Lepas tatapanku dari sang gadis. Benarkan dia gadis? Atau Ibu? Ah entahlah aku tak mau menyimpulkan. Yang jelas sekarang keretaku t'lah berada di Causeway Bay! Saatnya mencari celah diantara lautan manusia yang seperti terperangkap di dalam kotak. Berjejalan! Haah..betapa aku tak pernah menyukai Causeway Bay!
Kasir bank yang berbahasa Indonesia dengan logat sunda itu melayaniku dengan bersahabat. Karena hari ini setoranku agak banyak, dia juga menghadiahi aku sebuah botol plastik cantik. Tentunya tak lebih cantik dari sang nasabah. :D
Siang telah mencapai puncaknya. Sengatannya seolah hendak menghanguskan kulitku. Berteman payung biru dan sebuah kaca mata hitam yang sekrupnya nyaris lepas satu, kulajukan langkahku menyusuri Causeway Road. Kali ini tujuanku adalah perpustakaan. Inilah tempat ternyaman untuk menghindari terik dan hujan. Sekalian aku bisa mengintip buku-buku yang sekiranya bisa kuboyong pulang. Si 'lapie' yang tak pernah punya modem ini juga bisa numpang pakai wi-fi. Demi menyenangkan pemiliknya yang doyan sekali browsing kanan kiri.
Sembari memindahkan letak tas gamblok dari punggung ke depan, aku layangkan pandanganku ke seberang jalan. Di sanalah Victoria Park. Tempatnya beribu-ribu buruh migran sepertiku menghabiskan waktu liburnya. Berbagai kesibukan terlihat di sana. Dari yang sekedar gelar tikar atau plastik untuk rebahan, sampai maraknya pedagang dadakan.
"Awas! Ada Pak Dhe!" Seseorang datang dengan tergopoh-gopoh. Memberi instruksi kepada para pedagang dadakan untuk menutupi dagangannya. 'Pak Dhe' yang dimaksud adalah polisi. Yang bisa berpatroli kapan saja. Aksi kucing-kucingan kerap kali jadi peristiwa yang menimbulkan cekikikan, kalau para pedagang dadakan berhasil mengelabuhi polisi. Tapi jadi berubah getir, kala polisi menangkap basah transaksi jual beli mereka. Dagangan bisa diangkut, kena denda atau bahkan hukuman kurungan. Hiii..takuutt.
Kulewati sudah Victoria Park dengan segala dinamikanya. Sebelah kiri jalan dekat eskalator menuju pintu utama perpustakaan, mataku terantuk pada sebuah 'perpustakaan lesehan' milik BMI. Perpustakaan Insani namanya. Aku melihat semangat belajar sekaligus berbagi yang terpancar dari raut wajah pengurus-pengurusnya. Tempatnya ya seperti ini. Cuma nyempil di pinggir jalan. Mbak-mbak yang melayani juga asik dlosoran saja. Diantara puluhan buku yang berjejalan di dalam koper, kulihat sebuah novel yang lama kucari. Novel yang belum lama ini kisahnya telah diangkat ke layar kaca. Si cantik Maudy Ayunda dan si ganteng Adipati Dolken berberan sebagai Kugy dan Keenan yang terjebak dalam gulatan perasaan cinta yang ajaib. Yup! Perahu Kertas!
Tanpa basi-basi panjang, segera kuutarakan niatku untuk meminjam novel itu. Tak ada syarat banyak yang diajukan si 'embak' untukku bisa membawa pulang si 'perahu'. Cukup menuliskan nama dan nomor telepon di selembar kertas yang sudah disediakan.
Tsim Tsa Tsui, 9 September 2012