Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Korupsi, Seksualitas dan Gerakan Semesta Pendidikan

29 Mei 2016   23:46 Diperbarui: 30 Mei 2016   00:48 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari Kompas.com

Josephus Ignatius Gerardus Maria Drost, salah satu tokoh pendidikan Indonesia, mengartikan pendidikan sebagai proses menarik keluar (ex-ducere) segala potensi untuk diaktuaisasikan, dikembangkan dan dimaksimalkan.

Dengan berpatok pada kata kerja dasar educare,kata bahasa Latin yang berarti usaha pemulihan, J.Drost mengidealkan muara pendidikan itu pada penemuan hakikat manusia sebagai makhluk istimewa yang pada gilirannya mampu hidup mandiri dengan pandangan hidupnya sendiri.

Namun, melihat wajah pendidikan kita saat itu ideal pendidikan ala J Drost itu bukan hanya jauh panggang dari api. Lebih dari itu, pendidikan yang dihidupi saat ini sudah mengalami kemerosotan yang mendekam dalam jurang  teknis-mekanis, koruptif hingga demoralisasi.

Beberapa bukti sahih bisa dikedepankan. Pertama,institusi pendidikan kini bukan lagi menjadi lembaga edukasi, tetapi  telah berubah menjadi sarang praktik korupsi. Dari data yang dipaparkan di halaman depan Kompas,19 Mei 2016, disebutkan bahwa sekolah dan dinas pendidikan menjadi lahan subur praktik korupsi.

Besarnya alokasi anggaran untuk bidang pendidikan yang berpelukan dengan lemahnya pengawasan membuat bidang ini menjadi sasaran empuk praktik tercela itu. Beberapa modus korupsi yang mengemuka seperti penggelapan anggaran, penggelembungan anggaran, pemotongan anggaran, penyalahgunaan anggaran, proyek fiktif, laporan fiktif hingga pungutan liar.

Dari penelitian Indonesian Corruption Watch (ICW) selama 10 tahun terakhir, sejak 2006-2015, tercatat ada 425 kasus dengan jumlah tersangka 618 orang yang merugikan negara  mencapai Rp1,3 triliun.

Alih-alih melibatkan diri dalam usaha memajukan pendidikan, institusi pendidikan baik sekolah, maupun perguruan tinggi, entah di level pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota, serta aktor pendidikan baik kepala dinas, kepala sekolah, bendahara malah melibatkan diri dalam aksi tak patut dan sangat jauh dari idealisme dunia yang sedang digeluti itu.

Kedua,mengemukanya sejumlah kasus kekerasan seksual pada tahun 2016 ini dengan korban dan aktor masih berada di bawah umur, artinya masih dalam masa pendidikan. Beberapa contoh mutakhir bisa disebutkan. Pemerkosaan yang dilakukan bergerombol oleh 14 remaja laki-laki, yang sebagiannya masih di bawah umur, terhadap gadis 14 tahun berinisial Yy asal Bengkulu.

Belum lepas aksi gang rapeitu, kita kembali dikejutkan dengan pembunuhan terhadap EP yang berusia 19 tahun oleh remaja di bawah umur. Tak hanya remaja sekolah yang terlibat, bahkan seorang kepala sekolah pun bertingkah bejat dengan menghamili remaja 16 tahun berinisial S yang merupakan siswi madrasah tsanawiyah di Yogyakarta (Kompas,Selasa 17 Mei 2016, hal.22).

Menurut catatan Nurul Agustina dalam opininya berjudul Pendidikan Seksualitas,berdasarkan Catatan Tahunan Komisi Nasional Penanggulangan Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), ekskalasi tindakan kekerasan dan pemerkosaan di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2015 ada lebih dari 320.000 kasus, meningkat tajam dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 293.220 kasus (Kompas, Kamis 26 Mei 2016,hal.6).

Nurul menyimpulkan bahwa pelaku kekerasan terhadap anak khususnya, pada umumnya berasal dari lingkungan terdekat, antara lain keluarga, teman sebaya, sekolah dan lingkungan sekitar. Coba bayangkan, lingkungan-lingkungan yang disebutkan Nurul itu tak lain tak bukan adalah tempat di mana pendidikan semestinya disemai, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun