Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Vaksinasi Covid-19 Memerlukan Partisipasi Masyarakat

22 Desember 2020   16:41 Diperbarui: 27 Desember 2020   16:38 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa hari lalu, di media TV diberitakan Presiden Jokowi di Istana Bogor menyerahkan bantuan usaha Rp 2,4 juta kepada UMKM yang diundang ke Istana Bogor.

Mereka tekun mendengarkan arahan Presiden dan saat momen menyampaikan akan dilaksanakannya vaksin covid-19 secara gratis, ditanyakan siapa yang bersedia divaksin?

Semua terdiam, tidak ada yang menjawab atau mengacungkan tangan. Presiden sedikit terkesan kecewa, dan langsung mengatakan, "Saya orang pertama yang akan disuntik vaksin". 

Setelah itu, ditanya kembali siapa yang bersedia, ada sebagian yang menunjuk tangan. Apa karena takut atau kesadaran sendiri, mereka pengusaha kecil itu sendiri yang tahu.

Sepenggal berita media di atas, merupakan suatu fakta yang tidak terbantahkan bahwa proses komunikasi merupakan tahapan penting untuk masyarakat itu berpartisipasi atau tidak atas program yang dicanangkan.

Persoalan penyediaan vaksin covid-19 dan proses vaksinasi yang akan dilaksanakan secara gratis oleh pemerintah untuk 182 juta penduduk (70%) dan sisanya yang 30% diharapkan dapat terselamatkan dengan terbentuknya herd immunity, yang disampaikan langsung Presiden Jokowi dan pernyataan beliau sebagai orang yang pertama di vaksin.

Berita simpang siur dan membingungkan karena berita ikutan di sekitar vaksin, antara lain PB IDI tidak berkenan tenaga kesehatan yang tahap awal disuntik, yang kemudian diklarifikasi oleh Ketua Umum PB IDI bahwa berita itu tidak benar. 

Berita yang menyatakan bahwa efikasi Sinovac yang sebanyak 1,2 juta sudah dibeli "rendah" dibandingkan dengan produk lainnya (Moderna: 95 persen, Pfizer BioNTech: 95 persen AstraZeneca Oxford University: 62 persen dan 90 persen).

Di satu sisi, pihak Bio Farma menyatakan dari laporan sementara uji klinis tahap III yang hampir tuntas, efikasinya 97%, walaupun itu belum final; dan mungkin bisa berubah.

Belum lagi persoalan halal atau tidaknya Sinovac, secara resmi pihak MUI belum mengeluarkan fatwanya, padahal utusan MUI sudah dikirim ke negeri tirai bambu melihat proses produksi anti virus Sinovac.

Belakangan ini, berita yang "heboh" pihak China sendiri membeli vaksin Pfizer BioNTech dari Jerman puluhan juta unit. Apakah berita itu benar atau tidak, suatu hal yang perlu dijernihkan. Apakah terkait dengan keterbatasan produksi dan perhitungan bisnis.  Tidak pernah tuntas diklarifikasi oleh pemerintah melalui Kementerian Komunikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun