Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Pelajaran dari Paralimpiade Tokyo, Soal Diskualifikasi Medali Emas Muhammad Ziyad Zolkefli dan Amuk Netizen Malaysia

6 September 2021   20:54 Diperbarui: 7 September 2021   16:16 3374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Atlet tolak peluru Malaysia di Paralimpiade Tokyo 2020, Muhammad Ziyad Zolkef, berhasil meraih medali emas tetapi dicabut oleh Komite Paralimpiade Internasional. Foto: AP PHOTO/EUGENE HOSHIKO via KOMPAS.com 

Ada yang tersisa dari perhelatan Paralimpiade Tokyo 2020. Pesta olahraga terbesar bagi kaum disabilitas yang berlangsung sejak 24 Agustus dan berakhir pada 5 September kemarin.

Kontroversi ternyata tidak hanya terjadi di Olimpiade Tokyo. Perhelatan Paralimpiade yang berlangsung di tempat yang sama pun tak luput dari persoalan.

Kita mundur sejenak dahulu. Ada sejumlah aksi kontroversial yang mengiringi kesuksesan pesta olahraga tingkat dunia yang berlangsung sejak 23 Juli-8 Agustus 2021. Kita sebut beberapa.

Pertama, salah satu stasiun televisi Korea Selatan dalam siarannya dianggap melecehkan sejumlah negara saat acara pembukaan. Tidak terkecuali kontingen Indonesia.

Kedua, pelatih balap sepeda Jerman, Patrick Monster mengeluarkan kalimat rasis kepada atlet Aljazair dan Eritrea. Monster terekam mengatakan "unta itu" dalam percakapannya dengan pesepeda Jerman, Nikias Arndt. Sebagai hukuman, Patrick dipulangkan lebih awal dari Jepang.

Ketiga, atlet Aljazair, Fethi Nourine, memilih tidak bertanding saat mengetahui lawan yang akan dijumpai adalah Tohar Butbul. Keduanya dijadwalkan bertemu di babak kedua cabang olahraga judo kelas 73 kg. Tim Aljazair memilih mundur karena lawan yang akan dihadapi berasal dari Israel.

Atlet Judo Aljazair, Fethi Nourine: Digis Mak via Suara.com
Atlet Judo Aljazair, Fethi Nourine: Digis Mak via Suara.com

Bagi mereka pertemuan dengan Tohar adalah ketidakberuntungan. Pengunduran diri adalah langkah tepat.

Keempat, petembak Korea Selatan, Jin Jong-oh, mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan perdebatan luas kepada atlet Iran, Javad Foroudhi. Ia melabeli peraih emas cabor menembak nomor pistol udara 10 meter putra itu sebagai teroris.

Sekarang kita kembali ke Paralimpiade Tokyo. Belum berapa lama dan sepertinya masih berlangung hingga saat ini, publik Malaysia khususnya, dihebohkan oleh nasib yang dialami Muhammad Ziyad Zolkefli.

Turun di final cabor tolak peluru F-20, Selasa (31/8/2021), Ziyad sejatinya berhak atas medali emas. Tolakannya sejauh 17.94 meter tidak hanya menjadikannya sebagai yang terjauh, serentak memecahkan rekor dunia.

Malaysia pun mendapat medali emas kedua, menyusul paralifter, Bonnie Buynyau Gustin yang sukses membukukan angkatan 228 kg, Sabtu (28/8/2021) lalu. Emas dari angkat berat kelas 72 kg putra itu adalah yang pertama bagi kontingen Negeri Jiran. Selain itu, Bonnie sukses memecahkan rekor Paralimpiade milik atlet Iran, Rasool Mohsin dengan 227 kg.

Sayangnya, kegembiraan itu tidak berlangsung lama. Pihak penyelenggara lantas mencabut medali emas tersebut. Ziyad didiskualifikasi. Artinya jelas, tidak mendapat medali sama sekali.

Medali emas kemudian diberikan kepada Maksym Koval dari Ukraina. Rekan setim Koval, Oleksandr Yarovyi mendapat perak. Medali perunggu jatuh ke tangan Efstratios Nikolaidis dari Yunani.

Melansir apnews.com dari Astro Awani, medali tersebut dianulir lantaran sang pemain datang terlambat untuk berkompetisi. Atlet Ukraina Maksym Koval menjadi yang terdepan melancarkan protes usai pertandingan.

Juru bicara Komite Paralimpiade Internasional Craig Spence mengatakan Ziyad dan dua atlet lainnya memang tetap diizinkan untuk bersaing.

"Mereka terlambat, mereka mungkin memiliki alasan logis untuk terlambat, dan karena itu kami mengizinkan mereka untuk bersaing dan melihat fakta-fakta setelahnya." Demikian Spence.

Spence mengatakan ketiganya datang terlambat tiga menit. Menurutnya ini tidak menjadi hukuman yang keras. "Yang lain sampai di sana lima menit lebih awal," ungkapnya.

Hanya saja alasan yang dikemukan atlet Malaysia dan dua peserta lainnya adalah mereka tidak mendengar pengumuman. Ada juga yang berdalih pengumuman itu dalam bahasa yang tidak mereka pahami.

Sebuah pernyataan dari World Para Athletics, mengatakan seorang wasit telah menentukan setelah perlombaan bahwa "tidak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk kegagalan para atlet untuk melapor" tepat waktu. 

 

Muhammad Ziyad Zolkefli: www.malaymail.com
Muhammad Ziyad Zolkefli: www.malaymail.com

Reaksi keras

Sudah bisa ditebak, keputusan tersebut menjadi topik perbincangan luas di jagad maya. Berbagai komentar dari netizen Malaysia pun bermunculan. Para pejabat setempat pun angkat bicara.

Malaymail.com mengangkat beberapa protes dari tokoh berpengaruh di Malaysia. Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Khairy Jamaluddin tegas mengatakan keputusan tersebut memalukan.

Khairy Jamaluddin memposting seperti ini di akun Twitter-nya. "Ini keputusan yang memalukan. Sebuah aib mutlak yang bertentangan dengan semangat Paralimpiade."

Lebih lanjut, Khairy mengatakan seharusnya sejak awal atlet Malaysia itu dilarang bertanding kalaupun keterlambatan itu sebuah masalah.

"Jika itu adalah pelanggaran ruang panggilan, Anda seharusnya tidak membiarkan mereka bersaing sejak awal. Berjiwa jahat dan picik. Medali emas dan rekor dunia curian."

Senada dengan Khairy, suara keras juga datang dari anggota parlemen Malaysia, Muar Syed Saddiq Syed Abdul Rahman.

"Mengapa Anda mengizinkan Ziyad untuk berpartisipasi setelah dugaan pelanggaran ruang panggilan? Ini tidak dapat diterima," cuit Muar Syed di akun Twitter-nya.

Masih ada sejumlah komentar dengan nada serupa. Menganggap diskualifikasi itu tidak adil, tidak profesional, dan melanggar semangat sportivitas.

"Benar-benar memalukan! Anda seharusnya tidak membiarkan para atlet bertanding jika mereka terlambat. Jangan curi medali yang diperoleh dengan susah payah dan pemecah rekor dunia dari Ziyad ini," kicau anggota parlemen lainnya, Fahmi Fadzil.

Tidak terhitung riuh di jagad sosial media. Tagar #Ziyad berikut #unfair dan #MaksymKoval mengisi topik tren.

Tidak berhenti dengan protes semacam itu, pihak Malaysia dikabarkan telah mengajukan banding resmi kepada penyelenggara. Keputusan resmi terkait protes tersebut akan diumumkan dalam waktu dekat, setelah dibahas dalam pertemuan CDM (chef de mission).

Salah alamat

Pihak penyelenggara tampaknya sadar akan reaksi keras warganet Malaysia di media sosial. Hanya saja, Spence tak menyangka serangan yang mereka terima begitu kasar.

Salah satu hal yang disayangkan adalah tidak sedikit komentar itu menyasar pihak-pihak tak bersalah. Tim Paralimpiade Ukraina adalah salah satu korban salah alamat warganet Malaysia.

Mestinya reaksi itu terkait substansi kontroversi dan mengarah kepada penyelanggara yang menganulir pencapaian atlet mereka.

"Maafkan saya. Aturan adalah aturan. Keputusan itu sudah diambil. Bukan kesalahan Ukraina bahwa orang Malaysia itu terlambat," ungkap Spence.

Kejadian seperti ini sebenarnya bukan pertama kali dialami tim Malaysia. Awal tahun 2019, Komite Paralimpiade Internasional (International Paralympic Comitte atau IPC) mediskualifikasi atlet Malaysia dari Kejuaraan Para Renang Dunia karena sikapnya terhadap atlet Israel.

Spence bersaksi, reaksi yang dierima IPC saat itu pun serupa.

Akhirnya, kita patut bertanya diri. Mengapa netizen begitu mudah terpancing untuk memberikan reaksi di luar kewajaran? Apakah karakter seperti ini sudah menjadi bagian dari dinamika sosial media dewasa ini? Bagaimana bila kita berada di pihak yang mendapat serangan tak berdasar itu?

Di sisi lain, bagaimana aturan semestinya dalam hal-hal seperti ini? Apakah keterlambatan ke "call room" adalah alasan sustansial, sementara para atlet tetap diperkenankan bertanding? 

Patut diingat, ini adalah perhelatan bagi para atlet berkebutuhan khusus. Semestinya aturan-aturan dibuat secara jelas, logis, dan sekiranya tetap ada ruang pemahaman.

Kita berharap kejadian serupa tak berulang. Ini menjadi pelajaran baik bagi penyelenggara maupun peserta.

Semoga jiwa sportivitas tidak hanya ditekankan dan ditunjukkan di dalam arena, tetapi juga di luar gelanggang pertandingan. Tak terkecuali di dunia maya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun