Rahabilitasi Sosial. Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud seharusnya diberikan dalam bentuk: a.motivasi dan diagnosis psikososial; b.perawatan dan pengasuhan; c.pelatihan    vokasional    dan    pembinaan kewirausahaan; d.bimbingan mental spiritual;  e.bimbingan fisik;  f.bimbingan sosial dan konseling psikososial; g.pelayanan aksesibilitas;  h.bantuan dan asistensi sosial; i. Bimbingan, resosialisasi;  j.bimbingan lanjut; dan/atau k.rujukan.

Apakah kesebelas jenis layanan Rehabilitasi Sosial itu sudah dilaksanakan. Jawabannya sudah tapi belum semestinya. Lihat saja pos alokasi APBN Kemensos  untuk  kesebelas jenis layanan itu, mungkin jika anda seorang Pekerja Sosial, akan menitikkan air mata. Korban pemotongan anggaran.

Banyak yang berharap, kerusakan yang sistemik yang dilakukan Mensos Risma waktu itu, seharusnya secara cepat  diperbaiki oleh Mensos penggantinya.  Caranya dengan mengembalikan fungsi-fungsi Panti Sosial dengan benar dan utuh sebagaimana diperintahkan oleh UU 11/2009 dan PP yang mengaturnya.

Pertimbangannya sangat manusiawi dan fundamental. Karena sesuai dengan amanat UU Kessos, tidak  ada kementerian lain yang diberikan tugas untuk mengurusi  Rehabilitasi Sosial bagi para PMKS  (Penyandang Masaalah kesejahteran Sosial) dan kementerian/sector lain itu juga tidak tertarik.  Itu tugas utama kehadiran  Kementerian Sosial di dunia dan juga tanggungjawab pengelolanya di akhirat.

Demikian juga halnya, penanganan kemiskinan, sebagaimana kami uraikan diatas, atas perintah UU Nomor 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, seharusnya Mensos sampaikan dalam Sidang Kabinet perlunya struktur organisasi yang menanganinya yang sebelumnya sudah ada.

Kalaulah struktur Unit Kerja Eselon I nya ada , dan sentra-sentra kembali berfungsi menjadi Panti-Panti Sosial, maka Inpres Nomor 8 Tahun 2025, tidak akan menggerus tugas pokok dan fungsi Kemensos yang diperintahkan UU 11/2009.

Mensos tidak perlu melakukan pengalihan fasilitas-fasilitas Panti Sosial untuk disunglap menjadi  boarding school Sekolah Rakyat. Kondisi yang terjadi saat ini ada lebih 53 faslitas sarana dan prasarana Panti Sosial beralih fungsi menjadi Sekolah Rakyat. Dikemanakan mereka-mereka penyandang disabilitas itu. Dipulangkan ke kampung halamannya, atau keleleran menghiasi kolong jembatan. Jika itu yang terjadi pasti Prabowo marah besar.

Inpres Nomor 8 / 2025 itu kalau kita cermati cukup bagus dan membangun sinergitas antar kementerian. Tetapi Inpres itu juga harusnya ditempatkan secara proporsional dalam tatanan regulasi dan tetakelola yang baik. Kalau ada perintah dalam UU untuk dilaksanakan Kementerian,  jangan diabaikan, atau disembunyikan atau seolah-olah tidak ada, hanya karena adanya Inpres yang hierarchinya lebih rendah dari UU. Hal itu sudah diatur dalam UU Tentang Peraturan Penyusuan PerUndang-Undang.

Kalau Mensos Gus Iful berani menjelaskan hal yang terkait dengan Tupoksi Kementeriannya,  tentu Program Sekolah Rakyat itu dapat dijalankan secara baik, tertib, terencana, dan tidak ada yang dikorbankan dari orang miskin  penyandang cacat yang juga perintah konstitusi harus diurus Negara. Mari kita renungkan Pak Mensos.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun