Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyongsong LPA PKLU

25 Juli 2022   00:54 Diperbarui: 25 Juli 2022   01:09 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sudah hampir 3 bulan ini ritme pekerjaan saya jungkir balik. Mulanya saya didaulat oleh teman-teman yang saya kenal baik, untuk menjadi Ketua Umum Perkumpulan Lembaga Penyelenggara Akreditasi Yankes Primer. 

Kementerian Kesehatan melalui Permenkes 46/2015, memberikan ruang kepada masyarakat untuk membentuk Lembaga yang  menyelenggarakan akreditasi pelayanan kesehatan primer dengan persyaratan khusus yang sangat berat.

Kebijakan pemerintah itu tertunda karena Covid-19 selama 2 tahun. Dan baru triwulan 1 Kemenkes mulai bergerak lagi melaksanakan Rencana Strategis 6 Pilar Transformasi system Pelayanan Kesehatan. Salah satu pilar itu adalah sistem pelayanan kesehatan primer, yang agenda utamanya semua Klinik dan Puskesmas sudah terakreditasi pada tahun 2024.

Bahkan lebih serunya, BPJS Kesehatan sudah memberikan  early warning kepada semua klinik pratama  yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, paling lambat Februari 2023 sudah terakreditasi, jika kerja sama ingin berlanjut.

Rupanya pihak Kemenkes tidak main-main. Walaupun Permenkes sebagai Revisi atas Permenkes 46/2015  belum diterbitkan, dengan mengacu Permenkes yang ada tersebut, mulai dilakukan verifikasi dan validasi LPA (Lembaga Penyelenggara Akreditasi) yang sudah mendaftar. Ternyata ada 13 LPA yang mendaftar. Jumlah tersebut terbilang tidak banyak dibandingkan ada sekitar 30 ribu faskes primer yang diakreditasi maupun reakreditasi.

Tanggal 14 dan 15 Juli 2022 merupakan waktu yang tidak terlupakan bagi ke 13 LPA yang harus diverifikasi dan validasi dokumen/modul yang jumlahnya cukup banyak. Mulai status hukum lembaga, profil lembaga, AD/ART, Renstra, Tata kelola Organisasi, Sistem Informasi Manajemen, Program Manajemen Risiko Lembaga, Pedoman Rekrutmen Surveior, Program Pelatihan Surveior,  Tata kelola Penyelenggaraan Akreditasi dan Surat Pernyataan yang harus di teken Ketua Umum Lembaga.

Proses memang cukup melelahkan. Kami ada 3 orang dari masing-masing lembaga (Ketua umum, Sekjen, dan salah satu ketua), berhadapan dengan 21 orang tim panel, yang mendalami semua modul/dokumen yang sudah kami kirim kan.

Selama dua hari dan dua malam  kurang tidur, menyelesaikan semua revisi yang harus dikerjakan sesuai permintaan tim panel. Tidak ada batas waktu yang longgar. Harus selesai hari kedua sampai jam 15.00 karena dipotong waktu sholat jumat. Selama 32 tahun sebagai birokrat, inilah proses terberat yang dialami, walaupun dulu sewaktu mahasiswa sebagai aktivis biasa begadang. Dalam  usia 67 tahun, memang terasa sangat melelahkan. Tapi itu semua tidak terasa karena semangat untuk lolos dari verifikasi dan validasi itu.

Kini ke 13 lembaga sedang dalam penantian, apakah diperkenankan sebagai lembaga mengakreditasi faskes primer atau tidak. Dalam proses menunggu itu, kami tidak berdiam diri. Berbagai kegiatan dilakukan untuk melayani para calon surveior dan berdiskusi dengan surveior yang bergabung, bagaimana caranya untuk melaksanakan rekrutmen calon surveior dan seleksi untuk mendapatkan calon surveior yang memenuhi syarat yang ditetapkan Kemenkes.

Dua kali melaksanakan webinar, dengan materi sesuai dengan kebutuhan faskes, direspons dengan luar biasa. Setiap webinar diikuti oleh 2000 peserta.

Mulai tanggal 29 Juli 2022, akan dilaksanakan Sosialisasi & Pembekalan Proses Seleksi Calon Surveior yang dilaksanakan secara virtual. Karena sampai saat ini sudah teregister lebih 1000 calon surveior, dan tercatat 35 orang Surveior berpengalaman yang sudah bergabung dan siap membantu proses seleksi calon surveior.

Tidak sampai disitu. Dilanjutkan sampai September 2022, melaksanakan workshop berseri, webinar isu strategis,  sesuai dengan kebutuhan lapangan, agar PKLU yang disurvey sudah siap secara administrasi maupun substantif.

Bagi surveior FKTP saat ini sudah terbangun dari tidur panjang, karena tidak melaksanakan akreditasi faskes primer selama Pandemi Covid 19. Sebelumnya lebih 85% Puskesmas sudah diakreditasi, bahkan saat ini sudah pada tahap reakreditasi. Sedangkan klinik pratama 97% belum diakreditasi yang jumlahnya sekitar 15 ribu di seluruh pelosok tanah air.

Kegairahan surveior bangkit, dan bergegas untuk bergabung LPA yang sesuai dengan di hati mereka. Mulai terjadi tarik menarik antar lembaga. Suatu proses yang wajar, sepanjang dengan cara yang baik dan profesional. Yang pasti tidak ada 1 LPA yang sanggup menyelesaikan akreditasi 30 ribu Puskesmas dan Klinik sampai tahun 2024. Kata kuncinya kolaborasi antar lembaga LPA harus dibangun untuk mencapai target nasional untuk seluruh propinsi. Ingat seluruh propinsi, bukan hanya di Jawa saja.

Kenapa harus PKLU?

Pada mulanya, tugas LPA yang diamanatkan Permenkes 46/2015, untuk Puskesmas dan Klinik pratama. Bahkan Praktek Mandiri Dokter dan Dokter gigi tidak diakreditasi oleh LPA. Belakangan mendapatkan informasi bahwa Kemenkes akan menyerahkan proses akreditasi PMD ( Praktek Mandiri Dokter) dan PMDrg (Praktek Mandiri Dokter gigi) kepada Perguruan Tinggi. Apakah Perguruan Tingi melibatkan BNSP atau tidak, belum jelas.

Dalam proses perjalanannya, rupanya pihak Kemenkes menyadari  ada dua unit faskes yang tidak jelas siapa yang mengakreditasi nya yakni Laboratorium kesehatan dan UTD (Unit Transfusi Darah). Kemudian diputuskan bahwa yang melaksanakan akreditasinya adalah LPA faskes primer,  dengan legalitas Permenkes yang berbeda dengan Permenkes 46/2015.

Itulah sebabnya mengapa  lembaga LPA yang sebanyak 13 lembaga itu, harus melakukan akreditasi terhadap 4 unit pelayanan yaitu Puskesmas, Klinik Pratama, Laboratorium Kesehatan dan Unit Transfusi Darah.

Kesulitan lembaga LPA PKLU saat ini, adalah mencari surveior untuk Unit Transfusi Darah.  LPA masih menunggu regulasi lanjutan dari Kemenkes tentang PKLU yang katanya sudah digodok matang di Biro Hukum. Agar tata cara mendapatkan surveior UTD ada acuannya.

Di UTD itu bukan tidak ada masalah. ada dua unit yang mengurus UTD yaitu PMI dan RS. hampir semua RSUD ada UTD dengan kompetensi tenaga yang sangat terbatas.  Apakah LPA mengakreditasi UTD di PMI atau RSUD atau keduanya. Dengan sekitar  750 UTD di seluruh Indonesia, harus mendapat standarisasi pelayanan dengan dilaksanakannya akreditasi terhadap UTD yang sama di seluruh wilayah Indonesia.

Kedepan kita harus menatap masa depan masyarakat Indonesia yang sehat jasmani dan rohani, fisik dan mental. _Health for all_ tidak boleh pudar. Komitmen pemerintah mengalokasikan anggaran sektor kesehatan 5% dari APBN bahkan bagi Pemda sebesar 10% sektor kesehatan dari APBD, benar-benar dimanfaatkan secara maksimal untuk promotif  dan  preventif, dengan pelayanan primer  garda terdepan  sebagai Gate Keeper.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun