Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Gregoria Mariska, Susy Susanti, dan "Mati Suri" Panjang Tunggal Putri Indonesia di All England

13 Maret 2021   05:15 Diperbarui: 13 Maret 2021   13:48 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PBSI berharap Jorji memanfaatkan kesematan bertanding di panggung yang diburu dan diimpikan semua pebulutangkis. Bukan pertama-tama untuk mengincar sesuatu yang begitu sulit dicapai yakni 12 ribu poin bila jadi juara dan membawa pulang banyak uang dari total hadiah 850 ribu dolar AS. 

Tetapi untuk mendapatkan tambahan jam terbang, mempertebal mental, dan mengukur sejauh mana perkembangannya di tengah peta persaingan tunggal putri dunia.

Merunut pencapaian dalam beberapa waktu terakhir dan posisinya di tabel peringkat BWF, jelas kehadiran Jorji di All England bukan untuk juara. Jorji dikirim untuk mengais tambahan pelajaran dari para para pemain senior, rekan seangkatan, bahkan dari para pemain yang lebih muda, yang lebih berpeluang menjadi kampiun.

Serentak, Jorji menjadi ujung tombak tim pelatih tunggal putri untuk melihat sejauh mana pola pelatihan dan pendampingan yang diterapkan saat ini. Apakah masih relevan atau sudah harus dimutakhirkan agar bisa mendongrak performa para pemain sehingga bisa lebih kompetitif?

Banyak alasan di balik paceklik prestasi sektor tunggal putri Indonesia. Paling banyak disebut adalah masalah regenerasi. Hal ini memang patut diakui. 

Selepas Mia Audina hijrah ke Belanda, Indonesia baru tersentak kaget. Lambatnya-untuk mengatakan terputusnya-peremajaan menjadi litani yang kemudian terus diulang-ulang hingga kini.

Dengan jumlah penduduk yang sudah menginjak lebih dari 271 juta jiwa, susahnya mendapat bibit tunggal putri potensial terlihat sebagai keanehan. 

Dibanding negara-negara dengan prestasi tunggal putri mentereng seperti Jepang, Korea, dan Thailan, besarnya jumlah penduduk Indonesia terlihat sebagai berkah tak terkira. Bila menjadi Indonesia, mereka masih bisa mendapat jauh lebih banyak pemain berbakat.

Indonesia terlihat kurang bersemangat mencari hingga jauh ke pelosok daerah dan giat menstimulus sampai sehabis-habisnya agar banyak anak putri mau menanggalkan cita-cita lain selain menjadi pemain nasional.

Terlihat betapa susahnya membentuk jalinan kerja sama apik antara PBSI-pemerintah daerah-klub-sekolah-keluarga sebagai satu kesatuan. Urusan prestasi bulu tangkis seperti menjadi beban dan tanggung jawab segelintir pihak.

Padahal, bila bisa berprestasi, hidup sebagai pebulutangkis hari ini sudah jauh lebih makmur. Banyak pebulutangkis bisa memiliki rumah dan mobil bagus, serta mempunyai tabungan masa depan yang cukup bukan lagi isapan jempol belaka. Pebulutangkis bukan lagi profesi dengan masa depan suram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun