Gaduh, tergesa-gesa. Semua berlomba melewati loophole. Dan setelah itu 'bummhh'. Suara dentuman pintu MTR yang terkatup kembali. Ah tiba-tiba aku ingat pesan singkat dari temanku minggu lalu.
"Ada orang kecepit pintu MTR!"
"Haaa? Dimana..dimana itu?"
"Shau Kei Wan."
"Gimana..gimana keadaannya sekarang?"
"Udah diangkut ambulan. Yang aku tahu begitu 'nyadar' ada orang kejepit, pintu MTR-nya mbuka lagi. Trus semua orang ribut. Tau-tau, serombongan petugas datang membawa tandu."
Ngeri jadinya inget pesan pendek temanku minggu lalu. Maka aku selalu berusaha sekalem mungkin ketika memasuki kereta. Begitu sirine tanda keberangkatan dibunyikan, aku lebih memilih mundur. Bukan berebutan masuk.
Causeway Bay. Tujuanku kali ini. Sebuah bank swasta yang berkantor dekat kantor konsul RI itulah tujuanku. Saatnya menambah pundi-pundi yang lama menunggu untuk diisi. Selama perjalanan, kuedarkan pandanganku. Mataku terantuk pada gadis berbaju seksi. Gaun hitam ketat strapless tampak manis membalut tiap lekuk tubuhnya. Stiletto yang sepertinya bermerek tampak membalut kakinya. Dan sebuah tato cupid melintang manis di punggungnya yang terbuka.
"Mas, aku tes kirim duit patang puluh juta. Bar iki ojo njaluk-njaluk neh. Sebah aku nuruti karepmu." (Mas, aku baru saja kirim uang empat puluh juta. Habis ini jangan minta-minta lagi. Muak aku menuruti kemauanmu)
Gadis itu berbicara dengan sebuah 'Galaxy' tipe terbaru melekat di telinganya. Ah, dia bukan berbicara. Tapi tepatnya lagi marah-marah sama seseorang yang dipanggilnya 'mas' diujung telepon sana.